Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Umat Islam Dibuat Resah NII dan Polemik Al Zaytun Sejak Lama...

Kompas.com - 02/07/2023, 14:34 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Teka-teki yang menyelimuti Pondok Pesantren Al Zaytun serta pimpinannya, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, dan dugaan afiliasi dengan gerakan bawah tanah Negara Islam Indonesia (NII) sudah pernah disampaikan oleh sejumlah perwakilan umat Islam jauh-jauh hari.

Lembaga pendidikan itu menjadi sorotan publik lantaran penuh kontroversi. Selain itu, umat Islam juga mempertanyakan sumber dana buat membangun kompleks pondok pesantren yang cukup megah yang terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Dari segi ibadah, Ponpes itu menerapkan cara yang tidak biasa, misalnya saf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara laki-laki dan perempuan.

Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan laki-laki.

Karena kontroversi itu, pemerintah bakal menerapkan sanksi administrasi hingga sanksi pidana.

Baca juga: Mengurai Jejak Panji Gumilang dan Al Zaytun dalam Jaringan NII

Selain menerapkan cara beribadah yang berbeda, Panji juga disebut-sebut terkait dengan gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9).

Meski sudah beberapa kali dilaporkan, keberadaan kelompok NII KW 9 disebut-sebut tidak mudah dibuktikan karena selalu bergerak di bawah tanah.

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) sudah menyampaikan tentang sepak terjang NII yang meresahkan umat Islam kepada pemerintah sekitar 12 tahun silam.

Mereka bahkan mengimbau supaya pemerintah jangan terus membiarkan isu NII mengambang tanpa kejelasan. Penyebabnya jika hal itu dibiarkan dianggap kian meresahkan, mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekaligus mengusik rasa aman masyarakat.

DDII juga menilai gerakan NII tidak sesuai dengan Islam.

Baca juga: Ridwan Kamil Sebut Keputusan Pemerintah soal Al Zaytun Disampaikan Pekan Depan

"Mereka membenarkan tindakan mencuri dan sebagainya. Kelompok ini ingin menodai Islam karena Islam tidak membenarkan tindakan seperti itu. Jadi, jangan karena ingin mendirikan negara Islam, tetapi menggunakan cara yang menghalalkan segala cara," kata Ketua DDII Syuhada Bahri, di Kompleks Istana Presiden, seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 13 Mei 2011.

Saat itu Syuhada ditemani sejumlah pengurus DDII yang menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut Syuhada, saat ini orang tidak perlu mengada-ada dengan melakukan gerakan mendirikan negara yang tidak seusai dengan NKRI dan dasar negara Pancasila.

"Ya, sudahlah, Indonesia saja. Di dalam Pancasila, ada Ketuhanan Yang Maha Esa, orang bisa menjabarkannya sesuai dengan sisi pandangnya masing-masing," ujar Syuhada.

Baca juga: Panji Gumilang Dilaporkan Pendiri NII Crisis Center ke Bareskrim Polri

 

Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Ali Munhanif saat itu mengatakan, kelompok NII yang masih bergerak di bawah tanah mengalami pasang surut selama puluhan tahun, dan pemerintah mengetahuinya.

Dia mengatakan, beberapa mantan anggota atau pejabat NII juga sudah memberikan kesaksian dan informasi penting mengenai gerakan itu.

Begitu pula sejumlah pengamat dengan analisisnya. Namun, pemerintah membiarkan semuanya berlarut-larut, tanpa tindakan tegas. Kisruh NII akhirnya terus menjadi mengambang, penuh teka-teki, termasuk keberadaan Pondok Pesantren Al-Zaytun yang kerap dipenuhi tanda tanya.

"Semakin dibiarkan mengambang, isu ini kian memberikan peluang dimanfaatkan bagi kepentingan politik tertentu," kata Ali.

Baca juga: Ponpes Al-Zaytun, Disebut Terafiliasi NII tapi Tetap Beroperasi Selama 30 Tahun

Menurut Ali, jika gerakan NII tidak ditindak tegas dan kekuatan di belakang Ponpes Al Zaytun tak diungkap, maka hal itu berbahaya karena bisa memunculkan ancaman dari dalam terhadap kedaulatan NKRI.

Isu ini juga kembali membuka konflik lama antara kelompok nasionalis dan Islam yang sebenarnya dianggap sudah selesai.

Halaman:


Terkini Lainnya

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com