"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," ucap Denny.
Isu terkait sistem pemilu legislatif ini sebetulnya meruak akibat komentar Hasyim pada akhir 2022 lalu terkait perkara nomor 114/PUU-XX/2022, yang ketika itu masih diperiksa MK.
Waktu itu, Hasyim meminta agar orang-orang yang berniat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif untuk tidak memasang baliho atau alat peraga.
Baca juga: Mahfud Sebut Dugaan Kebocoran Putusan MK Penuhi Syarat untuk Direspons Polisi
Selain karena bisa dianggap mencuri start kampanye karena belum ada penetapan caleg oleh KPU, hal itu menurut Hasyim juga bisa sia-sia seandainya MK memutuskan kembali ke sistem proporsional tertutup dalam perkara ini.
Jika menerapkan pemilu legislatif sistem proporsional tertutup, pemilih hanya dapat mencoblos lambang partai politik di surat suara.
Partai politik yang berwenang menentukan siapa kader mereka yang berhak duduk di kursi parlemen.
Hal ini berbeda dengan sistem proporsional terbuka yang diterapkan secara penuh di Indonesia sejak Pemilu 2009.
Melalui sistem ini, pemilih dapat mencoblos langsung caleg yang ia inginkan duduk di parlemen.
Komentar Hasyim tersebut membuat kebakaran jenggot sebagian besar partai politik, kecuali PDI-P yang secara terang-terangan mengaku mendukung kembalinya pemilu legislatif sistem proporsional tertutup.
Belakangan, buntut komentarnya yang membuat gaduh itu, Hasyim dianggap terbukti melanggar etik dalam sidang kode etik penyelenggara pemilu yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.