Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPJS Kesehatan Tanggung Jawab ke Menteri di RUU Kesehatan, YLKI: Menkes Mau "Cawe-cawe"?

Kompas.com - 15/06/2023, 22:28 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi mempertanyakan pertanggungjawaban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diubah di dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan.

Di dalam RUU Kesehatan, BPJS Kesehatan bertanggung jawab kepada Menteri Kesehatan (Menkes). Sedangkan yang berlaku saat ini, BPJS Kesehatan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

Padahal, kata Tulus, keuangan dan eksistensi BPJS Kesehatan sudah terbentuk.

"JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) atau BPJS Kesehatan sudah settle ya, berbagai aturan sudah sangat kuat dan sebagai badan publik bertanggung jawab pada presiden. Tapi, dalam RUU Kesehatan akan dirontokkan dengan menyatakan JKN akan bertanggung jawab melalui Menkes. Ini apa maunya?" kata Tulus dalam konferensi pers secara daring, Kamis (15/6/2023).

Baca juga: ICW Sebut RUU Kesehatan Belum Mampu Jawab Masalah Korupsi Bidang Pelayanan Kesehatan

Tulus lantas menengarai Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin melakukan "cawe-cawe" dalam proses pertanggungjawaban JKN.

"Apakah ada semacam kecemburuan terhadap BPJS Kesehatan sehingga Kemenkes atau Menkes ingin ikut cawe-cawe dalam proses pertanggungjawaban JKN atau BPJS Kesehatan kepada presiden?" ujar Tulus.

Lebih lanjut, ia mengatakan, BPJS merupakan badan publik yang berdiri sendiri. Hal ini tentu tidak sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun lembaga lain yang masih mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pembiayaan BPJS sudah sangat jelas diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Baca juga: Pengesahan RUU Kesehatan Diminta Ditunda karena Tak Penuhi Partisipasi Bermakna

Jaminan tersebut diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Dengan tujuan, menjamin agar seluruh rakyat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan kesehatan.

"Jadi, sementara ini badan publik dan iuran ini milik publik. Bukan milik APBN, bukan milik BUMN. Jadi ingin menjadikan BPJS Kesehatan seperti BUMN, ini tidak benar," kata Tulus.

Sebelumnya, pihak BPJS Kesehatan dalam berbagai pemberitaan juga sempat bertanya-tanya mengapa pertanggungjawaban badan tersebut dialihkan.

Sanada dengan argumentasi yang disampaikan YLKI, dana yang ada di dalam BPJS Kesehatan memang sepenuhnya merupakan iuran peserta, bukan dari APBN.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Minta Pengesahan RUU Kesehatan Ditunda, Ini 7 Alasannya

Apabila menggunakan APBN, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai Peserta Bantuan Iuran (PBI) yang merupakan amanat UU, yakni setiap orang berhak memperoleh layanan kesehatan.

 

Tak hanya YLKI , beberapa organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan juga menyoroti hal yang sama.

Adapun organisasi profesi dan masyarakat tersebut, terdiri dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, dan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Mereka beranggapan, RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan Independensi BPJS yang sebelumnya diatur dalam UU BPJS.

Selain itu, juga dikatakan mengindikasikan bahwa BPJS Kesehatan dijadikan sebagai Instrumen birokrasi pemerintah.

Baca juga: YLBHI: RUU Kesehatan Bodong Naskah Akademiknya, seperti UU Cipta Kerja

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com