Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU dan Masyarakat Sipil Beda Tafsir Syarat "Nyaleg" Eks Terpidana, Celah bagi Koruptor?

Kompas.com - 01/06/2023, 13:49 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki tafsir berbeda soal syarat eks terpidana yang diancam minimum 5 tahun penjara untuk dapat mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg).

Amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan gugatan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terkait hal ini rupanya tak menjadi jalan keluar. Padahal, putusan MK seharusnya bersifat final dan mengikat.

Baca juga: Bawaslu: Mantan Terpidana Bisa Jadi Caleg setelah 5 Tahun Bebas Murni dari Semua Hukuman

Dalam amar putusannya, MK menyatakan, eks terpidana yang diancam minimum 5 tahun penjara (selanjutnya disebut "eks terpidana") baru dapat mencalonkan diri sebagai caleg setelah menunggu masa jeda 5 tahun, terhitung sejak bebas murni.

Masalah semakin rumit karena Perludem dan beberapa lembaga masyarakat sipil yang menggawangi Koalisi Pemilu Bersih juga memiliki tafsir yang berbeda atas putusan ini, dengan KPU dan Bawaslu.

Tafsir KPU

KPU menjadi lembaga yang paling disorot karena mereka yang berwenang menerjemahkan putusan MK ke dalam aturan teknis berupa Peraturan KPU.

Penerjemahan ini sudah dilakukan lewat Pasal 11 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta Pasal 18 Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPD.

Namun, dalam 2 pasal itu, KPU memberi pengecualian bahwa masa jeda 5 tahun sejak bebas murni ini tak berlaku untuk eks terpidana yang juga divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Baca juga: Masyarakat Sipil Minta MK Tegur KPU soal Aturan Eks Terpidana Jadi Caleg

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengeklaim bahwa ketentuan ini bersumber dari pertimbangan putusan MK yang sama, yang salah satunya dapat dibaca pada halaman 29 putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022.

Dalam pertimbangan itu, majelis hakim menilai, ketentuan eks terpidana dengan ancaman 5 tahun penjara maju caleg tanpa menunggu masa jeda 5 tahun bebas murni merupakan sesuatu yang inkonstitusional seandainya berlaku untuk jabatan-jabatan publik yang dipilih (elected officials) "sepanjang tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak pilih oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap".

 

Tafsir masyarakat sipil

Ini membuat Perludem dan sejumlah lembaga masyarakat sipil lainnya meradang. Indonesia Corruption Watch (ICW), misalnya, menuding aturan ini dapat menjadi karpet merah bagi eks terpidana kasus korupsi.

Data ICW, rata-rata pidana pencabutan hak politik yang dijatuhkan terhadap terpidana kasus korupsi dari klaster politik hanyalah 3 tahun 5 bulan.

Angka ini jelas lebih singkat dibandingkan masa jeda 5 tahun yang sebetulnya harus dilakoni eks terpidana sebelum bisa maju sebagai caleg.

Baca juga: ICW Ancam Gugat Aturan KPU soal Syarat Maju Caleg untuk Eks Terpidana

"KPU seperti berpura-pura tidak memahami konstruksi putusan MK. Mestinya perhitungan yang benar tetap berpijak pada kewajiban melewati masa jeda waktu lima tahun, kemudian dikurangi dengan lamanya pencabutan hak politik," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam siaran persnya, 22 Mei 2023.

"Oleh karena itu, jika terpidana dikenakan pencabutan hak politik selama tiga tahun sebagaimana simulasi di atas, hak politiknya tetap tidak bisa langsung digunakan, melainkan harus menunggu dua tahun lagi agar mandat putusan MK berupa masa jeda waktu dapat terpenuhi," ujar dia.

Tafsir Bawaslu

Sementara itu, Bawaslu juga berkepentingan dalam menafsirkan putusan MK itu.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com