JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhyono (SBY) angkat bicara soal pernyataan Presiden Joko Widodo terkait cawe-cawe Pemilu 2024. Beberapa waktu lalu, perihal ini menjadi kontroversi.
Awalnya, Jokowi membuat pengakuan bahwa dirinya dirinya cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024. Presiden mengeklaim, sikap itu demi kepentingan bangsa dan negara.
Menurut Jokowi, cawe-cawe tersebut merupakan bentuk tanggung jawab moral dirinya sebagai presiden pada masa transisi kepemimpinan nasional 2024.
“Menjadi tanggung jawab moral saya sebagai presiden dalam masa transisi kepemimpinan nasional di 2024 ya harus menjaga agar transisi kepemimpinan nasional serentak pilpres itu bisa berjalan dengan baik tanpa ada riak-riak yang membahayakan negara bangsa,” katanya usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P, Selasa (6/6/2023).
Baca juga: SBY Rilis Buku Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi, Apa Isinya?
Mantan Wali Kota Solo itu mengaku tak ingin penyelenggaraan Pilpres 2024 tersandung hambatan. Dengan demikian, ikut campur dalam hal ini adalah untuk memastikan pesta demokrasi berjalan baik.
“Masa riak-riak yang membahayakan negara dan bangsa saya disuruh diam? Kan enggaklah,” tutur Jokowi.
Pengakuan Jokowi ini menuai pro dan kontra. Sebagian pihak khawatir bahwa Presiden terlalu jauh mencampuri urusan pesta demokrasi.
Setelah perdebatan tentang cawe-cawe Jokowi surut, SBY mengungkap pandangannya yang soal ini. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu membela Jokowi soal cawe-cawe, tapi sekaligus mewanti-wanti soal isu yang berkembang.
Pendapat SBY itu dituangkan dalam buku setebal 27 halaman berjudul The President Can Do No Wrong: Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi yang dirilis pada Senin (26/6/2023).
Buku itu berisi lima poin penting. Pada intinya, SBY bicara soal urusan cawe-cawe Pemilu 2024 hingga endorsement calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Baca juga: SBY Persilakan Jokowi Endorse Bakal Capres Asal Tak Gunakan Perangkat Negara
Dalam bukunya, SBY mengatakan, sah-sah saja jika presiden cawe-cawe dalam urusan Pemilu Presiden (Pilpres) 2024. Apalagi, jika cawe-cawe itu untuk tujuan yang baik, demi kepentingan bangsa dan negara.
“Saya pikir kita tidak boleh serta merta mengatakan bahwa apa yang dilakukan Pak Jokowi itu tidak baik atau salah. Itu pendapat saya. Meskipun saya memiliki pandangan yang secara fundamental berbeda dengan beliau, tak boleh saya mengatakan bahwa yang Pak Jokowi lakukan tidak baik, sebaliknya, yang saya lakukan dulu yang lebih baik. Saya menghormati pilihan beliau,” katanya.
Namun demikian, menurut SBY, Jokowi juga harus berhati-hati mengartikan “cawe-cawe" untuk kepentingan bangsa dan negara”. Jika dikaitkan dengan Pilpres 2024, cawe-cawe harus tepat dan tidak bias.
SBY mengatakan, kepentingan nasional, tidaklah sama dengan kepentingan politik seorang presiden, kepentingan politik partai, atau pihak manapun.
Baca juga: 18 Tahun Silam, Awal “Perang Dingin” SBY-Megawati Dimulai…
Oleh karenanya, Jokowi perlu meyakinkan rakyat bahwa cawe-cawe yang dia maksud adalah benar-benar demi kepentingan bangsa dan negara, bukan hal lainnya.
“Mengapa rakyat perlu diyakinkan? Ya karena dalam pilpres mendatang rakyatlah yang akan memilih presiden mereka untuk periode lima tahun ke depan. Bukan Presiden, bukan MPR, bukan partai politik, bukan pula kalangan orang-orang kaya dalam iklim plutokrasi (money talks). Sekali lagi yang memilih adalah rakyat Indonesia, pemegang kedaulatan yang sejati,” tutur SBY.
SBY juga membela Jokowi terkait kabar yang menyebutkan bahwa mantan Gubernur DKI Jakarta itu hanya menghendaki dua pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024, bukan tiga, apalagi empat. Lagi-lagi, menurut SBY, tak ada yang salah dengan ini.
“Siapa pun di negeri ini, termasuk presiden, tidak dilarang untuk punya kehendak dan harapan. Nothing wrong with him,” katanya.
Bisa jadi, kata SBY, Jokowi melakukan berbagai upaya politik untuk mencapai tujuannya itu. Sebagian kalangan mengingatkan bahwa jangan sampai presiden menghalalkan segala cara.