Partai Buruh akan mendaftarkan permohonan uji materi ini pada Kamis (20/7/2023).
Permohonan ini akan menjadi gugatan ke-31 yang masuk ke MK terkait ambang batas pencalonan presiden.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam jumpa pers, Jumat (14/7/2023), menyinggung bahwa ambang batas ini bukan memperkuat sistem presidensial, melainkan menciptakan demokrasi terpimpin.
Ia membandingkan situasi di Indonesia dengan Timor Leste yang pemilu presidennya diikuti 16 kandidat, padahal jumlah penduduknya jauh lebih kecil
Partai Buruh juga menyinggung bagaimana Barack Obama, pada Pilpres AS 2008, memiliki 12 kandidat sebagai kompetitor.
Baca juga: DPR 2 Kali Mangkir Sidang UU Ciptaker, Partai Buruh: Takut Citranya Rusak Jelang Pemilu
Menurut Iqbal, ketentuan ini merugikan konstituen Partai Buruh yang merupakan kelas pekerja.
Sebab, ambang batas pencalonan presiden itu akan melanggengkan oligarki di tingkat eksekutif dan legislatif dan menghasilkan produk undang-undang yang menguntungkan mereka dan merugikan kelas pekerja.
"Karena kepemimpinannya buruk, dari proses yang buruk, maka produk undang-undangnya pun pasti buruk," ujar Iqbal yang juga menjadi penggugat dalam permohonan ini.
Sebelumnya, MK sudah berulang kali menolak dan menyatakan permohonan uji materi presidential threshold tidak dapat diterima karena ragam sebab.
Namun, secara garis besar, MK kerapkali mempermasalahkan kedudukan hukum para pemohon dan berdalih bahwa ambang batas pencalonan presiden merupakan produk kebijakan terbuka (open legal policy) yang idealnya tak diintervensi kekuasaan kehakiman.
Baca juga: KPU Tetapkan DPT Luar Negeri 1,7 Juta, Partai Buruh: Pekerja Migran Indonesia 4 Juta Lebih
MK, dalam putusan-putusan terdahulu, juga selalu menegaskan pendiriannya bahwa presidential threshold dapat memperkuat sistem presidensial yang dianut Indonesia, agar presiden dan wakil presiden terpilih memiliki kesamaan frekuensi dengan suara mayoritas parlemen.
Dalam putusan ke-27, yaitu nomor perkara 4/PUU-XXI/2023, Mahkamah menegaskan bahwa mereka masih tetap pada pendirian itu dan belum berubah pikiran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.