Meskipun politik uang ini telah diharamkan melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi penyebarluasan fatwa tersebut kurang intensif.
MUI menyatakan politik uang, termasuk mahar politik hukumnya haram. Jika pemilih diarahkan memilih orang lain dan dibayar, hukumnya haram. Baik orang yang diberi maupun pemberi melakukan perbuatan yang tergolong haram.
Posisi perempuan sebagai pemilih di pemilu juga rentan menjadi objek. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis berjudul Money Politics and Regression of Democracy: Women Voters Vulnerability in Transactional Politics (Case Study of 2019 Elections and 2020 Regional Elections In Indonesia) yang dipresentasikan pada 9th World Conference on Woman’s Studies 2023 di Bangkok, Thailand, menunjukkan pemilih perempuan memang rentan terkena politik uang.
Selain kurangnya literasi mengenai regulasi kepemiluan dan edukasi politik, pemilih perempuan yang sudah mengetahui bahwa politik uang itu dilarang tetap diterima.
Penulis sekaligus sebagai peneliti riset ini, mengategorisasi lima tipe pemilih. Pertama, pemilih menikmati politik uang.
Kedua, pemilih yang menolak politik uang, tetapi menerima uangnya. Ketiga, pemilih menolak politik uang dan menghindarinya, tetapi tidak mau melaporkan.
Keempat, pemilih menolak politik uang dan mau melaporkannya. Kelima, pemilih menyaksikan atau menerima informasi politik uang dan berani melaporkan.
Dari lima kategori tersebut, kategori satu dan dua mendapatkan persentase paling tinggi. Menariknya, dalam kelompok yang menikmati politik uang serta yang menolak politik uang, tetapi menerima uangnya, mayoritas adalah pemilih perempuan.
Dengan menggunakan pendekatan teori disonansi kognitif yang dicetuskan oleh Leon Festinger pada 1957, ada kondisi pemilih di mana antara perilaku dan keyakinan tidak sejalan.
Di situlah terjadi Moral Hazard pemilih yang disebabkan tekanan dari pihak lain, bimbang dalam memilih keputusan (kalau tidak menerima uang tidak bisa makan).
Pemilih mengetahui bahwa pilkada tujuannya untuk melahirkan pemimpin yang jurdil, tapi sampai saat ini ternyata nyaris tidak ada pemimpin yang berpihak pada rakyat. Ini menjadi tantangan seluruh pihak membangun kesadaran masyarakat agar menolak politik uang.
Program Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk melawan politik uang dengan tagline “Hajar Serangan Fajar” menjadi salah satu ikhtiar meminimalkan dan mencegah politik uang.
Sebab, jika hanya mengandalkan penegakan hukum pidana pemilu, maka tidak akan optimal.
Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu RI, para pelaku politik uang banyak menggunakan modus sel terputus sehingga sulit untuk dibuktikan dalam proses penegakan hukum (Bagja, 2023).
Upaya yang dilakukan oleh KPK menjadi solusi agar sikap permisif masyarakat terhadap politik uang bisa semakin mengecil.