Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"KPK Pernah Jadi Model yang Dipuja-puji Banyak Negara, Kisah Sukses Pemberantasan Korupsi..."

Kompas.com - 30/06/2023, 18:06 WIB
Irfan Kamil,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menilai, revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat masyarakat sipil yang membesarkan lembaga antirasuah itu menjadi terlupakan.

Diketahui, UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK merupakan revisi dari Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal ini disampaikan Todung Mulya menanggapi berbagai kasus yang terungkap dari internal KPK akhir-akhir ini. Misalnya, pungutan liar (pungli) yang terjadi di rumah tahanan (rutan).

Menurut Todung Mulya, KPK pernah menjadi lembaga yang dicontoh di dunia dalam pemberantasan korupsi. Namun, setelah undang-undangnya direvisi, kondisi KPK malah menurun.

"KPK itu pernah jadi model yang dipuja-puji banyak negara di dunia, sebagai satu kisah sukses dalam memberantas korupsi," kata Todung Mulya dalam acara Satu Meja Kompas TV yang dikutip Kompas.com, Kamis (29/6/2023).

 Baca juga: Pimpinan KPK Ungkap Kasus Pungli Penyelundupan Ponsel di Rutan Sudah Terjadi sejak 2018

"Kalau saya membandingkan Undang-undang KPK yang sekarang hasil revisi dengan yang sebelumnya saya tentu akan memilih undang-undang sebelumnya, sebelum direvisi," ucapnya.

Todung Mulya meyakini, jika aturan KPK kembali kepada undang-undang sebelum direvisi lembaga antirasuah itu bakal kembali kuat seperti sebelumnya.

Pengamat antikorupsi ini menilai, Undang-undang KPK hasil revisi membuat komisi antirasuah itu menjauh dari masyarakat sipil yang membesarkan lembaga tersebut.

"Kalau kita kembali kepada undang-undang itu, saya yakin KPK akan bisa mendapat support, dukungan, dari publik yang lebih luas," kata mantan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia itu.

"Sebab, kekuatan KPK sebetulnya bukan pada undang-undangnya, bukan pada pemerintah, bukan pada DPR, tapi pada dukungan civil society, ini yang dilupakan oleh KPK selama ini," ucapnya melanjutkan.

 Baca juga: Demoralisasi dan Degradasi KPK Dinilai Terjadi Setelah Revisi Undang-Undang

Todung Mulya yang juga mantan Ketua Tranparancy International Indonesia (TII) itu berpandangan, masyarakat sipil merupakan bagian penting dari kekuatan KPK selama ini.

Kondisi ini, kata dia, berubah setelah Undang-undang KPK direvisi yang menyebabkan lembaga antikorupsi itu tidak lagi dekat dengan masyarakat sipil.

"Jadi, KPK itu menjauh dari civil society, dari masyarakat pada umumnya, dan ini yang menurut saya dilupakan oleh KPK, backbone KPK itu adalah civil society, masyarakat-masyarakat yang sangat kritis terhadap pemberantasan korupsi selama ini," papar Todung Mulya.

Kendati demikian, advokat senior ini enggan mencampuri desakan sejumlah pihak yang meminta Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengembalikan kondisi KPK. Namun, Todung Mulya menilai, tidak akan ada perubahan besar di tubuh KPK jika aturan yang digunakan sebagaimana hasil revisi tahun 2019.

"Kalau harus melakukan Perppu ya silakan, saya tidak menutup kemungkinan itu, karena menurut saya, dengan undang-undang yang sekarang ini, hasil revisi, KPK tidak akan bisa melakukan perubahan yang cukup signifikan," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com