Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Aksi 2 F-16 TNI AU Sergap 5 F-18 US Navy di Langit Bawean

Kompas.com - 03/07/2023, 15:54 WIB
Achmad Nasrudin Yahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 20 tahun lalu, tepatnya pada 3 Juli 2003, terjadi peristiwa Bawean.

Peristiwa ini merujuk pelanggaran wilayah udara nasional Indonesia oleh lima pesawat tempur F-18 Hornet United States Navy atau Angkatan Laut Amerika Serikat di atas Pulau Bawean, Jawa Timur.

Kelima F-18 Hornet awalnya dipergoki oleh sebuah pesawat penumpang yang langsung melaporkan ke menara Surabaya dan Jakarta.

Laporan ini direspons dengan pengerahan dua jet tempur F-16 milik TNI Angkatan Udara.

Dua jet menyergap dan berhasil menjalin komunikasi agar kelima jet asing ini keluar dari wilayah udara nasional Indonesia.

Lantas seperti apa peristiwa Bawean ini terjadi? Berikut ulasannya:

Kronologi

Ilustrasi: Foto tertanggal 10 Juni 2020 dari Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) menunjukkan jet tempur AS F/A-18E Super Hornet dari Eagles Strike Fighter Squadron (VFA) 115 berlatih manuver di kapal induk USS Ronald Reagan di Laut Filipina.US NAVY via AP Ilustrasi: Foto tertanggal 10 Juni 2020 dari Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) menunjukkan jet tempur AS F/A-18E Super Hornet dari Eagles Strike Fighter Squadron (VFA) 115 berlatih manuver di kapal induk USS Ronald Reagan di Laut Filipina.
Pada 5 Juli 2003, Harian Kompas melaporkan bahwa peristiwa Bawean bermula ketika Military Coordination Civil (MCC) Bandara Ngurah Rai, Bali, menangkap beberapa sasaran yang tiba-tiba muncul di sebelah barat laut Pulau Bawean pada Kamis (3/7/2003), pukul 11.38 waktu setempat.

Laporan sasaran itu diterima oleh Pos Sektor (Posek) II dan dimonitor di Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas).

Baca juga: TNI AU dan Angkatan Udara AS Latihan Bersama, Libatkan Pasukan Khusus dan Jet Tempur F-16

Selanjutnya, Posek II memerintahkan MCC Ngurah Rai dan MCC Juanda memonitor track lasa tersebut serta meminta konfirmasi tentang security clearance (SC) kepada Popunas.

Popunas menindaklanjuti dengan melakukan pengecekan kepada seluruh SC yang diterima Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas).

Asumsi sementara sesuai dengan flight approval nomor DDS: 819/UD/VI/2003 11/VI/03 bahwa lasa yang diterima adalah lima pesawat F-5 RSAF yang melaksanakan penerbangan Paya Lebar-Darwin-Amberley- Darwin-Paya Lebar.

Laporan sasaran yang diasumsikan sebagai flight RSAF tersebut tetap dimonitor. Dari hasil pengamatan selama satu jam ditemukan ketidaknormalan manuver dari pesawat.

Pukul 14.00-15.00, Popunas dan Posek II melakukan analisis singkat terhadap kegiatan penerbangan yang tidak mengadakan kontak radio sama sekali dengan Air Traffic Controller (ATC) Soekarno-Hatta, Cengkareng, maupun Bali.

Oleh karena itu, kemudian diputuskan untuk mengidentifikasi dengan menggunakan dua pesawat F-16 TNI AU yang siaga di Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur.

Dua F-16 ini yakni Falcon 1 TS-1603 dengan kru Kapten Ian/Kapten Fajar dan Falcon 2 TS-1602 dengan kru Kapten Tonny/Kapten Satriyo.

Pada pukul 17.25, Falcon 1 terlibat manuver jarak dekat dengan dua F-18 Hornet karena mereka mengambil posisi menyerang dan posisi Falcon 1 terancam.

Falcon 2 mengambil posisi sebagai support fighter. Falcon 1 melihat satu kapal fregat Angkatan Laut (AL) AS berlayar ke arah timur. Falcon 2 kemudian melaksanakan rocking the wing untuk menyatakan bahwa Falcon 1 tidak mengancam.

Baca juga: 6 Pesawat Tempur F-16 Milik Angkatan Udara AS Mendarat di Pekanbaru, Akan Latihan Bareng TNI AU

Berikutnya, Falcon 1 dapat berkomunikasi dengan Hornet di UHF 243.0 (guard freq). Hornet memberi informasi bahwa mereka dari AL AS yang terdiri dari beberapa kapal perang.

Mereka membawa pesawat dan mengklaim sudah memiliki izin lintas. Falcon 1 menyatakan sedang berpatroli dan hanya untuk mengidentifikasi. Setelah berkomunikasi, Hornet pergi menjauh dan tidak mengancam lagi.

Tak berkontak

Adapun lima F-18 Hornet ini berasal dari satu kapal induk yang sedang berkonvoi dengan sejumlah kapal perang di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).

Panglima Kohanudnas kala itu, Marsekal Muda Wresniwiro mengungkapkan, innocent visit di ALKI itu hanya untuk kapal laut.

"Sebelumnya mereka belum melakukan kontak. Setelah kami datang dengan dua pesawat F-16 meng-intercept dan mengidentifikasi, mereka baru melakukan kontak ke Surabaya," kata Wresniwiro.

Protes keras

Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia menyampaikan nota protes kepada Pemerintah Amerika Serikat.

Pemerintah Indonesia menyatakan keberatan atas manuver yang dilakukan oleh pesawat tempur AS di utara Pulau Bawean.

Baca juga: Jepang Pertimbangkan Ekspor Mesin Bekas Jet Tempur F-15 ke Indonesia, Idenya Dipasang di F-16

Nota protes tersebut meminta Pemerintah AS menghargai dan menghormati kedaulatan wilayah Indonesia yang telah dikuatkan oleh Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982.

"Kita ini tidak selemah yang mereka (AS) duga. Kita memang tidak ingin membuat hubungan kedua negara menjadi buruk, tetapi kita juga tidak ingin mereka tidak mengakui kedaulatan kita," ujar Menteri Kehakiman dan HAM (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (8/7/2003), dikutip dari Harian Kompas edisi 9 Juli 2003.

Yusril mengatakan, pada prinsipnya Pemerintah Indonesia tidak ingin membuat hubungan Indonesia-AS menjadi buruk.

Namun, Pemerintah Indonesia perlu menegaskan kepada Pemerintah AS agar tidak begitu saja masuk ke wilayah Indonesia. Untuk itu, Pemerintah Indonesia melayangkan nota protes yang menyatakan keberatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com