Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

25 Tahun Reformasi, Cerita Tegang Wartawan Istana Siarkan Soeharto Mundur padahal Masih di Mesir

Kompas.com - 22/05/2023, 17:42 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua puluh lima tahun lalu, tepatnya pada awal Mei 1998 desakan untuk melakukan reformasi semakin menguat.

Desakan tersebut disampaikan para mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat.

Di sisi lain, situasi krisis moneter yang masih berlangsung menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia semakin tidak menentu.

Sementara itu, situasi politik dan keamanan nasional pun terusik akibat maraknya demonstrasi di berbagai daerah yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat.

Saat situasi Tanah Air yang tidak kondusif itu, Presiden Soeharto bertolak menuju Mesir dalam rangka menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G15 di Kota Kairo.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Kembali dari Mesir, Jakarta seperti Lautan Api dari Atas Pesawat

Presiden berangkat pada 9 Mei 1998. Bersama Presiden, ikut rombongan wartawan yang biasa meliput kegiatan di Istana Kepresidenan.

Salah satu yang turut serta terbang ke Mesir adalah wartawan Harian Kompas, Joseph Osdar.

Osdar menceritakan, ketika akan berangkat, situasi di Indonesia saat itu sudah bergolak.

"Sebelum keberangkatan itu kan sebenarnya sudah terjadi pergolakan-pergolakan di negeri ini kan. Krisis moneter, demo-demo mahasiswa gitu kan," ujar Osdar dalam wawancara khusus dengan Kompas.com, Senin (15/5/2023) lalu.

Di kalangan sesama wartawan sendiri, saat itu beredar kelakar bahwa para jurnalis yang terbang ke Mesir bersama Soeharto diistilahkan sebagai menteri penerangan di pengasingan.

Sebab mereka ikut dengan Kepala Negara yang saat itu menjadi sorotan publik secara nasional dan internasional.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Soeharto Lengser, Habibie Jadi Presiden hingga Isu Kudeta

"Bahkan yang jual donat di Bandara Halim saja saat kami mau berangkat itu sempat bertanya, "Mas apa masih bisa pulang ke Indonesia?"," kata Osdar menirukan perkataan seorang penjual donat yang bertanya kepadanya ketika tahu akan berangkat bersama Soeharto.

Menurut Osdar, kelakar para jurnalis dan pertanyaan masyarakat awam itu seolah menggambarkan keyakinan bahwa Pak Harto-panggilan akrab Soeharto akan mundur dari jabatannya dalam waktu dekat.

Namun, lanjut Osdar, Soeharto saat itu masih merasa bahwa sebagai Presiden dirinya bisa mengendalikan situasi krisis di Indonesia.

Soeharto tak salami wartawan

Osdar menuturkan, saat akan bertolak ke Mesir, Presiden Soeharto masih memberikan konferensi pers kepada jurnalis Ibu Kota.

Dalam konferensi pers itu, Soeharto menyatakan keyakinannya bisa mengatasi situasi krisis dan kerusuhan yang terjadi.

Selain itu disampaikan pula bahwa pemerintah akan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Setelah jumpa pers usai, Soeharto masuk ke pesawat Garuda MD-11 dan langsung berangkat ke Mesir bersama rombongan wartawan.

Namun, Osdar saat itu menyadari ada hal berbeda dari Soeharto. Biasanya saat akan berangkat kunjungan kerja ke luar negeri, Soeharto menyalami semua wartawan Istana yang ikut terbang bersamanya.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Bacakan Pidato Pengunduran Diri di Istana Merdeka

Wartawan Kompas J Osdar berbicara dalam peluncuran buku Sisi Lain Istana 2 di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (9/12/2014).KOMPAS.com/SABRINA ASRIL Wartawan Kompas J Osdar berbicara dalam peluncuran buku Sisi Lain Istana 2 di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (9/12/2014).

"Biasanya kalau kita berangkat ke luar negeri kan Pak Harto salaman. Pak Harto keliling rombongan itu (semua) disalami. Ini enggak. Langsung berangkat," ungkapnya.

Saat disinggung soal alasan mengapa Presiden tidak menyalami wartawan, Osdar menyatakan tidak tahu alasannya secara pasti.

Hanya saja dia mengakui saat itu ada perasaan bahwa Soeharto tak akan lama lagi menjabat sebagai Presiden.

Pesawat pun langsung terbang menuju Kairo. Setibanya di sana, Soeharto menginap secara terpisah dengan rombongan wartawan Istana.

Soeharto menginap di Hotel Sheraton Heliopolis sedangkan wartawan menginap di Hotel Soneta. Meski demikian, letak kedua hotel berdekatan.

Soeharto didemo, jurnalis Indonesia disindir

Menurut Osdar, saat Soeharto dan rombongan tiba di Kairo, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di sana melakukan aksi demonstrasi.

Mereka meminta agar Presiden yang sudah berkuasa selama 32 tahun itu mundur dari jabatannya.

Namun, sayangnya sebagai wartawan yang bertugas di Istana di masa pemerintahan Soeharto, demonstrasi menentang pemerintah tidak boleh disiarkan.

Baca juga: Jakarta Membara dalam Kerusuhan 25 Tahun Lalu: Massa Mengamuk, Mobil Dibakar, dan Bangunan Dijarah

Ada pula momen menarik saat wartawan Indonesia yang datang bersama Soeharto memakai setelan jas dan dasi lengkap. Pakaian seperti itu menurut Osdar merupakan yang sehari-hari dikenakan wartawan Istana di era Soeharto.

Namun, saat berada di Kairo penampilan wartawan Indonesia menjadi bahan pembicaraan wartawan negara lain.

"Kita menjadi bahan tertawaan waktu itu. Ada wartawan dari Jepang, saya masih ingat, bilang, 'hei kalian punya negeri ini sudah mau ambruk masak kalian masih pakai baju baju necis'," ungkap Osdar menirukan perkataan wartawan asal Jepang yang masih diingatnya.

"Intinya saat itu sudah menjadi pembicaraan-lah. Orang restoran di hotel tempat kami menginap, sudah ngomong pada saya dan temen saya dari (Kantor Berita) Antara soal kabar Soeharto dan keluarga yang menjadi orang terkaya keempat di dunia," lanjutnya.

Baca juga: Pembunuhan Ita Martadinata, Pukulan Telak yang Bungkam Korban Pemerkosaan Mei 1998

Osdar menyadari pernah ada pemberitahuan dari Bank Dunia (World Bank) soal korupsi APBN di Indonesia yang mencapai 20-30 persen. Namun, di era Orde Baru pemberitaan soal korupsi tidak gampang dibuka seperti sekarang.

Selama di Mesir, lanjut Osdar, situasi krisis dan kerusuhan di Indonesia menjadi sorotan.

Media-media di Mesir pun memberitakan situasi kerusuhan yang terjadi di Indonesia.

"Tanggal 12 Mei mulai pertemuan (KTT). Itu pas pertemuan pimpinan-pimpinan negara anggota G15 itu terjadi penembakan di Trisakti itu di Indonesia," ujar Osdar.

"Itu menjadi pemberitaan di televisi-televisi. Di Kairo itu, di pressroom di hotel itu yang tempat kita menginap itu sudah muncul (berita) kerusuhan, penembakan, yang nembak-nembak itu," katanya lagi.

Baca juga: Soeharto di Mesir Saat Kerusuhan Mei 1998 Meletus, Sepertiga Kekuatan Militer Duduki Ibu Kota

Perkembangan situasi di Indonesia semakin menjadi perbincangan di kalangan pejabat, jurnalis maupun masyarakat di Kairo.

Sementara itu, kata Osdar, rombongan wartawan Istana yang ikut Soeharto ke Mesir belum bisa leluasa menuliskan kondisi yang ada.

Oleh karenanya, hanya beberapa berita kecil yang kemudian ditulis dan dikirimkan ke Indonesia.

Antara lain bagaimana reaksi di Kairo, juga pernyataan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat saat itu, Madeleine Albright, di forum KTT G15 yang mencemaskan situasi di Indonesia.

Pada 13 Mei 1998, KTT G15 berakhir dan diadakan jumpa pers. Tetapi, Presiden Soeharto tidak ikut hadir. Ternyata dalam jumpa pers tersebut ada wartawan asing yang menanyakan kepada pemimpin G15 mengenai tanggapan situasi di Indonesia.

Baca juga: Naskah Pidato 21 Mei 1998, Yusril Ungkap Alasan Soeharto Pilih “Berhenti” ketimbang “Mundur”

Osdar mengungkapkan, Menlu Madeleine Albright saat itu memberikan tanggapan dengan menyatakan bahwa sebaiknya tuntutan reformasi di Indonesia dipenuhi saja.

Sebagaimana diketahui, ada sejumlah tuntutan reformasi Indonesia. Antara lain masyarakat meminta Soeharto mundur dari jabatannya dan segera berantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintahan.

"Nah sudah setelah itu masalah Indonesia itu menjadi pembicaraan tanya jawab antara wartawan dengan peserta KTT G15," katanya.

Siap mundur jika rakyat menginginkan

Osdar melanjutkan, pada 13 Mei 1998 malam, Presiden Soeharto mengumpulkan masyarakat Indonesia yang belajar dan bekerja di Mesir.

Acara tersebut digelar di kedutaan RI di Kairo.

Menurut Osdar, bangunan gedung kedutaan RI berada di tepi Sungai Nil. Sungai Nil merupakan sungai yang dikenal luas publik dunia sebagai pusat peradaban masa lalu Mesir.

Osdar menuturkan, saat itu Soeharto menyampaikan pemaparannya tanpa teks.

Mengenai isu reformasi juga disinggung oleh Soeharto.

"Tentang kita nanti akan mengadakan reformasi, tentang tuntutan reformasi. Lalu Pak Harto dengan gayanya menyatakan, 'bahwa nanti kita akan mengadakan reformasi. Reformasi itu sebenarnya sudah berjalan'," tutur Osdar mengutip pernyataan Soeharto saat itu.

Baca juga: Cerita Ita Fatia Nadia soal Mei 1998, Mendadak Dapat Laporan Pemerkosaan di Banyak Tempat

Bahkan ketika itu Soeharto sempat menyatakan reformasi sudah ada sejak dulu, tepatnya sejak zaman kerajaan Majapahit.

Selama memberi keterangan, kata Osdar, Soeharto tampak tetap tenang dan yakin seperti biasanya.

Bahkan menurut Osdar, ketenangan Soeharto sama sekali tak terganggu perkembangan situasi yang ada.

Jenderal bintang lima TNI itu pun melanjutkan penjelasan dengan menyinggung soal harta kekayaan keluarganya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com