Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wamenkumham Sebut Ada 2 Tafsir Terkait Putusan MK soal Perubahan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Yakni...

Kompas.com - 26/05/2023, 07:35 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menilai, ada dua pendapat terkait perubahan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat tahun menjadi lima tahun yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pendapat pertama, putusan MK yang mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dilayangkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron itu, tidak berlaku saat ini.

"Putusan tersebut bersifat prospektif. Artinya, tidak berlaku untuk pimpinan KPK saat ini, namun berlaku untuk pimpinan KPK mendatang. Argumentasi teoretiknya, putusan MK sama dengan Undang-Undang," ujar Wamenkumham kepada Kompas.com, Kamis (25/5/2023).

Baca juga: MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Ketua Komisi III: Final dan Mengikat

Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej ini menjelaskan, asas keberlakuan Undang-Undang adalah nova constitutio futuris formam imponere debet, non parearitis. Artinya, Undang-Undang berlaku ke depan, tidak untuk masa lalu dan tidak berlaku surut.

"Kalaupun berlaku surut, maka hal tersebut secara expressive verbis harus dinyatakan dalam putusan atau undang-undang," kata Eddy.

Eddy Hiariej menilai bahwa konsekuensi pendapat pertama ini bisa diartikan masa jabatan Pimpinan KPK tetap akan berakhir pada tanggal 20 Desember 2023.

Pasalnya, ketentuan dalam Undang-Undang KPK dan Keputusan Presiden (Keppres) yang mengangkat Pimpinan KPK untuk masa jabatan empat tahun sejak 20 Desember 2019 sampai dengan 20 Desember 2023.

Baca juga: Anggota DPR Usulkan Masa Jabatan Hakim MK Juga Jadi 5 Tahun seperti Pimpinan KPK

Namun demikian, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menilai, ada pendapat kedua yang juga dimungkinkan terhadap putusan MK tersebut.

Pendapat ini, kata Wamenkumham, putusan MK mengenai perubahan masa jabatan pimpinan KPK itu berlaku serta merta setelah diucapkan.

"Jika demikian, maka masa jabatan pimpinan KPK yang ada sekarang diperpanjang satu tahun sehingga menjadi 5 tahun dan akan berakhir 20 Desember 2024," ujar Wamenkumham.

"Konsekuensi dari pendapat ini, Presiden harus merubah Keppres terkait masa jabatan Pimpinan KPK saat ini," katanya lagi.

Di sisi lain, Eddy memandang, MK perlu menjelaskan secara lebih terperinci maksud dari putusan terkait adanya perubahan masa jabatan pimpinan Komisi Antirasuah itu. Terlebih, KPK merupakan lembaga yang memiliki kewenangan besar terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Baca juga: Pakar: MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK, Tak Berlaku untuk Firli Cs

Menurutnya, penjelasan MK sangat penting untuk kepastian hukum. Apalagi, pimpinan KPK adalah aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan penetapan tersangka dan segala upaya paksa dalam penyidikan.

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait perubahan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun yang dilayangkan Nurul Ghufron.

"Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, Kamis siang.

Dalam salah satu pertimbangan, hakim konstitusi menyebutkan bahwa sistem perekrutan pimpinan KPK dengan skema empat tahunan telah menyebabkan dinilainya kinerja dari pimpinan KPK yang merupakan manifestasi dari kinerja lembaga KPK sebanyak dua kali oleh presiden ataupun DPR.

Penilaian dua kali tersebut dianggap dapat mengancam independensi KPK karena dengan kewenangan presiden ataupun DPR untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatan kepemimpinannya. Hal ini pun dinilai berpotensi tidak saja memengaruhi independensi, tetapi juga psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri.

Baca juga: Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Nurul Ghufron: Terima Kasih, Hakim MK

Pertimbangan lainnya, perbedaan masa jabatan pimpinan KPK dengan lembaga independen lain dianggap telah mencederai rasa keadilan. Perbedaan ini dinilai bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, sesuai Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945 dan menurut penalaran yang wajar, MK menganggap ketentuan yang mengatur masa jabatan pimpinan KPK seharusnya disamakan dengan ketentuan yang mengatur hal yang sama pada lembaga negara constitutional importance yang bersifat independen, yaitu lima tahun.

Dalam putusan ini, terdapat empat Hakim Konstitusi yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Mereka yakni Suhartoyo, Wahiduddins Adam, Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih.

Pada intinya, keempat Hakim Konstitusi ini menganggap masa jabatan tidak berkaitan dengan rasa keadilan. Sebaliknya, hal ini harus dilihat dari kelembagaan terkait pembentukannya.

Baca juga: 4 Hakim MK Beda Pendapat Terkait Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Dinilai Tak Beralasan Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com