JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, persoalan sistem pemilu legislatif (pileg) sebaiknya dikembalikan kepada undang-undang (UU) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikan Presiden menjawab pertanyaan wartawan soal apakah cenderung lebih sepakat dengan sistem proporsional terbuka atau proporsional tertutup.
"Terserah UU, terserah keputusan," ujar Jokowi di Pasar Menteng Pulo, Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: MK: Proporsional Terbuka Lebih Dekat dengan UUD, tapi Sistem Pemilu Tetap Ranah Pembentuk UU
Presiden menjelaskan, baik sistem pemilu proporsional terbuka maupun tertutup sama-sama punya kelebihan maupun kelemahan.
Selain itu, setiap individu maupun parpol juga punya pandangan berbeda mengenai sistem pemilu.
"Dua-duanya ada kelebihan, ada kelemahan. Yang tertutup ada kelebihan, kelemahan. Yang terbuka juga ada kelebihan ada kelemahan," tegas Jokowi.
Baca juga: MK: Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Tidak Mengancam Pancasila dan UUD 1945
Sementara itu, pada Kamis siang, MK memutuskan tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif sebagaimana dimohonkan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Dengan ini, pemilu legislatif yang diterapkan di Indonesia, sejauh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah, tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan, Kamis.
Baca juga: Sambut Putusan MK soal Sistem Pemilu, PDI-P: Kami Siap, Mau Tidak Mau...
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Baca juga: MK Tak Setuju Sistem Pemilu Terbuka Disebut Mendistorsi Parpol, Pemohon Dinilai Berlebihan
Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.
Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi. Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.
Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan. Sebab, calon anggota legislatif terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan yang ditentukan oleh partai politik.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Ganti Sistem Pemilu, Tetap Proporsional Terbuka
Para pemohon yang berniat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu pun merasa dirugikan dengan sistem pemilu proporsional terbuka.
Sistem tersebut dinilai menimbulkan persaingan yang tidak sehat yang menitikberatkan pada aspek popularitas dan kekuatan modal calon anggota legislatif.
“Sehingga, kader partai yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing dengan calon yang hanya bermodal uang dan popularitas semata,” demikian argumen para pemohon dikutip dari dokumen permohonan uji materi.
“Apabila sistem proporsional tertutup diterapkan, maka kader-kader yang sudah berpengalaman di kepartaian memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota DPR dan DPRD meskipun tidak memiliki kekuatan modal dan popularitas,” lanjut pemohon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.