Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepada Jokowi, Dua Eksil Peristiwa 1965 Ceritakan Pengalaman Saat Tak Bisa Pulang ke Indonesia

Kompas.com - 27/06/2023, 19:14 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua warga negara Indonesia (WNI) yang kini menjadi warga negara Rusia dan Republik Ceko menceritakan pengalamannya saat tidak dapat pulang ke Indonesia karena peristiwa 1965.

Cerita itu disampaikan keduanya kepada Presiden Joko Widodo saat peluncuran program pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, pada Selasa (27/6/2023)

Kedua WNA tersebut, yakni Suryo Hartono dan Sudaryanto Priyono, yang kini telah berusia lanjut.

Baca juga: Saat Jokowi Tawari Eksil Korban Peristiwa 1965 untuk Kembali Jadi WNI...

Dahulu, mereka merupakan WNI yang merantau ke luar negeri di usia dua puluhan setelah mendapat beasiswa untuk belajar di Rusia dan Ceko saat era Presiden pertama RI, Soekarno.

“(Saya) tidak bisa kembali (ke Indonesia) karena saya dicabut paspor,” ucap Suryo Martono saat berbincang dengan Presiden Joko Widodo sebagaimana dilansir siaran pers Sekretariat Presiden.

Suryo bercerita, pada tahun 1965, dirinya tengah menjalani pendidikan di salah satu universitas di Ceko melalui beasiswa yang diberikan oleh Kementerian Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP).

Baca juga: Jokowi: Pemerintah Akan Bangun Living Park di Rumoh Geudong Aceh

Kemudian pada 30 September 1965 terjadi peristiwa di Tanah Air yang mengakibatkan dicabutnya paspor milikinya bersama sejumlah mahasiswa Indonesia yang berada di sana.

“Saya dan 16 teman-teman di PPI Ceko waktu itu dicabut semua (paspornya) karena tidak mau, kita tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru,” tutur Suryo.

Sementara itu, Sudaryanto Priyono menceritakan bahwa akibat dari peristiwa tahun 1965, dirinya yang pada saat itu tengah menjalani pendidikan di salah satu universitas di Moskow, Rusia kehilangan kewarganegaraannya sebagai warga negara Indonesia.

“Karena saya tidak memenuhi syarat skrining terhadap itu dilakukan di mana, di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno, ini yang langsung tidak saya terima," ungkap Sudaryanto.

Baca juga: Soal Kasus HAM Berat, Jokowi: Saya Kira Normal, Negara-negara Lain Juga Punya Sejarah

"Dan akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya menerima surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan,” tuturnya.

Presiden Jokowi pun sempat menawarkan apakah keduanya mau menjadi WNI kembali.

"Pak Daryanto, sama Pak Suryo ingin jadi WNI lagi enggak?" tanya Jokowi.

Sudaryanto kemudian menjawab bahwa keinginan menjadi WNI kembali itu telah direncanakan.

Sebab saat ini dirinya sudah memiliki keluarga di Rusia dan sudah punya tiga cucu.

Baca juga: Rumoh Geudong Dihancurkan, Jokowi Ingin Ingatan Soal Pelanggaran HAM Aceh Dilihat dari Perspektif Positif

"Sudah direncanakan, Pak. Soalnya saya bukan sendirian. Jadi sudah punya tiga cucu. Ada tiga cucu," jawab Sudaryanto.

"Oh punya keluarga. Istri dari Rusia? Wah bawa ke Indonesia kan belum tentu mau kan ya?" tanya Jokowi lagi.

"Belum tentu tapi kalo diyakinkan saya kira bisa," kata Sudaryanto.

Presiden Jokowi kemudian bertanya kepada Suryo.

"Kalau Pak Suryo ingin kembali?" tanya Jokowi.

Suryo menyatakan dia belum memiliki rencana menjadi WNI lagi.

Baca juga: Heru Budi Luruskan Info Harga Ayam di Pasar Palmerah yang Disorot Jokowi, Bukan Rp 50.000 Per Kg

Sebab menurutnya, pengakuan Indonesia terhadap peristiwa 1965-1966 sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu tidak pernah disangkanya.

"Saya belum punya rencana karena situasi yang semacam ini, ini buat saya kejutan. Saya tidak mengira bahwa bisa terjadi langkah-langkah di dalam saya masih hidup," kata Suryo.

"Terus terang saja ini adalah suatu saat yang bersejarah bukan saja buat saya, saya sih sudah tidak, bukan apa, lagi-lagi, yang terutama yang buat generasi muda maju ke depan," tegasnya.

Mendengar penjelasan Sudaryanto dan Suryo, Jokowi menegaskan apabila keduanya ingin menjadi WNI kembali maka akan diterima dengan gembira.

Sebab hal itu sebagai penegasan bahwa Indonesia melindungi warganya.

Baca juga: Gemas Ditanya RUU Perampasan Aset, Jokowi: Masa Ulang Terus? Dorong Saja DPR

"Jika ingin kembali jadi WNI, saya gembira dan kita semua, saya kira gembira. Untuk menunjukkan bahwa memang negara ini melindungi warganya. Bapak terima kasih, silakan kembali," ujar Jokowi sambil mempersilakan keduanya duduk kembali.

Sebut pemerintah ambil langkah berani

Dalam kesempatan terpisah, Suryo mengapresiasi program yang diluncurkan pemerintah dalam pelaksanaan rekomendasi penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat.

Suryo menilai hal tersebut menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap para korban.

“Jadi ini walaupun mungkin tidak memuaskan semua pihak tapi buat saya pribadi ini merupakan langkah yang berarti untuk memberikan ketentuan bahwa ini diurusi dengan sangat serius dan tanpa pamrih,” tuturnya.

Suryo pun berharap agar hal serupa tidak terjadi kembali kepada generasi muda saat ini.

Baca juga: Jokowi Resmi Luncurkan Penyelesaian Non-Yudisial untuk 12 Peristiwa Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

“Agar generasi muda dan yang akan datang tidak mengalami nasib-nasib yang kita alami, bukan seperti kita tapi seperti 12 kasus HAM berat yang telah terjadi,” ucapnya.

Sementara itu, Sudaryanto menyebut bahwa langkah yang diambil pemerintah ini merupakan langkah yang penuh keberanian dan menunjukan kebijaksanaan yang penuh dengan tanggung jawab.

“Kami tidak menyangka bahwa pemerintah masih peduli dengan kami yang ada di luar, dan ini menunjukkan kebijaksanaan Pak Joko Widodo yang cukup tinggi, kebijaksanaan yang penuh tanggung jawab,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangkan Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangkan Pilpres

Nasional
Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Bantah Menang Pilpres Akibat Bansos, Prabowo: Tuduhan Kosong

Nasional
[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta 'Uang Pelicin' ke Kementan

[POPULER NASIONAL] Reaksi Usai Prabowo Tak Mau Pemerintahannya Diganggu | Auditor BPK Minta "Uang Pelicin" ke Kementan

Nasional
Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com