Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klaim Dizalimi, Anas dan PKN Diingatkan Masih Punya "PR" Jelang Pemilu

Kompas.com - 16/07/2023, 12:43 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan narapidana korupsi proyek P3SON Hambalang yang kini menjabat Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Anas Urbaningrum, dinilai perlu fokus terhadap pekerjaan rumah buat memastikan partainya lolos ambang batas parlemen pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Anas menilai putusan MA yang mencabut hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah menyelesaikan pidana pokok sebagai bentuk kezaliman.

Dengan pencabutan hak politik itu, Anas tidak dapat maju sebagai calon legislatif pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Menurut Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, dengan terpilihnya Anas menjadi Ketua Umum PKN seharusnya membuat dia dan partainya menerapkan semangat antikorupsi dan tata kelola yang baik, dan bukan melontarkan tuduhan.

"Secara internal mestinya terpilihnya Anas sebagai Ketum dapat menjadi momentum perbaikan PKN untuk lebih hati-hati dalam berpolitik anggaran agar tak terulang kejadian yang ia alami ke kader-kadernya," kata Agung saat dihubungi pada Minggu (16/7/2023).

Baca juga: Jadi Ketum PKN, Anas Urbaningrum Singgung Partai Bukan Kepunyaan Keluarga

Akan tetapi, kata Agung, dengan pernyataan Anas yang merasa dizalimi karena hak politiknya dicabut karena terbukti terlibat dalam korupsi proyek P3SON Hambalang justru bisa berbalik menjadi sentimen negatif bagi dirinya dan PKN.

Apalagi PKN juga diprediksi oleh sejumlah lembaga survei bakal kesulitan mencapai ambang batas parlemen dengan meraup 4 persen suara, di tengah persaingan dengan partai-partai politik lain.

"Bila respon yang diberikan malah sebaliknya, justru perihal ini bisa memunculkan disinsentif elektoral bagi PKN yang saat ini masih berjuang keras memenuhi parliamentary threshold, setelah banyak hasil survei kredibel menempatkan partai ini belum memiliki elektabilitas optimal," ucap Agung.

Agung juga menilai pernyataan Anas seolah sebagai wujud sikap menantang terhadap keputusan hukum Mahkamah Agung, sekaligus partai tempat dia bernaung sebelumnya, Partai Demokrat.

Baca juga: Anas Urbaningrum Anggap Zalim Putusan yang Cabut Hak Politiknya


"Secara eksternal pernyataan Anas bisa dibaca sebagai 'sinyal perang' kepada sistem peradilan (hukum) kita sekaligus ke Partai Demokrat yang dianggap sebagai biang penyebab ia dihukum," ucap Agung.

Sebelumnya diberitakan, Anas merasa dizalimi karena akibat pencabutan hak politik selama 5 tahun membuat dia tidak bisa berpartisipasi dalam Pemilu 2024.

"Saya belum boleh nyaleg. Nanti. Karena ada putusan yang saya belum boleh nyaleg, putusan yang sungguh-sungguh zalim," kata Anas dalam pidato penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa PKN di hadapan para kadernya, Sabtu (15/7/2023).

Ketentuan pencabutan hak politik itu diatur di dalam konstitusi.

Dalam Pasal 35 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hak politik itu dapat dicabut dengan putusan hakim, di antaranya hak memegang jabatan, hak memasuki angkatan bersenjata, hak memilih dan dipilih pada pemilu, serta hak lainnya.

Baca juga: Anas Urbaningrum Singgung Pidato Jeddah SBY sebagai Ekspresi Kezaliman di Depan Kader PKN

Keterlibatan Anas dalam kasus tersebut diungkapkan oleh Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Tudingan ini membuat gerah Anas. Bahkan, Anas pernah menyatakan siap digantung di Monas apabila terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang.

"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2012).

Kemudian ketika namanya semakin santer dikaitkan dengan kasus Hambalang, Anas mengingatkan KPK tidak perlu repot-repot mengurusi.

Ia menganggap pernyataan Nazaruddin yang pertama kali menyebut Anas terlibat dalam kasus itu sebagai ocehan dan karangan semata.

Baca juga: Soal Silaturahmi dengan SBY, Begini Kata Anas Urbaningrum

"Saya tegaskan, ya, KPK sebetulnya tidak perlu repot-repot mengurus soal Hambalang. Mengapa? Karena itu, kan, asalnya ocehan dan karangan yang tidak jelas. Ngapain repot-repot," ujarnya.

Dari "nyanyian" Nazaruddin. KPK pun melakukan penyelidikan. Anas lantas ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2013. Anas baru ditahan pada Januari 2014.

Sebulan setelahnya tepatnya 23 Februari 2014, dia menyatakan mundur dari ketua umum sekaligus kader Demokrat.

Vonis terhadap Anas dijatuhkan pada September 2014. Saat itu, Majelis Halim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Anas 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Anas dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.

Baca juga: Anas Urbaningrum Sampaikan Pidato Politik di Monas, Singgung Soal Keadilan

Namun, vonis itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang meminta dia dihukum 15 tahun penjara dan uang pengganti Rp 94 miliar serta 5,2 juta dollar AS.

Tak terima atas vonisnya, Anas mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pada Februari 2015, majelis hakim banding memutuskan memangkas hukuman Anas 1 tahun menjadi 7 tahun penjara.

Namun, Anas tetap didenda Rp 300 juta. Kendati dijatuhi hukuman yang lebih ringan, Anas masih tak puas.

Dia mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Juni 2015, MA menyatakan menolak permohonan Anas.

Majelis hakim kasasi yang dipimpin oleh Artidjo Alkostar kala itu justru menjatuhkan vonis 14 tahun penjara ke Anas.

Baca juga: Merasa Dizalimi, Anas Urbaningrum Disentil Tak Paham Ada Pembatasan dalam Konstitusi

Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut juga diharuskan membayar denda Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.

Selain itu, Anas diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara. Namun, lima tahun berselang, MA mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Anas.

Pada September 2020, majelis hakim PK yang dipimpin Sunarto menyunat hukuman Anas 6 tahun. Dengan demikian, hukuman Anas berkurang drastis menjadi 8 tahun penjara.

Namun begitu, Anas tetap dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 57,9 miliar dan 5.261.070 dollar AS.

Selain itu, majelis hakim PK tetap menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah Anas menyelesaikan pidana pokok.

Baca juga: Mengingat Lagi Ucapan Anas Siap Digantung di Monas

Setelah menjalani masa hukuman, Anas akhirnya bebas murni pada Senin (10/7/2023). Status bebas murni Anas diumumkan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Bandung, Jawa Barat.

(Penulis : Vitorio Mantalean | Editor : Jessi Carina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Partai Negoro Resmi Diluncurkan, Diinisiasi Faizal Assegaf

Nasional
Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Tinjau TKP Kecelakaan Bus di Ciater Subang, Kakorlantas: Tak Ditemukan Jejak Rem

Nasional
Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Kunker ke Sultra, Presiden Jokowi Tiba di Pangkalan TNI AU Haluoleo

Nasional
ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

ICW Kritik Komposisi Pansel Capim KPK: Rentan Disusupi Konflik Kepentingan

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Sekjen Gerindra Sebut Ada Nama Eksternal Dikaji untuk Bacagub DKI 2024

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Sekjen Gerindra: Tak Ada Komunikasi yang Mandek

Nasional
KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com