JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima uji materi atau judicial review Pasal 100 (1), Pasal 237 huruf C, Pasal 256 di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Uji materi terhadap tiga Pasal di KUHP terkait hukuman mati, lambang negara, dan unjuk rasa itu dilayangkan oleh Leonardo Siahaan dan Ricky Donny Lamhot Marpaung tertanggal 28 Maret 2023.
"Mengadili, menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan dalam sidang, Kamis (25/5/2023).
Dalam gugatannya, para pemohon menguji Pasal 100 Ayat (1), Pasal 237 huruf c, dan Pasal 256 KUHP di dalam UU nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP yang secara redaksional sebagai berikut:
“(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan memperhatikan: a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana".
Menurut para pemohon, hak konstitusional mereka berpotensi dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 100 Ayat (1) KUHP. Sebab, ketentuan baru a quo, yaitu pidana mati dengan masa percobaan 10 tahun akan membuat hukuman mati kehilangan efek jera bagi para calon pelaku pidana.
Baca juga: MK Tak Terima Gugatan KUHP karena Belum Berlaku, Penggugat Sedih
“Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang: c. menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang.”
Para pemohon memandang, dalil dalam ketentuan dalam Pasal 237 huruf c KUHP telah membatasi hak warga negara untuk menggunakan lambang negara.
“Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.”
Menurut para pemohon, norma dalam Pasal 256 akan menghambat masyarakat dalam melakukan demonstrasi sebagai sarana penyampaian kekecewaan masyarakat kepada negara.
Baca juga: Wamenkumham: KUHP Baru Harus Untungkan Terpidana, Terdakwa, Tersangka...
Atas fakta hukum tersebut, dalam pertimbangannya hakim konstitusi memandang para pemohon memiliki hak konstitusional untuk menguji isi norma KUHP atau UU nomor 1 tahun 2023 yang dimohonkan.
Namun, lantaran norma KUHP tersebut belum berlaku dan akan berlaku pada 2 Januari 2026 maka para pemohon tidak memenuhi syarat “hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut yang oleh para pemohon dianggap dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian”.
"Dengan tidak dipenuhinya syarat tersebut maka Mahkamah berpendapat para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang.
Baca juga: Tolak Uji Materi Pasal Penghinaan Presiden, MK: KUHP Baru Belum Berlaku
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.