Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/05/2023, 22:23 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang menilai, masa jabatan pimpinan KPK yang diperpanjang menjadi lima tahun berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan lembaga tersebut semakin politis.

Apalagi, lamanya masa jabatan pimpinan KPK ini sama dengan periodisasi keputusan politik.

“Ini menunjukkan bahwa lembaga ini semakin politik, sudah jelas kan,” kata Saut saat dihubungi, Kamis (25/5/2023).

Baca juga: Saut Situmorang Nilai Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK Tak Berdampak ke Pemberantasan Korupsi

Saut mengatakan, dalam mengajukan permohonan judicial review (JR) ke MK, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menggunakan alasan periodisasi politik.

Begitupun saat memutuskan mengabulkan permohonan Ghufron, MK menggunakan alasan politik, yakni lembaga itu dinilai dua kali oleh presiden dan DPR karena sistem perekrutan pimpinan jangka waktu 4 tahunan.

“Jadi, alasannya selalu politik kan, kan dia minta alasannya selalu politik kan, termasuk si MK-nya juga alasannya politik,” ujar Saut.

Menurut Saut, persoalan terkait nasib KPK merupakan keputusan besar. Di sisi lain, KPK saat ini sudah menjadi bagian dari pemerintah.

“KPK ini kan sudah bagiannya pemerintah, KPK itu sudah politik pemerintahan yang sudah berjalan, itu sudah pasti,” kata dia.

Saut bahkan menduga putusan MK itu didahului koordinasi mengingat persoalan KPK merupakan keputusan besar.

Baca juga: Mensesneg Sebut Pemerintah Siap Taati Aturan Perubahan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Ia menilai, keputusan MK memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK merupakan keinginan politik pemerintah.

“Itu sudah jelas politik itu, enggak mungkin, mereka juga sudah koordinasi,” kata Saut.

Sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu 4 tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.

MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK.

Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen dua kali dalam periode atau masa jabatannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Puji Pendukungnya, Ganjar: Ketika Survei Saya Naik karena Kerja Militan Mereka

Puji Pendukungnya, Ganjar: Ketika Survei Saya Naik karena Kerja Militan Mereka

Nasional
Kaesang Disebut Gabung PSI: Jokowi Buka Suara, PDI-P Tak Bisa Melarang

Kaesang Disebut Gabung PSI: Jokowi Buka Suara, PDI-P Tak Bisa Melarang

Nasional
Demokrat yang Gaungkan Perubahan, tapi Gabung ke Koalisi yang Lanjutkan Kerja Jokowi...

Demokrat yang Gaungkan Perubahan, tapi Gabung ke Koalisi yang Lanjutkan Kerja Jokowi...

Nasional
Pagi Hari di IKN, Jokowi Ajak Para Menteri Lihat Pemandangan hingga Sarapan Bersama

Pagi Hari di IKN, Jokowi Ajak Para Menteri Lihat Pemandangan hingga Sarapan Bersama

Nasional
Agenda Media, Program Bakal Capres, dan Respons Netizen

Agenda Media, Program Bakal Capres, dan Respons Netizen

Nasional
Ungkap Alasan Fasilitasi Perwira TNI Temui Tahanan, Wakil Ketua KPK: Kondisinya Tak Normal

Ungkap Alasan Fasilitasi Perwira TNI Temui Tahanan, Wakil Ketua KPK: Kondisinya Tak Normal

Nasional
Bawaslu Rilis Indeks Kerawanan Netralitas ASN, 10 Provinsi Ini Paling Rawan

Bawaslu Rilis Indeks Kerawanan Netralitas ASN, 10 Provinsi Ini Paling Rawan

Nasional
Fenomena 'Bercyandya': Dari Bromo, MA, Demokrat, dan Kaesang

Fenomena "Bercyandya": Dari Bromo, MA, Demokrat, dan Kaesang

Nasional
Minta Pembangunan Infrastruktur IKN Dipercepat, Jokowi: Kita Dikejar Investor

Minta Pembangunan Infrastruktur IKN Dipercepat, Jokowi: Kita Dikejar Investor

Nasional
Pilkada 2024 Dipercepat, Ide 'Coba-coba' Pemerintah Tanpa Situasi Genting

Pilkada 2024 Dipercepat, Ide "Coba-coba" Pemerintah Tanpa Situasi Genting

Nasional
Hari Kedua di IKN, Jokowi Akan Tinjau Pembangunan Kantor Presiden

Hari Kedua di IKN, Jokowi Akan Tinjau Pembangunan Kantor Presiden

Nasional
Bawaslu Ungkap Sebab dan Motif ASN Kerap Tak Netral dalam Pemilu, Apa Saja?

Bawaslu Ungkap Sebab dan Motif ASN Kerap Tak Netral dalam Pemilu, Apa Saja?

Nasional
Data Intelijen Jokowi, Kritik BRIN, dan Sinyal Kerenggangan dengan Megawati

Data Intelijen Jokowi, Kritik BRIN, dan Sinyal Kerenggangan dengan Megawati

Nasional
BRIN Sebut Jokowi Melanggar Demokrasi Jika Parpol Jadi Target Intelijen

BRIN Sebut Jokowi Melanggar Demokrasi Jika Parpol Jadi Target Intelijen

Nasional
BRIN Sebut Relasi Presiden-Intelijen Masih Penuh Problematika

BRIN Sebut Relasi Presiden-Intelijen Masih Penuh Problematika

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com