JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, tidak seluruh masukan untuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan bisa diterima oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Bisa saja, kata Budi, dari 100 masukan yang masuk dari organisasi profesi (OP) dan stakeholder lainnya, hanya 40 masukan yang diterima. Menurutnya, hal itu wajar dalam demokrasi.
Adapun pernyataan ini menanggapi banyaknya pihak yang merasa kepentingan dan usulannya tidak diakomodir dalam rancangan UU terbaru itu. Mereka lantas meminta agar pembahasan RUU Kesehatan dihentikan.
"Bahwa kemudian ada yang merasa, 'Kok saya kasih 100 (masukan), enggak 100-nya diterima'. Ya wajar, namanya juga demokrasi," kata Budi dalam podcast yang ditayangkan Sekretariat Kabinet RI, dikutip Selasa (4/7/2023).
"Kita lihat dari 100, yang make sense diterima 50. DPR mungkin melihat yang make sense diterima cuma 40. Diskusi itu terjadi," imbuhnya.
Baca juga: Alasan RUU Kesehatan Dibuat, Menkes: Karena Saat Pandemi, Tak Ada Satupun Negara di Dunia Siap
Budi merasa, tidak semua poin atau masukan perlu ada dalam RUU Kesehatan. Namun, bukan berarti masukan tersebut tidak lantas diterima.
Ia menyatakan, bisa saja masukan-masukan lainnya justru terakomodir dalam aturan turunan sebagai aturan pelaksana, yang mengatur lebih rinci maksud dari UU.
"Kita bilang ya, dari 100 ini yang masuk 40. Kenapa? Yang 50 kita rasa enggak usah ditaruh di UU. Atau yang ini kayaknya enggak cocok dengan kondisi Indonesia, ya sudah akhirnya kita ambil yang 40," tutur Budi.
Lebih lanjut, Budi menyatakan pemerintah dan DPR RI telah membuka diskusi publik sebanyak 3 kali.
Baca juga: Rencana Pengesahan RUU Kesehatan di Tengah Perlawanan 5 Organisasi Profesi
Diskusi pertama dibuka oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada tahun lalu. Diskusi kedua dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat memetakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada Februari-April 2023.
Sedangkan diskusi ketiga dilakukan oleh Komisi IX DPR RI sekitar Mei hingga Juni 2023.
Dengan begitu, kata Budi, perancangan RUU sudah melibatkan banyak pihak yang penting di dalamnya.
"Dan kalau saya lihat daftar hadir, semua organisasi profesi, stakeholder, diundang. Ada Youtube (yang menayangkan diskusi) yang bisa dilihat. Semua terbuka kok, at least yang pemerintah saya bisa pastikan itu Youtube-nya bisa dilihat," beber dia.
Baca juga: BPJS Kesehatan Tanggung Jawab ke Menteri di RUU Kesehatan, YLKI: Menkes Mau Cawe-cawe?
Sebelumnya diberitakan, proses pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus berlanjut meski masih menuai pro dan kontra.
Terkini, keduanya sepakat untuk membawa RUU dengan metode omnibus law untuk masuk menuju pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna mendatang. Kesepakatan ini disetujui dalam rapat kerja bersama pada Senin (19/6/2023).
Sejak awal termasuk pada sesi public hearing, terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan sejumlah organisasi profesi. Pemerintah menilai ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan melalui RUU Kesehatan, termasuk penciptaan dokter spesialis.
Menurut pemerintah, dominasi organisasi kesehatan menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena mahalnya biaya pengurusan izin praktek. Padahal rasio dokter spesialis di Indonesia masih jauh di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization).
Terakhir, lima organisasi profesi mengancam akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika pembahasan RUU Kesehatan dilanjutkan. Mereka pun menjadikan mogok kerja sebagai salah satu opsi jika aspirasinya tidak didengar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.