JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang (UU) Kesehatan yang baru saja disahkan, Selasa (11/7/2023), mengatur ketentuan aborsi. Hal ini diatur dalam Pasal 60 dan ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 472.
Adapun salinan UU ini diterima Kompas.com dari anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher. Ia mendapatkan salinan tersebut dari Ketua Panja RUU Kesehatan, Emanuel Melkiades Laka Lena.
Baca juga: Pro Kontra UU Kesehatan yang Baru Disahkan
Mengutip salinan UU, Rabu (12/7/2023), setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam UU ini, ada tiga kriteria. Pertama, aborsi diperbolehkan dan hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan dibantu tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan wewenang.
Kedua, aborsi dapat dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri.
"(Aborsi dilakukan) dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan," tulis Pasal 60 ayat (2) UU Kesehatan.
Kemudian dalam Pasal 61, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, bertanggung jawab melindungi dan mencegah perempuan dari tindakan aborsi yang tidak aman serta bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai aborsi diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP)," tulis Pasal 62.
Ketentuan pidana terkait aborsi diatur dalam Pasal 427 hingga 429. Di pasal 427, beleid menyebutkan bahwa setiap perempuan yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan kriteria akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Adapun di Pasal 428 ayat (1), orang yang melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 60 pada seorang perempuan dengan persetujuannya, bisa dipidana 5 tahun. Sedangkan bila tanpa persetujuan perempuan tersebut, akan dipidana 12 tahun.
Jika perbuatan aborsi dengan persetujuan itu mengakibatkan kematian perempuan, maka dipidana 8 tahun. Pidananya menjadi lebih berat mencapai 15 tahun jika aborsi tanpa persetujuan perempuan dan mengakibatkan kematian.
Sedangkan Pasal 429 mengatur tentang pidana bagi tenaga medis yang melakukan aborsi.
Pasal 429 ayat (1) mengatur, tenaga medis atau nakes yang melakukan tindak pidana dalam pasal 428, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Mereka pun dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu yaitu hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu; dan/atau hak menjalankan profesi tertentu.
Namun demikian, pidana ini tidak berlaku bagi tenaga medis yang menangani korban pemerkosaan.
"Tenaga medis atau tenaga kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 tidak dipidana," jelas Pasal 429 ayat (3).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.