Pancasila rumah kita
Rumah untuk kita semua
Nilai dasar Indonesia
Rumah kita selamanya
LIRIK-lirik awal dari lagu yang dirilis oleh salah satu musisi terbaik bangsa ini memberikan semangat pada kita untuk bersepakat bahwa Pancasila Rumah Kita — persis sebagaimana judul lagunya.
Selain itu, tanpa perlu menghadirkan perdebatan pendapat, juga tanpa perlu menghadirkan penafsiran yang beragam, Pancasila Rumah Kita juga memberikan arti penting tentang apapun perbedaaan yang ada di dalam rumah besar bangsa ini, kita haruslah tetap bersatu.
Bhinneka Tunggal Ika — persis sebagaimana semboyan bangsa yang tertulis pada lambang negara Indonesia.
Sangat pantaslah kemudian, bangsa ini terus berjibaku untuk melakukan internalisasi nilai-nilai luhur Pancasila kepada setiap warga negaranya agar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tanpa terkecuali, termasuk kepada anak-anak bangsa yang kelak akan tumbuh sebagai pemuda-pemuda bangsa yang tangguh, generasi penerus sekaligus akan menggantikan pemimpin-pemimpin bangsa hari ini.
Oleh karena itu, mereka haruslah mendapatkan injeksi pemahaman dengan dosis yang tepat.
Urgensi dilakukannya penguatan pemahaman sejak usia dini ini tidak hanya bertujuan sekadar memberikan label kepada mereka sebagai generasi Pancasilais.
Lebih dari itu adalah agar terjadinya kristalisasi pemahaman yang utuh sehingga berbuah pada sikap dan pengamalan dalam kehidupannya.
Berbagai usaha penguatan sepertinya sudah ditempuh. Di era ini misalnya, pemerintah memiliki lembaga yang bernama Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Lembaga yang langsung bertanggung jawab kepada presiden dan di antara tugasnya adalah untuk melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan. Materi pembinaan telah dihadirkan dari sini, termasuk untuk kalangan peserta didik.
Bahkan secara spesifik agar optimal menyasar seluruh peserta didik itu, pemerintah melalui kementerian pendidikannya juga menginisiasi agar dari proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan mampu melahirkan Profil Pelajar Pancasila dengan enam cirinya: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia; berkebhinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis; serta kreatif.
Usaha ini juga diperkuat dengan hadirnya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) yang menjadi salah satu ciri khas kurikulum merdeka yang konon katanya sedang bergerak semakin masif pada ratusan ribu satuan pendidikan.
Pertanyaannya, apakah upaya-upaya yang dilakukan selama ini telah berhasil membuahkan hadirnya sikap dan pengamalan nilai-nilai luhur itu?
Atau sebaliknya, upaya-upaya tersebut hanya baru sebatas pada hafalan-hafalan semata? Atau bahkan, untuk sekadar hafal lima sila dalam Pancasila pun sudah dipandang bukan suatu keharusan?
Apalagi dengan derasnya arus informasi yang tidak lagi memandang adanya batas antar negara membuat berbagai ideologi bebas berkeliaran tanpa batas.
Tidak menutup kemungkinan dogma-dogma luar yang bertentangan dengan Pancasila justru mereka hafal dan pahami dengan seksama dan parahnya lagi diamalkan dengan keyakinan yang utuh.
Kita perlu alat ukur yang efektif agar nilai-nilai Pancasila itu benar-benar menyatu dalam jiwa, pikiran, dan perilakunya.
Jangan sampai kita terbuai dengan ucapan-ucapan di bibir yang mengakui diri sebagai generasi berkarakter Pancasila, namun ternyata jiwa-jiwanya sudah tertanam sangat dalam hakikat-hakikat radikalisme dan intoleransi.
Jangan sampai kita terpana dengan slogan-slogan persatuan yang didendangkan dalam setiap percakapan, namun benih-benih kapitalisme tumbuh subur dalam kesehariannya.
Jangan sampai kita terkesima dengan status-status sosial media yang memperlihatkan kehangatan akan persaudaraan, namun di balik itu nilai-nilai kemanusiaannya sudah terkikis sempurna.
Medio Mei lalu, kurang dari 15 hari menjelang peringatan hari lahir Pancasila 2023, Setara Institute merilis hasil survei yang di antaranya menemukan mayoritas atau sebesar 83,3 persen siswa Sekolah Menengah Atas yang menjadi respondennya, memiliki persepsi bahwa
Pancasila bukan ideologi permanen, artinya bisa digantikan.
Senada dengan hasil survei itu, data pada sistem informasi terkait kekerasan terhadap anak yang dimiliki oleh Kementerian PPPA menunjukkan ada 57,2 persen usia anak yang menjadi korban kekerasan dan 17,4 persennya menjadi pelaku kekerasan tersebut.
Padahal Pancasila menginginkan terwujudnya kemanusian yang adil dan beradab.
Pada sisi lain, anak-anak yang menghuni rumah tangga miskin dan kemudian dilanjutkan pada keterbatasan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan yang layak masih menghiasi problema bangsa. Padahal Pancasila menginginkan terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mereka juga melihat dengan seksama adegan-adegan elite bangsa yang sepertinya sulit untuk bersatu. Hanya karena perebutan kursi kekuasaan melahirkan perpecahan.
Bukan saling memberikan dukungan, sebaliknya yang hadir hanyalah upaya-upaya saling menjatuhkan.
Kisah atas tindak-tindak kecurangan juga sangat gamblang terlihat dan terdengar olehnya. Hukum (termasuk hukum Tuhan) seperti sudah tidak lagi menjadi pedoman. Padahal, mereka diajarkan tentang persatuan, demokrasi, dan konsep ketuhanan.
Semangat pemerintah melalui BPIP dan Kemendikbud Ristek yang sepakat menghidupkan kembali pendidikan Pancasila sebagai bahan ajar utama dalam kurikulum sekolah perlu kita apresiasi.
Akan tetapi, satu hal penting yang harus diciptakan segera adalah memberikan rujukan yang kuat. Rujukan yang tidak sebatas pada mata pelajaran, seminar-seminar, atau pelatihan-pelatihan semata.
Lebih penting dari itu semua adalah memberikan rujukan berupa profil-profil yang bisa diteladani, baik itu sosok-sosok pribadi, contoh keluarga, organisasi atau kelompok-kelompok yang memang telah mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila secara utuh.
Sekarang siapa profil-profil terkini yang harus menjadi rujukan anak-anak itu? Agar mereka benar-benar merasa dan percaya bahwa Pancasila itu bisa hadir untuk semua.
Sebagaimana lirik-lirik akhir senandung lagu Pancasila Rumah Kita dari mendiang Franky Sahilatua ini:
Untuk semua puji namanya
Untuk semua cinta sesama
Untuk semua warna menyatu
Untuk semua bersambung rasa
Untuk semua saling membagi
Pada setiap insan, sama dapat sama rasa
Oh Indonesiaku, oh Indonesia