Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Memahami Visi Persatuan Prabowo: Apakah Kita Bisa Mengabaikan Peran Oposisi?

Kompas.com - 04/07/2023, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEMOKRASI sejati tidak hanya mencakup pemerintahan yang memperoleh kepercayaan rakyat melalui proses pemilihan, tetapi juga mencakup mekanisme pengecekan dan penyeimbangan (checks and balances) yang kuat.

Sistem ini diperlukan untuk menyeimbangkan kekuasaan dalam pemerintahan, dan merupakan salah satu prinsip fundamental dalam konstitusi banyak negara demokrasi, termasuk Indonesia.

Latar belakang pemikiran ini berasal dari pernyataan Prabowo Subianto yang berjanji untuk memasukkan semua pihak ke dalam pemerintahan jika ia memenangkan Pilpres 2024.

Dalam wawancara dengan Najwa Shihab, Prabowo berbicara tentang persatuan dan kerja sama, mengatakan bahwa keragaman suku dan daerah di Indonesia memerlukan kepemimpinan yang kompak dan kerja sama.

Meski ada kebenaran dalam pernyataan tersebut, kebijakan tersebut juga memiliki potensi untuk menimbulkan masalah, terutama dalam konteks pengecekan dan penyeimbangan dalam pemerintahan.

Pemilu 2019 telah menunjukkan kepada kita betapa berharganya keberadaan oposisi yang kuat dalam sistem pemerintahan kita.

Tanpa adanya oposisi yang efektif, pemerintah memiliki kecenderungan untuk mengeluarkan berbagai undang-undang yang bisa jadi otoriter, seperti UU Cipta Kerja dan pelemahan KPK, yang telah menuai banyak kritik dari berbagai pihak.

Tanpa adanya mekanisme pengecekan dan penyeimbangan yang mumpuni, langkah-langkah tersebut dapat dilakukan secara legal, meskipun mungkin tidak sesuai dengan kepentingan rakyat.

Penyatuan semua unsur politik ke dalam pemerintahan, sebagaimana yang disarankan oleh Prabowo, bisa mengakibatkan pelemahan oposisi, yang pada gilirannya dapat melemahkan pengecekan dan penyeimbangan.

Meski niatnya mungkin baik, yakni untuk mewujudkan kerja sama dan persatuan, namun cara tersebut berpotensi membuka jalan bagi kebijakan yang tidak populer, bahkan mungkin merugikan, bisa diloloskan tanpa perlawanan yang signifikan.

Selain itu, Prabowo juga menganalogikan politik layaknya sepakbola yang harus mengedepankan kerja sama jika ingin meraih kemenangan.

"Analoginya saya ini suka sepak bola, teamwork. Kita bisa menang kalau sebelas orang ini kerja sama, one team. Ini yang bisa jadi juara. Indonesia perlu kerja sama ini," katanya.

Walaupun analogi sepak bola yang diajukan Prabowo tampaknya logis, ada perbedaan mendasar antara bermain sepak bola dan memimpin negara.

Dalam sepak bola, memang tim yang bekerja sama dan bergerak sebagai satu unit biasanya lebih berhasil.

Namun dalam pemerintahan, diperlukan suatu bentuk kompetisi sehat, yang biasanya diberikan oleh oposisi, untuk memastikan bahwa kebijakan yang diusulkan memang dalam kepentingan terbaik rakyat.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com