Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Nasihat Orangtua Buat Mantan Pengajar Al Zaytun Bertobat...

Kompas.com - 26/06/2023, 17:37 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Perbincangan tentang Pondok Pesantren Al Zaytun kembali mengemuka di tengah masyarakat.

Pondok pesantren yang disebut termegah di Asia Tenggara dan diresmikan Presiden B.J. Habibie pada 1999 itu disorot lantaran informasi yang beredar di media sosial tentang sejumlah hal yang dinilai janggal di kalangan umat Islam.

Mulai dari saf shalat sejajar antara makmum lelaki dan perempuan sampai dugaan membiarkan anggotanya melakukan tindakan kriminal buat memenuhi kewajiban menyetor sejumlah uang untuk membiayai NII.

Kejanggalan itu adalah tentang informasi pondok pesantren itu menjadi salah satu markas gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9). Diduga pimpinan lembaga pendidikan tersebut, Abu Toto atau Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, merupakan Imam NII KW 9.

Baca juga: Komnas HAM Minta Dugaan Pelanggaran Al Zaytun Diselesaikan Lewat Jalur Hukum

Akan tetapi, Panji sudah membantah tuduhan yang menyebutnya Imam NII KW9.

Menurut Ketua Bidang Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Utang Ranuwijaya mengatakan, dari hasil pengkajian awal ditemukan dugaan penyimpangan dan persoalan akhlak yang terjadi di pondok pesantren yang berlokasi di Indramayu, Jawa Barat itu.

Akan tetapi, lanjut Utang, temuan awal itu masih harus dikaji dan dianalisis secara mendalam. Selain itu MUI juga memerlukan klarifikasi dari pihak Al Zaytun.

Baca juga: Moeldoko Ungkap Saat Kunjungi Ponpes Al Zaytun Nilai Kebangsaan dan Pancasila Selalu Dibicarakan

 

Nasihat orangtua

Salah satu orang yang mengungkap keberadaan gerakan NII KW9 serta peranan Panji dan Ponpes Al Zaytun adalah Imam Supriyanto.

Imam mengaku sebagai mantan Menteri Peningkatan Produksi NII Komandemen Wilayah 9 tahun 1997. Akan tetapi, satu dasawarsa kemudian dia memutuskan mengundurkan diri dari gerakan itu karena nasihat orangtua.

Imam mengatakan dia berkenalan dengan NII sejak 1987. Hal itu disebabkan kedua orangtuanya juga merupakan anggota gerakan itu.

"Saya masuk NII tahun 1987 saat menjadi mahasiswa Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah, Jakarta. Metode perekrutan diawali dengan diskusi," kata Imam seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 7 Mei 2011.

Akan tetapi, Imam tidak menyelesaikan kuliah karena terpengaruh salah satu doktrin NII, yaitu "mengapa harus kuliah?"

Baca juga: Usut Dugaan Penistaan Agama, Polri Akan Panggil Saksi dari Kemenag, MUI, dan Pengurus Ponpes Al Zaytun

Imam tertarik berkecimpung di NII karena dijanjikan untuk mengurus pendidikan formal.

Alhasil Imam memilih berkecimpung di NII. Di sana dia mengaku mendapat berbagai tugas, salah satunya antara lain membeli tanah untuk ponpes Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, dengan harga Rp 900 per meter.

Setelah mendapat akta notaris pada 1994, pondok pesantren itu resmi berdiri 4 tahun kemudian.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com