Saya tidak peduli dengan iklan yang memenangkan penghargaan. Satu-satunya hal bahwa yang harus dipedulikan oleh setiap orang pemasaran adalah konsumsi riil. Pemasaran harus bisa membuat “konsumen” bertindak. – Pakar Marketing, Sergio Zyman.
BAIK Anies Baswedan maupun Ganjar Pranowo, keduanya tengah melakukan praktik promosi diri. Jika Ganjar memilih jogging sebagai bentuk “dekat dan peduli rakyat”, sedangkan Anies cenderung mengasosiakan promosinya sebagai “bekerja dan peduli dengan rakyat bawah”.
Sementara Prabowo Subianto, kini merambah dunia internasional melalui proposalnya mengagas damai Rusia-Ukraina, sebagai wujud uji kapasitasnya sebagai calon pemimpin besar.
Bagaimana jika Sergio adalah pendukung konstestasi capres-cawapres Pilpres 2024, apa yang akan dilakukannya?
Membaca figure Sergio Zyman seperti membaca kegagalan New Choke, sebuah kegagalan versi Coca Cola. Kisah jatuh bangun perusahaan minuman ternama dunia.
“Tapi saya menyukainya,” kata Sergio.
Setiap kali menjadi pembicara, Sergio hampir selalu diperkenalkan sebagai seseorang yang bertanggungjawab atas kegagalan terbesar di dalam sejarah pemasaran setelah Edsel-New Coke.
Pemasaran tak hanya sekadar bisa menghasilkan “keuntungan” yang bisa dipertanggungjawabkan. Namun yang terpenting bisa “dipahami” olek konsumen atau para pemilih capres dalam konteks pilpres 2024.
Dalam politik hal-hal itu terdistorsi pada wujud persaingan terbuka, sehingga usaha saling serang atas isi promosinya begitu keras, sampai menyeret isu politik identitas. Bahkan sampai ada yang meributkan tangan kiri atau kanan saat beraktifitas.
Harus dimaklumi di negara mayoritas Muslim yang notabene ajarannya masih dipegang teguh, ukuran kanan-kiri saja bisa menghasilkan satu gelembung pemilih yang militan karena dasar ajaran agama. Jadi jangan main-main dengan citra.
Jadi pertanggungjawaban atas nilai juga menjadi salah satu poin, ketika meluncurkan sebuah iklan pemilu, bukan sekadar tebar pesan saja.
Sergio berpendapat ada masa ketika era pemasaran seperti yang kita pahami selama ini telah mati. Ada hal yang harus dipegang teguh, kita tak hanya mengubah persepsi, tetapi juga kenyataan-kenyataan mengenai apa yang akan dilakukan dengan iklannya.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pemasaran saat ini menjadi perangkap, mereka terjebak pada konten namun melupakan substansi dasar, target “menjual barang”. Merebut hati pemilih!
Cerita tentang Sergio adalah kisah iklan bernilai jutaan dollar AS, yang kemudian diabaikan atau tepatnya dibuang setelah dianggap “berhasil”. Padahal, menurut Sergio, substansinya yang gagal tujuan.
Iklan popular yang dibuatnya untuk coke ketika itu hanya menjadikan produk semarak, dan diduplikasi hingga popular di banyak negara dengan banyak model, namun sama sekali tak mendongkrak hasil penjualan produk. Padahal itulah sesungguhnya kunci reklame ketika kita menjual produk.