Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 31/05/2023, 12:48 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menganggap bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu bekerja lebih ekstra mengawasi aliran dana kampanye Pemilu 2024.

Hal ini seiring dihapusnya kewajiban peserta Pemilu 2024 untuk menyerahkan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) oleh KPU.

Oleh karenanya, peserta pemilu hanya perlu melaporkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan-Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

"Bawaslu memang akhirnya harus menunggu sampai LPPDK diserahkan untuk memeriksa sumber dana dan belanja peserta pemilu," kata Titi kepada Kompas.com, Rabu (31/5/2023).

Baca juga: KPU Hapus Wajib Lapor Sumbangan Kampanye, Perludem Anggap Kemunduran

"Oleh karena itu, harus ada strategi yang tepat untuk mencegah pelanggaran dan memastikan laporan dana kampanye memang akuntabel," ujarnya lagi.

Masa kampanye yang singkat selama 75 hari sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024 harus dimanfaatkan betul oleh Bawaslu untuk melakukan pengawasan secara cermat.

Titi mengatakan, pengawasan secara cermat atas aktivitas kampanye ini harus dilakukan secara kolektif di setiap jenjang, baik di tingkat pusat maupun daerah, baik kampanye yang dilakukan partai politik maupun kandidat itu sendiri.

Aktivitas kampanye ini, menurutnya, harus diperiksa dengan laporan dana kampanye yang diserahkan kepada KPU, apakah besaran dana kampanye yang masuk dan keluar selaras dengan aktivitas kampanye yang dilakukan.

"Bawaslu juga perlu bekerja sama dengan kementerian dan lembaga yang memiliki kaitan kewenangan dengan tugas pengawasan Bawaslu, terutama PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," ujar Titi.

Baca juga: KPU Hapus Wajib Lapor Sumbangan Kampanye, Pengamat: Lemahkan Semangat Antikorupsi

"Ini terkait dengan aliran dana mencurigakan atau dilarang yang melibatkan peserta pemilu atau orang dan lingkungan terdekatnya," kata pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia itu lagi.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI dan pemerintah pada Senin lalu, KPU RI menyebut bahwa LPSDK dihapus karena tidak secara eksplisit diatur di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sebagai informasi, kewajiban lapor LPSDK sudah diterapkan sejak Pemilu 2014. Dalam skala nasional, peserta Pemilu 2019 pun masih diberikan kewajiban ini meskipun UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah diundangkan.

Di sisi lain, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik mengatakan, dihapusnya LPSDK untuk Pemilu 2024 juga tidak terlepas dari singkatnya masa kampanye pada pemilu kali ini yang hanya 75 hari.

Baca juga: KPU Hapus Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye untuk Pemilu 2024

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Febri Diansyah Bantah Terlibat Dugaan Perusakan Barang Bukti Korupsi di Kementan

Febri Diansyah Bantah Terlibat Dugaan Perusakan Barang Bukti Korupsi di Kementan

Nasional
Menag Yaqut Ogah Cabut Pernyataannya soal 'Jangan Pilih Pemimpin karena Ganteng-Mulutnya Manis'

Menag Yaqut Ogah Cabut Pernyataannya soal "Jangan Pilih Pemimpin karena Ganteng-Mulutnya Manis"

Nasional
MK Kabulkan Penarikan Gugatan Usia Minimum Capres-Cawapres 30 Tahun

MK Kabulkan Penarikan Gugatan Usia Minimum Capres-Cawapres 30 Tahun

Nasional
ICW Nilai KPU Harus Minta Maaf karena Permudah Koruptor Nyaleg

ICW Nilai KPU Harus Minta Maaf karena Permudah Koruptor Nyaleg

Nasional
Sidang Rafael Alun, Jaksa KPK Hadirkan Wajib Pajak dan Admin Keuangan PT ARME

Sidang Rafael Alun, Jaksa KPK Hadirkan Wajib Pajak dan Admin Keuangan PT ARME

Nasional
Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Anies Turun 5,3 Persen Usai Cak Imin Dipilih Jadi Bakal Cawapres

Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Anies Turun 5,3 Persen Usai Cak Imin Dipilih Jadi Bakal Cawapres

Nasional
Menteri Bahlil: Warga Rempang Tak Tolak Investasi, Mereka 'Welcome'

Menteri Bahlil: Warga Rempang Tak Tolak Investasi, Mereka "Welcome"

Nasional
Lewat 'Indonesia Menatap Dunia', Dompet Dhuafa dan Perdami Bantu Tangani Kebutaan pada Anak-anak dan Lansia

Lewat "Indonesia Menatap Dunia", Dompet Dhuafa dan Perdami Bantu Tangani Kebutaan pada Anak-anak dan Lansia

Nasional
Soal Konflik Rempang, Menteri Bahlil: Kami Akui, Jujur, di Awal Ada Kekeliruan...

Soal Konflik Rempang, Menteri Bahlil: Kami Akui, Jujur, di Awal Ada Kekeliruan...

Nasional
Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang Datangi KPK, Mengaku Belum Kantongi Surat Panggilan

Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang Datangi KPK, Mengaku Belum Kantongi Surat Panggilan

Nasional
Megawati Terima Gelar Doktor 'Honoris Causa' yang Ke-10, Ini Daftar Lengkapnya

Megawati Terima Gelar Doktor "Honoris Causa" yang Ke-10, Ini Daftar Lengkapnya

Nasional
Seruan Jihad di Medsos: Mengkaji Ulang Strategi Pencegahan Terorisme

Seruan Jihad di Medsos: Mengkaji Ulang Strategi Pencegahan Terorisme

Nasional
Besok, Eks Dirut Sarana Jaya Bakal Kembali Diadili di Kasus Pengadaan Tanah

Besok, Eks Dirut Sarana Jaya Bakal Kembali Diadili di Kasus Pengadaan Tanah

Nasional
Jokowi Sebut Tarif Kereta Cepat Whoosh Rp 250.000-Rp 350.000

Jokowi Sebut Tarif Kereta Cepat Whoosh Rp 250.000-Rp 350.000

Nasional
Jelang Pemilu, Polri Akan Antisipasi Isu Provokatif dan SARA

Jelang Pemilu, Polri Akan Antisipasi Isu Provokatif dan SARA

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com