Isu mengenai keberadaan gerakan bawah tanah Negara Islam Indonesia (NII) kembali mencuat seiring dengan kontroversi di balik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun dan pimpinannya, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang.
Meski cerita mengenai orang-orang yang direkrut oleh kelompok itu terus muncul, tetapi selama ini persoalan itu terkesan mengambang dan tidak terdapat langkah tegas buat menyelesaikannya.
Di sisi lain, berbagai kontroversi juga menyelimuti Ponpes Al Zaytun yang kini kembali menjadi sorotan publik.
Panji juga disebut-sebut terkait dengan gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9). Meski sudah beberapa kali dilaporkan, keberadaan kelompok NII KW 9 disebut-sebut tidak mudah dibuktikan karena selalu bergerak di bawah tanah.
Baca juga: Temuan MUI Perkuat Dugaan Pesantren Al Zaytun Terafiliasi NII
Menurut mantan aktivis NII pada 1996 sampai 2001, Sukanto, gerakan itu memang menargetkan kelompok tertentu buat direkrut menjadi anggotanya.
Sukanto mengatakan, urat nadi gerakan NII ada 2 bentuk, yaitu perekrutan dan pengumpulan dana.
Dalam perekrutan itu, calon anggota akan dirayu buat mengikuti ajakan diskusi atau kegiatan lain. Setelah berhasil, para perekrut kemudian akan melakukan indoktrinasi kepada calon anggota.
Doktrin yang selalu ditanamkan kepada calon anggota, kata Sukanto, adalah mereka harus hijrah dari posisi sebagai warga negara Indonesia menjadi warga NII.
Buat melengkapi proses hijrah maka calon anggota harus memberikan sedekah dengan tujuan menyucikan diri. Menurut Sukanto terdapat berbagai macam alur perekrutan NII.
Baca juga: Wali Santri Ponpes Al Zaytun Laporkan Balik Pendiri NII Crisis Center ke Polri
Untuk kalangan mahasiswa, mereka akan didekati oleh perekrut yang juga bersikap selayaknya mahasiswa.
Cara perekrut menyampaikan ajakan kepada calon anggota adalah dengan menceritakan idealisme tentang kebesaran sejarah ilmu Islam. Proses itu berjalan berkali-kali hingga pergaulan sang target diisolasi sehingga mudah diindoktrinasi.
"Kalau sudah dibaiat, bisa setiap hari ditelepon pada jam 22.00-03.00," kata Sukanto saat menceritakan pengalamannya di hadapan mahasiswa Universitas Dharma Persada, Jakarta, seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 6 Mei 2011.
Menurut Sukanto, orang-orang NII yang diutus menjadi perekrut ada yang pernah menimba ilmu di Al Zaytun.
Baca juga: Panji Gumilang Dilaporkan Pendiri NII Crisis Center ke Bareskrim Polri
Sukanto saat itu mengatakan, Al Zaytun disebut-sebut merupakan pusat kaderisasi gerakan NII KW 9. Bahkan menurut dia, sepertiga santri di pondok pesantren itu merupakan anak dari warga NII.
Lantas dua pertiganya adalah siswa dari kalangan umum. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum dari Kementerian Pendidikan Nasional. Namun, kata Sukanto, santri baru mendapat doktrin mengenai ajaran NII pada jenjang kelas tiga.