JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah tidak pernah ikut campur dalam proses putusan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satunya terkait dengan putusan mengenai sistem pemilu legislatif (pileg) yang dibacakan oleh MK pada Kamis (15/6/2023) siang ini.
Presiden juga sekaligus menjawab soal kebersamaan dirinya dengan Ketua MK Anwar Usman saat minum kopi bersama di Pekan Raya Jakarta pada Rabu (14/6/2023) malam.
Kebersamaan itu menjadi sorotan lantaran terjadi menjelang putusan MK mengenai sistem pileg.
"(Kemarin) banyak orang. Enggak ada (obrolan soal putusan MK)," ujar Jokowi saat memberikan keterangan di Pasar Menteng Pulo, Jakarta Selatan, Kamis.
"Enggak pernah campur aduk seperti itu, enggak pernah kita," tegasnya.
Baca juga: MK Abaikan Keterangan PDI-P dalam Sidang Gugatan Sistem Pemilu
Saat ditanya pendapatnya soal putus MK mengenai sistem pileg, Presiden menegaskan sebaiknya publik menanti putusan dibacakan terlebih dulu.
Di sisi lain, kata dia, semua pihak punya pandangan berbeda mengenai sistem pileg proposal terbuka maupun tertutup.
"Ya nanti nunggu di MK saja. Nunggu dari MK saja. karena setiap partai setiap, orang harus ditanya itu. Bisa beda-beda, karena memang dua-duanya ada kelebihan ada kelemahannya," kata Jokowi.
"Tertutup ada kelebihan ada kelemahan, terbuka ada kelebihan dan kelemahannya," lanjutnya.
Baca juga: Sidang Putusan MK Hari Ini Hanya Dihadiri 8 Hakim Konstitusi
Kemudian saat ditanya lebih lanjut apakah dia lebih cenderung memilih sistem pileg proporsional terbuka atau proporsional tertutup, Jokowi menyerahkan kepada aturan Undang-undang (UU).
"Ya terserah undang-undang," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Sebagaimana diketahui, pada Kamis ini MK akan membacakan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Baca juga: Begini Suasana Gedung MK Jelang Putusan Sistem Pemilu