Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/05/2023, 14:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEI 1998, bulan lengsernya Soeharto diiringi dan dibayangi dengan berbagai bencana alam. Bukan hanya kerusuhan, penculikan para aktivis, penembakan mati para mahasiswa dan porakporandanya ekonomi dan sosial.

Mari kita buka kembali lembaran Kompas Mei 1998. Pada Jumat 1 Mei 1998, dua orang wartawan Kompas dari Kotabumi, Lampung melaporkan hasil liputan mereka yang kemudian diberi judul “Jutaan Belalang Gempur Lampung” (dimuat di halaman 1 Kompas, Sabtu 2 Mei 1998).

Lebih dari 3.000 hektar tebu rakyat dan milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII digempur hama belalang tersebut. Jutaan belalang ini juga meludeskan tanaman padi, kacang, jagung dan padi.

Keadaan lebih seram lagi terlihat di ruas-ruas di areal perkebunan PTPN VII Kawasan Bunga Mayang, Lampung Utara, 170 kilometer dari Bandar Lampung.

Di situ jutaan belalang muda dan dewasa meloncat-loncat bagaikan anak kodok. Laskar belalang ini nampak tenang memenuhi jalan sepanjang 18 kilometer jalan poros perkebunan menuju lokasi pabrik gula. Dari kejauhan, jutaan hama belalang itu mirip sebaran kerikil hitam. Dilihat dari dekat, gerakan jutaan anak belalang itu seperti kawanan ulat yang tengah mengerubungi bangkai binatang raksasa,” demikian tulis wartawan Kompas berinisial CAL dan ZUL.

Dua hari kemudian, sembilan orang wartawan dari lima propinsi di Indonesia melaporkan hama belalang itu telah menyerang Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Selatan. Ribuan hektar tanaman padi hancur.

Sementara hama wereng cokelat menyerbu 1.000 hektar tanaman padi di Brebes, Jawa Tengah dan beberapa kecamatan di Lombok Timur.

Sementara itu, awal Mei 1998, di Istana Kepresidenan para menteri Kabinet Pembangunan VII sedang kebingungan menjelaskan sikap Soeharto tentang reformasi yang melanda negeri ini.

Dua puluh lima tahun kemudian, hasil liputan 22 orang wartawan Kompas melaporkan bencana alam yang kemudian menjadi berita utama dengan judul “Kota-Kota di Indonesia Disergap Bencana” dengan sub judul, “Banjir, gempa, hingga krisis air bersih, kecelakaan maut, dan kebakaran mengakrabi kota-kota yang tumbuh pesat di Indonesia. Namun, mitigasi di area urban itu masih minim.” (Berita utama halaman satu Kompas 15 Mei 2023).

Ketika berita bencana alam ini ditulis dan dilaporkan oleh 22 wartawan Kompas, Jokowi jumpa dengan kelompok relawanya di Istora Senayan, Jakarta. Para relawan ini sedang menyuguhkan acara puncak yang oleh mereka diberi nama Musyawarah Rakyat atau Musra.

Dalam acara ini, Jokowi menerima daftar bakal calon presiden (capres) dan bakal calon wakil presiden (cawapres).

Relawan Jokowi menyodorkan tiga bakal capres, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Airlangga Hartarto, serta empat bakal cawapres, yakni Mahfud MD, Sandiaga Uno, Arsjad Rasjid, dan Moeldoko.

Erick Tohir yang tidak berhasil melobi dan memboyong laga sepakbola dunia ke Indonesia tidak masuk dalam daftar itu.

Dalam berita Kompas, halaman 2, Senin 15 Mei 2023, pertemuan kelompok relawan dengan Jokowi ini diberi judul “Jokowi Tunggu Sikap Parpol” dan sub judul “Presiden Joko Widodo berjanji membisiki partai politik terkait capres -cawapres versi musra. Di sisi lain, presiden kembali diingatkan untuk netral selama pemilu demi mencegah konflik”.

Ini artinya Jokowi diminta jangan jadi tukang bisik atau pembisik. Jangan ikut campur.

Berita pertemuan relawan Jokowi ini (halaman 2) berada di balik berita utama (halaman 1) berjudul “Kota-Kota di Indonesia Disergab Bencana”.

Di halaman 5 Kompas, Senin 15 Mei 2023, juga menurunkan berita dengan sub judul,”Sejarah menyimpan nilai pengetahuan penting yang dapat dijadikan landasan merancang masa depan negara. Untuk mendalaminya, sejarah perlu dibuat relevan dan kontekstual dengan masa sekarang”.

Membaca berita itu saya jadi ingat judul buku tulisan almarhum P Swantoro (salah satu pimpinan Kompas), yang berbunyi “Masa Lalu Selalu Aktual”.

Buku ini diterbitkan Januari 2007, oleh Penerbit Buku Kompas bekerjasama dengan Rumah BudayaTembi.

Bulan Mei 2023 ini, juga ditandai dengan berita pengungkapan perdagangan bayi-bayi di negeri yang saat itu sedang menyelenggarakan konferensi tingkat tinggi negara-negara di Asia Tenggara, ASEAN.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Respons Survei Litbang Kompas, Kubu Ganjar: Target Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran Masih Jauh

Respons Survei Litbang Kompas, Kubu Ganjar: Target Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran Masih Jauh

Nasional
Rafael Alun Dituntut 14 Tahun Penjara

Rafael Alun Dituntut 14 Tahun Penjara

Nasional
Soal Persiapan Debat Capres, Jubir Anies-Muhaimin: Keduanya Sudah Punya Pengalaman

Soal Persiapan Debat Capres, Jubir Anies-Muhaimin: Keduanya Sudah Punya Pengalaman

Nasional
Eks PPK Balai Teknik Perkeretaapian Bandung Divonis 4,5 Tahun Penjara

Eks PPK Balai Teknik Perkeretaapian Bandung Divonis 4,5 Tahun Penjara

Nasional
KY Terjunkan Tim, Pantau Praperadilan Firli Bahuri dan Eks Wamenkumham di PN Jaksel

KY Terjunkan Tim, Pantau Praperadilan Firli Bahuri dan Eks Wamenkumham di PN Jaksel

Nasional
Survei Median: Elektabilitas PDI-P Tinggi di Jawa, Gerindra di Luar Jawa

Survei Median: Elektabilitas PDI-P Tinggi di Jawa, Gerindra di Luar Jawa

Nasional
Yakin Ganjar-Mahfud Tampil Maksimal saat Debat, TPN: Kami Sudah Siapkan Narasi Utama

Yakin Ganjar-Mahfud Tampil Maksimal saat Debat, TPN: Kami Sudah Siapkan Narasi Utama

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Kumpulkan Aktivis dan Korban Penculikan 98 Jelang Debat soal HAM

TKN Prabowo-Gibran Kumpulkan Aktivis dan Korban Penculikan 98 Jelang Debat soal HAM

Nasional
Singgung Pungli Penerimaan Anggota TNI-Polri, Sekjen PDI-P: Prof Mahfud Akan Bereskan Itu

Singgung Pungli Penerimaan Anggota TNI-Polri, Sekjen PDI-P: Prof Mahfud Akan Bereskan Itu

Nasional
Stasiun Pompa Ancol-Sentiong Diresmikan, Jokowi Berharap Bisa Kurangi 62 Persen Banjir Jakarta

Stasiun Pompa Ancol-Sentiong Diresmikan, Jokowi Berharap Bisa Kurangi 62 Persen Banjir Jakarta

Nasional
Surati KY, ICW Minta Sidang Praperadilan Firli Bahuri dan Eddy Hiariej Diawasi

Surati KY, ICW Minta Sidang Praperadilan Firli Bahuri dan Eddy Hiariej Diawasi

Nasional
'Undecided Voters' Tinggi di Litbang 'Kompas', PDI-P Akan Fokus Gaet Pemilih Perempuan dan Muda

"Undecided Voters" Tinggi di Litbang "Kompas", PDI-P Akan Fokus Gaet Pemilih Perempuan dan Muda

Nasional
Hasto Minta Seluruh Kader PDI-P Ketuk Pintu Rumah Warga dan Sampaikan Program 'KTP Sakti'

Hasto Minta Seluruh Kader PDI-P Ketuk Pintu Rumah Warga dan Sampaikan Program "KTP Sakti"

Nasional
Sebut Prabowo Miskin Gimik, TKN: Yang Lain Banyak, tapi Tak Diterima dengan Baik

Sebut Prabowo Miskin Gimik, TKN: Yang Lain Banyak, tapi Tak Diterima dengan Baik

Nasional
Survei Median: Prabowo-Gibran 37 Persen, Ganjar-Mahfud 26,7 Persen, Anies-Muhaimin 25,4 Persen

Survei Median: Prabowo-Gibran 37 Persen, Ganjar-Mahfud 26,7 Persen, Anies-Muhaimin 25,4 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com