JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima keterangan Fraksi PDI-P yang mendadak dibacakan di sela penyampaian pandangan DPR RI dalam sidang pemeriksaan terkait gugatan sistem pemilu.
"Keterangan DPR sejatinya merupakan keterangan yang diberikan lembaga perwakilan rakyat sebagai satu kesatuan pandangan lembaga, bukan pandangan fraksi," ucap hakim konstitusi Guntur Hamzah dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Kamis (15/6/2023).
"Perbedaan pandangan dari F-PDIP dalam keterangan DPR lebih merupakan persoalan internal lembaga DPR sehingga yang akan Mahkamah pertimbangan adalah keterangan DPR secara kelembagaan," lanjutnya.
Pada 26 Januari 2023, anggota Komisi III dari fraksi PDI-P Arteria Dahlan meminta majelis hakim MK mengabulkan upaya uji materi UU Pemilu dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 yang pada intinya menggugat sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka.
Permintaan ini merupakan permintaan Fraksi PDI-P yang secara mengejutkan dibacakan Arteria di tengah-tengah pembacaan pandangan DPR oleh perwakilan Komisi III lainnya, Supriansa, terkait perkara ini dalam sidang pleno di MK.
Baca juga: Sidang Putusan MK Hari Ini Hanya Dihadiri 8 Hakim Konstitusi
Supriansa tiba-tiba mempersilakan Arteria untuk membacakan pandangan partainya di hadapan sidang karena PDI-P menjadi satu-satunya partai politik parlemen yang menolak sistem proporsional terbuka.
"Fraksi PDI-P memohon agar kiranya Yang Mulia ketua dan majelis hakim konstitusi dapat memutus sebagai berikut, hanya satu permintaan PDI-P, yaitu menerima keterangan fraksi PDI-P secara keseluruhan," ujar Arteria.
"Fraksi PDI-P berpendapat, permohonan para pemohon sangat relevan dan layak diterima, diperiksa, dan diadili oleh Yang Mulia majelis hakim konstitusi, terlebih mengedepankan aspek kemanfaatan," tambahnya.
Permintaan ini berlawanan dengan permintaan DPR RI lewat Komisi III yang secara terang-terangan meminta MK menolak permohonan uji materi ini.
Baca juga: PDI-P Disebut Bakal Terima Apa Pun Putusan MK Terkait Sistem Pemilu
Padahal, nama Arteria, pun Bambang Wuryanto yang juga kader PDI-P, turut menandatangani pandangan DPR RI yang dibacakan Supriansa di muka sidang.
PDI-P memakai Pasal 22E ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah partai politik, sebagai dalil dukungan atas sistem proporsional tertutup.
PDI-P berpandangan, hal ini menegaskan posisi partai politik bukan hanya terlibat dalam menyeleksi caleg, melainkan menjadi pihak yang secara langsung berkompetisi.
"Sangat relevan apabila partai politiklah yang diberi kewenangan menentukan siapa saja caleg menurut versi dan pertimbangannya sendiri yang akan dihadirkan untuj dipilih menjadi calon anggota DPR dan DPRD sebelum dipilih oleh rakyat," ujar Arteria.
Ia mengungkapkan, sistem proporsional tertutup akan pro terhadap rekrutmen, seleksi, pendidikan kader berjenjang, hingga penjaringan bakal caleg yang ketat di internal partai politik.
Baca juga: Saat MK Disebut sebagai Mahkamah Keluarga dan Mahkamah Kontroversial...
Hal ini dinilai mendukung penguatan partai politik, tak seperti sistem proporsional terbuka di mana tak sedikit bakal caleg yang sebetulnya bukan kader partai politik tetapi digaet partai politik menilik popularitasnya yang tinggi di masyarakat.