Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": Popularitas Parpol Kian Diperhitungkan Jadi Alasan Memilih pada Pemilu 2024

Kompas.com - 05/06/2023, 11:44 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Survei terkini Litbang Kompas menunjukkan bahwa tokoh yang kuat dalam sebuah partai politik (parpol) masih seirama dengan preferensi publik dalam memilih partai jelang pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Hasil survei memperlihatkan bahwa 34,1 persen responden melihat tokoh yang kuat dalam memilih suatu parpol.

Akan tetapi, kini faktor sosok bukanlah satu-satunya alasan publik dalam memilih partai.

Di luar sosok, muncul sejumlah alasan yang menarik dilihat dari pola pilihan publik setelah faktor ketokohan.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Mayoritas Responden Nilai Presiden Harus Netral dalam Pemilu 2024

Sebanyak 14,2 persen responden mengaku memilih sebuah partai politik dengan alasan popularitas.

Padahal, jika dibandingkan dengan survei Litbang Kompas pada Januari 2023, popularitas partai hanya menjadi alasan sekitar 8,7 persen responden saja.

Pada survei Januari 2023, alasan kedua publik dalam memilih parpol terkait program kerja partai yang angkanya 14 persen.

"Hal ini mengindikasikan pula adanya upaya-upaya lebih giat yang dilakukan berbagai parpol untuk merebut perhatian publik. Hal ini tampaknya bisa menjelaskan juga adanya partai-partai yang tidak memiliki sosok sentral, tetapi tetap mendapatkan elektabilitas yang mapan," ujar peneliti Litbang Kompas, Vincentius Gitiyarko, dilansir Kompas.id, Senin (5/6/2023).

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Prabowo Sosok Kandidat Capres Paling Populer

Hasil ini dinilai tak terlepas dari sosialisasi parpol terhadap calon pemilihnya yang bisa dilakukan secara masif di dalam era digital dan media sosial seperti sekarang, sosialisasi partai.

Vincentius juga menganggap ini bisa menjadi langkah alternatif untuk meningkatkan "engagement" antara parpol dan publik, khususnya untuk parpol yang belum memiliki tokoh kuat untuk memantapkan posisi politiknya.

Kian pentingnya popularitas sebagai alasan penting akseptasi publik terhadap sebuah parpol semakin menguat jika melihat data sebaliknya.

Survei Litbang Kompas Mei 2023 ini menunjukkan bahwa ketidakpopuleran sebuah partai menjadi alasan teratas resistensi publik. Sekitar 24,8 persen responden mengaku tidak memilih sebuah parpol karena kurang populer ataupun belum terkenal.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Elektabilitas Partai Pengusung Ganjar 26,2 Persen, Anies 18,1 Persen

Dengan selisih yang tak terlalu jauh, 24,4 persen responden mengaku tidak memilih partai politik karena alasan tidak menyukai tokoh partai ataupun juga karena tidak ada tokoh berpengaruh dalam partai.

"Angka ini makin menguatkan hipotesis dari sisi akseptasi bahwa popularitas partai tetap diperhitungkan. Tampak dari sisi resistensi, meskipun alasan tokoh menurun terdistribusi ke alasan lain, seperti ideologi (12,7 persen), ketidakcocokan sejak dulu (8,7 persen), dan kurang jelasnya visi dan misi (8,1 persen), tetapi alasan popularitas partai tetap mendapat tempat penting," ujar Vincentius.

Survei Litbang Kompas ini dilakukan secara wawancara tatap muka pada 29 April-10 Mei 2023.

Sebanyak 1.200 responden dipilih secara acak menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi Indonesia.

Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen, dengan margin of error lebih kurang 2,8 persen.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Demokrat Gusur Golkar meski Sama-sama Turun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com