Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies di Antara Yenny Wahid dan Khofifah, Siapa Dipilih Jadi Cawapres?

Kompas.com - 27/06/2023, 06:00 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, belum ditetapkan.

Koalisi Perubahan yang digagas Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah sepakat untuk menyerahkan ihwal bakal cawapres sepenuhnya ke Anies.

Katanya, sosok calon RI-2 itu bakal diumumkan sepulang Anies beribadah haji. Adapun Anies bertolak ke Tanah Suci sejak 22 Juni 2023 kemarin.

“Sepulang dari haji, Insyaallah beliau akan umumkan (cawapres)," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS sekaligus anggota Tim Delapan Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Muzzammil Yusuf, Jumat (23/6/2023).

Baca juga: Cawapres Anies Diumumkan Usai Pulang Haji, Yenny Wahid Masuk Bursa?

Belakangan, mencuat nama baru di bursa cawapres Anies, yakni putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Yenny Wahid. Nama Yenny dimunculkan oleh Nasdem.

Bukan sekali ini saja sosok politisi perempuan mencuat sebagai kandidat cawapres Anies. Sebelumnya, nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa juga sempat masuk radar calon RI-2.

Lantas, bagaimana peluang keduanya? Mungkinkah Anies memilih Yenny Wahid atau Khofifah sebagai cawapresnya?

Munculnya nama Yenny Wahid

Nama Yenny Wahid baru-baru ini disebut oleh Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali. Dia mengaku mendorong Yenny menjadi bakal cawapres Anies.

Sebab, menurutnya, Yenny punya latar belakang mumpuni untuk bersanding dengan Anies pada pemilihan presiden mendatang.

Baca juga: Nasdem-Demokrat Tak Satu Suara Soal Cawapres Anies, PKS Pilih di Tengah

“Saya secara pribadi akan sangat bahagia jika Anies memilih dia, karena bukan lagi mandat saya sebagai wakil ketua umum partai, mandat itu ada sama Mas Anies,” ujar Ali kepada Kompas.com, Jumat (23/6/2023).

“Tapi sekali lagi, sebagai seorang sahabat dari Yenny, saya akan mengatakan sangat bahagia jika dia dipilih Anies jadi calon wakil presiden,” sambung dia.

Sebagai putri Gus Dur, Yenny dinilai mewarisi pemikiran ayahnya yang menjunjung tinggi pluralisme. Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga dianggap punya wawasan kebangsaan global dan sosok yang mewakili Nahdlatul Ulama (NU).

“Memiliki kemampuan berdiplomasi yang luar biasa, dia mewakili gender, dia bisa kita katakan mewakili Nahdlatul Ulama karena di darah dia mengalir darah pendiri Nahdlatul Ulama,” ujar Ali.

Meski menyerahkan keputusan pemilihan bakal cawapres pada Anies, menurut Ali, Yenny bisa menjadi figur pelengkap untuk memikat konstituen.

“Sehingga, naif kalau kita katakan Yenny Wahid itu tidak menjadi salah satu orang yang dipandang pantas mendampingi Mas Anies,” tuturnya.

Tokoh Nahdlatul Ulama Yenny Wahid setelah menghadiri pernikahan komika Kiky Saputri dan Muhammad Khairi di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2023).KOMPAS.com/ MELVINA TIONARDUS Tokoh Nahdlatul Ulama Yenny Wahid setelah menghadiri pernikahan komika Kiky Saputri dan Muhammad Khairi di The Tribrata Darmawangsa, Jakarta Selatan, Sabtu (28/1/2023).
Namun demikian, gagasan Nasdem itu tampaknya tak disambut baik oleh Demokrat. Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengingatkan partai pimpinan Surya Paloh itu untuk mematuhi perjanjian pembentukan Koalisi Perubahan soal penentuan cawapres.

“Silakan kalau yang lain mau bahas-bahas cawapres. Tapi, kalau Demokrat sudah tuntas, sudah final, kita sudah tanda tangan piagam, sudah kita serahkan (penentuan bakal cawapres) pada Mas Anies. Sudah clear, kita dukung,” ujar Herzaky kepada Kompas.com, Jumat (23/6/2023).

Herzaky mengatakan, saat ini Anies sudah mengantongi satu nama bakal cawapres. Namun, nama itu masih dirahasiakan dari publik.

Menurutnya, keputusan Anies soal bakal cawapres tersebut mesti dihormati oleh semua pihak di internal Koalisi Perubahan.

“Kalau Mas Anies sudah memilih, janganlah diganggu-ganggu, jangan dijegal-jegal, jangan diotak-atik. Biarkan Mas Anies dong,” katanya.

Baca juga: Deklarasi Bacawapres Koalisi Perubahan Kemungkinan Setelah Anies Haji

Sebelumnya sosok Khofifah

Sebelum Yenny Wahid, nama Khofifah Indar Parawansa lebih dulu muncul dalam radar cawapres Anies. Sosok Gubernur Jawa Timur itu diusulkan oleh PKS.

Politikus PKS Mardani Ali Sera mengatakan, dari sejumlah nama, sosok Khofifah menguat sebagai cawapres usulan pendamping Anies di internal partainya.

"Bu Khofifah banyak dibincangkan di internal, karena pertama memang cool (keren) orangnya, kemudian basisnya Jawa Timur, bisa memperkuat elektabilitas Mas Anies agak bisa kita ambil buat pemilih perempuan, dan mudah-mudahan terbuka akses ke teman-teman Nahdalatul Ulama," kata Mardani dalam diskusi virtual, Sabtu (13/5/2023).

Ketua umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa menyampaikan tausiah saat peringatan Harlah ke-77 Muslimat NU di Alun-alun Kota Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (28/5/2023). Harlah yang dihadiri ribuan anggota Muslimat NU tersebut mengusung tema Menguatkan Peran Muslimat NU dalam Membangun Peradaban.ANTARA FOTO/ANIS EFIZUDIN Ketua umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa menyampaikan tausiah saat peringatan Harlah ke-77 Muslimat NU di Alun-alun Kota Temanggung, Jawa Tengah, Minggu (28/5/2023). Harlah yang dihadiri ribuan anggota Muslimat NU tersebut mengusung tema Menguatkan Peran Muslimat NU dalam Membangun Peradaban.

Selain Khofifah, Mardani mengungkap nama Wakil Majelis Syuro PKS Ahmad Heryawan atau Aher dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurutnya, kedua nama itu juga banyak dibincangkan di internal PKS sebagai kandidat cawapres Anies.

Mardani mengatakan, Aher berpengalaman sebagai Gubernur Jawa Barat pada periode 2004-2008 dan 2008-2018. Sementara, AHY dianggap sebagai politikus muda yang berprestasi.

"Perlu disebut mas AHY buat saya sangat top list. Karena beliau Ketua Umum Partai bawa 54 kursi, kemudian muda, berprestasi," tuturnya.

Yenny atau Khofifah?

Terkait ini, Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam mengatakan, selama bakal cawapres Anies belum diumumkan, semua nama, termasuk Yenny Wahid dan Khofifah Indar Parawansa, berpeluang mendampingi bakal capres Koalisi Perubahan itu.

Sosok Yenny dan Khofifah dinilai punya latar belakang yang mirip. Selain merepresentasikan kekuatan politik perempuan, keduanya sama-sama dekat dengan kalangan Nahdlatul Ulama (NU).

“Yenny dan Khofifah bisa merepresentasikan elemen kekuatan Nahdlatul Ulama (NU) yang mewakili karakter Islam moderat dan nasionalisme-religius, yang bisa dimanfaatkan Anies untuk menepis tudingan kedekatan dengan Islam konservatif,” kata Umam kepada Kompas.com, Selasa (27/6/2023).

Namun demikian, menurut Umam, wacana menjodohkan Yenny maupun Khofifah sebagai cawapres Anies membawa sejumlah tantangan. Pertama, basis dukungan partai.

Demokrat dan PKS telah memiliki usulan nama cawapres yang tak lain merupakan kader partai masing-masing. Sementara, kuota pengusulan Nasdem sudah digunakan dengan menunjuk Anies sebagai capres yang merepresentasikan wajah partai besutan Surya Paloh itu.

Persoalan lainnya, elektabilitas Yenny dan Khofifah juga masih terbatas. Tingkat elektoral keduanya di klasemen cawapres berada di papan bawah.

“Sehingga, mencawapreskan Yenny dan Khofifah untuk mendampingi Anies kemungkinan basis dukungannya akan optimal di Jawa Timur saja, namun melemah di provinsi-provinsi yang lain, terutama di luar Jawa,” ujar Umam.

Baca juga: Nasdem Klaim Demokrat dan PKS Bakal Legawa jika Anies Pilih Yenny Wahid Jadi Bacawapres

Umam meyakini, bakal cawapres yang kelak dipilih Anies ialah sosok yang memenuhi syarat yang telah disepakati Koalisi Perubahan untuk Persatuan, entah Yenny Wahid, entah Khofifah, atau nama lain.

“Menilik dokumen piagam yang dimiliki Koalisi Perubahan, Anies menetapkan beberapa syarat bagi cawapres yang akan mendampinginya, mulai dari kontribusi pemenangan yang ditunjukkan melalui tingkat elektabilitas, rendahnya kerentanan, dukungan soliditas koalisi yang direpresentasikan dalam kekuatan jaringan partai politik, termasuk tentunya aspek ideologis, jaringan non-partai politik, logistik dan lainnya,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com