SEJARAH adalah milik mereka yang menang dan mengetahui kemenangan tidak perlu menunggu hingga catatan sejarah itu selesai ditulis.
Dengan membaca opini publik dan kemampuan merasakan bergesernya arah mata angin politik (lugas/semiotik) dari aktor-aktor kunci, seperti pimpinan partai, presiden dan kelompok kepentingan, maka dari arah mana angin kemenangan itu berhempus bukanlah perkara sulit untuk dirasakan.
Menjelang delapan bulan perhelatan akbar Pilpres 2024, angin kemenangan Anies Baswedan makin kecil berembus, kian sepoi-sepoinya saja terasa.
Hal itu tergambar dalam survei teranyar Lingkaran Survei Indonesia pada Mei 2023, yang menempatkan Anies Baswedan pada posisi bontot dari tiga kandidat dengan elektabilitas 20,8 persen.
Angka ini tidak bergerak naik, bahkan cenderung turun jika dibanding survei tahun sebelumnya Mei 2022 sebesar 21,4 persen.
Kebuntuan Anies diperparah kesenjangan elektabilitas dibanding dua kompetitornya yang terpaut lebih dari 10 persen, dengan swing voters yang hanya tersisa 13,4 persen.
Sekalipun kita simulasikan 90 persen pemilih mengambang itu bermigrasi penuh mendukung Anies, itu pun belum menempatkannya pada posisi pemenang.
Setidaknya ada dua alasan mengapa Anies Baswedan mengalami kebuntuan.
Pertama kebuntuan strategis. Secara basis pemilih, tidak terlihat adanya progres untuk menambah ceruk pemilih baru, jika menggunakan perceptual mapping.
Secara persepsi Anies berada pada spektrum kanan yang lebih mengakomodasi agama dan Islam ketimbang sekuler dan kebangsaan.
Berada di tengah sedikit ke kanan pada spektrum developmentalisme ketimbang sosialisme dan pada spektrum personal dinilai elitis ketimbang populis.
Secara personal Anies memang tidak pernah bermain api, dengan masuk pada ranah ekstrem kiri atau kanan. Namun dengan tidak melerai atau membiarkan arus suara pendukungnya, maka persepsi khalayak terbentuk dari arus pembiaran tersebut.
Kedua, kebuntuan strategis yang lahir dari ketidakcermatan membaca pasar politik. Minimnya gimmick politik baru, tanpa narasi besar yang kuat dan tawaran program.
Anies masih saja berkubang dengan kata-kata bersayapnya, sesekali menjawab dengan nada diplomatis “lihat saja rekam jejak”, yang mungkin tidak sedikit publik yang bisa menjawab itu.
Anies semestinya mencari cerita sukses Jakarta yang penting bagi publik. Memilih tiga sampai lima sukses saja, untuk dikapitalisasi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.