JAKARTA, KOMPAS.com - Pernyataan mantan narapidana kasus korupsi proyek P3SON Hambalang, Anas Urbaningrum, yang menilai putusan Mahkamah Agung (MA) zalim karena mencabut hak politiknya setelah menyelesaikan hukuman penjara hanya bentuk kekecewaan akibat perbuatannya sendiri.
"Pernyataan itu lebih merupakan pernyataan kekecewaan sebagai korban penegakan hukum karena ulahnya sendiri," kata pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi pada Minggu (16/7/2023).
Selain itu, Fickar menilai pernyataan yang dilontarkan Anas sebagai wujud politikus tidak memahami hukum.
"Itu pernyataan orang yang tidak mengerti hukum karena hukum positif atau undang-undang yang berlaku dan diterima keberlakuannya oleh masyarakat," ucap Fickar.
Baca juga: Merasa Dizalimi, Anas Urbaningrum Disentil Tak Paham Ada Pembatasan dalam Konstitusi
Anas yang saat ini sudah bebas dari penjara dan menjabat sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) menilai putusan MA yang mencabut hak untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah menyelesaikan pidana pokok sebagai bentuk kezaliman.
Dengan pencabutan hak politik itu, Anas tidak dapat maju sebagai calon legislatif pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Saya belum boleh nyaleg. Nanti. Karena ada putusan yang saya belum boleh nyaleg, putusan yang sungguh-sungguh zalim," kata Anas dalam pidato penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa PKN di hadapan para kadernya, Sabtu (15/7/2023).
Ketentuan pencabutan hak politik itu diatur di dalam konstitusi.
Baca juga: Jadi Ketum PKN, Anas Urbaningrum Singgung Partai Bukan Kepunyaan Keluarga
Dalam Pasal 35 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hak politik itu dapat dicabut dengan putusan hakim, di antaranya hak memegang jabatan, hak memasuki angkatan bersenjata, hak memilih dan dipilih pada pemilu, serta hak lainnya.
Fickar mengatakan, undang-undang sudah mengatur warga negara bisa menyampaikan keberatan terhadap sebuah beleid melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Orang boleh tidak sepakat karena itu negara menyediakan mekanismenya melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi. Maka dari itu pernyataannya lebih merupakan pernyataan politikus yang kurang paham mekanisne hukum," ujar Fickar.
Keterlibatan Anas dalam kasus tersebut diungkapkan oleh Bendahara Partai Demokrat Muhamamd Nazaruddin. Tudingan ini membuat gerah Anas.
Baca juga: Anas Urbaningrum Anggap Zalim Putusan yang Cabut Hak Politiknya
Bahkan, Anas pernah menyatakan siap digantung di Monas apabila terbukti terlibat dalam kasus korupsi proyek Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (9/3/2012).
Kemudian ketika namanya semakin santer dikaitkan dengan kasus Hambalang, Anas mengingatkan KPK tidak perlu repot-repot mengurusi.