“Jika untuk menyukseskan ‘jago’ yang didukungnya Presiden Jokowi melakukan kerja politik, menurut pendapat saya itu juga tidak keliru.” ucap SBY.
Baca juga: Demokrat Sebut SBY Sudah Lama Ingin Rekonsiliasi dengan Megawati
Namun demikian, SBY mengingatkan, tidak boleh ada sumber daya negara yang digunakan presiden untuk mendukung pencalonan capres-cawapres yang dia dukung. Jika perangkat negara, termasuk fasilitas dan uang negara digunakan untuk kepentingan tersebut, selain tidak etis, hal itu juga melanggar undang-undang.
Menurut SBY, siapa pun di negeri ini, termasuk presiden, jika melakukan perbuatan sehingga sebuah pemilihan umum, termasuk pilpres, benar-benar tidak bebas, tidak jujur, dan tidak adil, maka perbuatan itu bisa disebut melanggar konstitusi.
“Ingat, amanah UUD 1945, “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” katanya.
SBY pun berkomentar soal kabar yang menyebutkan bahwa kelak Jokowi yang akan menentukan dan memberikan kata akhir siapa pasangan capres-cawapres yang mesti diusung oleh partai-partai politik. Jika hal ini benar, menurut SBY, Jokowi tak bisa disalahkan.
Seandainya memang yang menentukan capres dan cawapres adalah Jokowi dan bukan parpol-parpol yang bersangkutan, SBY bilang, yang mesti dikritisi adalah para pemimpin partai politik, mengapa mereka mau diperlakukan begitu.
Akan tetapi, kalau para pemimpin serta seluruh kader parpol tidak menolak peran presiden dalam penentuan capres dan cawapres, maka, urusan selesai. Presiden dan pimpinan parpol tak bisa disalahkan karena hal itu terjadi atas dasar “mau sama mau”.
“Jadi, jika hubungan antara Presiden Jokowi dengan para pemimpin parpol itu, khususnya dalam penetapan capres atau cawapres yang mesti didukung berdasarkan ‘mau sama mau’, yang juga tidak bertentangan dengan undang-undang, sepenuhnya hak mereka. Sah dan tidak boleh dipersalahkan,” ucap SBY.
“Ini pendapat saya, meskipun ketika saya menjadi Presiden dulu jalan yang saya pilih berbeda dengan yang Pak Jokowi pilih,” tuturnya.
Di akhir bukunya, SBY pun berpesan agar tindakan-tindakan yang mengganggu dan berbahaya dalam rangkaian Pemilu 2024 dihentikan. Rencana-rencana ke depan yang melanggar hukum dan keadilan juga hendaknya diurungkan.
Dia mewanti-wanti, jangan sampai karena kealpaan dan kesalahan pemimpin berakibat pada tercorengnya pemilihan umum di Indonesia.
“Kalau musibah ini terjadi, sejarah akan mencatat dan rakyat akan mengingat selamanya bahwa pemilu ke-5 di era demokrasi ini tidak bebas, tidak jujur dan tidak adil. Juga bisa tidak damai akhirnya. Kalau ini sungguh terjadi, Ibu Pertiwi akan menangis dan bangsa Indonesia akan kembali berkabung,” tuturnya.
Baca juga: Demokrat Sebut SBY Sudah Buka Diri untuk Rekonsiliasi, Tinggal Megawati
SBY mengatakan, istilah “the president can do no wrong” bukan berarti “presiden tidak boleh disalahkan, dia selalu benar”.
“Apa yang saya sampaikan di artikel ini berangkat dari niat dan tujuan yang baik. Jika banyak yang mengait kepada presiden kita, Pak Jokowi, ini semata-semata agar beliau tidak melakukan kesalahan yang serius,” kata SBY.
Setelah tanggal 20 Oktober 2024 nanti, lanjut SBY, Jokowi akan mengakhiri masa tugasnya sebagai presiden. Dia yakin, Jokowi ingin menutup pengabdiannya dengan baik.
Oleh karenanya, SBY meminta pihak-pihak yang berada di sisi Jokowi untuk membantu dan mengawal presiden dengan benar hingga akhir masa jabatan.
“Tak ada di dunia ini, presiden yang tidak ingin mengakhiri pengabdiannya secara soft, happy landing, dan tentunya bukan hard landing, apalagi crash. Beliau juga ingin punya legacy dan diingat dengan baik oleh rakyat,” tutur presiden keenam RI itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.