Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Refleksi 25 Tahun Reformasi Melawan Lahirnya Rezim Outsourcing

Kompas.com - 20/05/2023, 17:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Buruh, tani, mahasiwa, rakyat miskin kota
Bersatu padu rebut demokrasi
Bersatu tekad dalam satu suara
Demi tugas suci yang mulia
Hari-hari esok adalah milik kita
Terciptanya masyarakat sejahtera
Terbentuknya tatanan masyarakat
Indonesia baru tanpa orba"

LAGU "Buruh Tani" ciptaaan Safi’i Kemamang di atas sering dinyanyikan dalam pergerakan reformasi 1998. Dari lirik lagu tersebut menyiratkan bahwa gerakan reformasi tidak lepas dari kekuatan pekerja atau disebut buruh.

Sama seperti mahasiswa, massa buruh termasuk mudah diorganisir dan terkonsentrasi pada satu titik. Namun kelemahannya, pada masa Orde Baru, gerakan buruh dicap gerakan berbau komunis.

Orde Baru yang militeristik sebagai kaki-tangan kapitalime yang antikomunis, gerakan mahasiswa tidak bisa dicap sebagai gerakan berbau komunis atau kelompok marxis radikal.

Maka pada saat itu, mahasiswa satu-satunya menjadi garda terdepan oleh kaum reformis untuk mengakhiri rezim Orde Baru yang membangun sistem penuh kejanggalan.

Meskipun tidak ada kesepakatan tertulis, gerakan nahasiswa diakui sebagai gerakan intelektual dan agen perubahan. Sedangkan buruh, tani, dan masyarakat miskin kota mudah dikambinghitamkan sebagai gerakan yang ditunggangi oleh komunis atau digerakkan oleh barisan sakit hati.

Orba memetakan, gerakan buruh merupakan ancaman stabilitas politik nasional dan menganggu pembangunan ekonomi Indonesia yang dilaksanakan oleh pemerintahan Soeharto.

Para kaum kapitalis sangat ketakutan dengan gerakan komunis dan sosialis yang begejolak hampir di seluruh dunia.

Apalagi, sejak terbentuknya negara komunis Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok yang menghapus hak pribadi serta menasionalisasi perusahaan-perusahaan milik para kapitalis.

Peristiwa G/30/S/PKI pada1965 menjadi modal bagi Soeharto membenarkan bahwa gerakan komunis dilakukan oleh buruh dan petani adalah gerakan yang keji dan sadis.

Partai Komunis Indonesia (PKI) dituding sebagai otak pembunuhan 7 Dewan Jenderal, sehingga terjadi pembantaian jutaan rakyat kecil, terutama pada petani dan buruh.

Atas kekacauan berdarah ini menjadi modal buat Soeharto menghantarkan dia sebagai presiden mengantikan Soekarno yang ditumbangkan oleh Angkatan 66. Gerakan Buruh kemudian dianggap sebagai bahaya laten. Sejak itu, perjuangan buruh mengalami degradasi.

Selama 32 tahun rezim Orde Baru berkuasa membungkam gerakan buruh, Soeharto tidak memisahkan antara perjuangan buruh dengan gerakan politik kelompok komunis atau sosialis marxis.

Soeharto menggeneralisasi semua gerakan buruh adalah kelompok radikal marxis untuk membentuk negara komunis.

Sementara, perjuangan masyarakat pekerja dengan perjuangan komunis dua hal yang berbeda. Perjuangan pekerja atau buruh adalah perjuangan atas hak-hak kerjanya. Seperti jam kerja, gaji yang memberikan kesejahteraan, kondisi kerja yang aman dan jaminan sosial, serta hak-hak lainnya.

Perjuangan buruh dapat dilihat di Amerika Serikat dan berbagai negara di Eropa Barat pada abad ke-19 dan ke-20. Masyarakat Eropa dan Amerika Serikat mendapat pencerahan tentang keadilan, kebebasan, kesetaraan dan kemajuan, sehingga memunculkan perjuangan buruh.

Terinspirasi dari keberhasilan Revolusi Perancis (1789), para buruh bangkit bergerak menyapu seluruh Eropa.

Di Inggris pada 1819, para buruh menuntut reformasi wakil parlemen yang dinilai konservatif. Buruh mengalami ketidakadilan dan hidup miskin. Mereka menyuarakan "Equal Law, Equal Right, Annual Parliament, Universal Sufrage, and the Ballot".

Puncaknya di Amerika Serikat pada 1 Mei 1886, terjadi pergerakan buruh besar-besaran menuntut pemenuhan hak-hak buruh, termasuk pengurangan jam kerja menjadi delapan jam sehari.

Buruh bersama istri dan anaknya mengusung spanduk berbunyi "Delapan Jam Kerja Sehari". Peristiwa Haymarket ini kemudian diperingati setiap tahunnya sebagai May Day, yaitu Hari Buruh Internasional.

Meskipun gerakan buruh pada masa lalu sering memiliki keterkaitan dengan ideologi komunis, tapi memiliki tujuan berbeda. Terbukti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat dan negara-negara modern lainnya di Asia tidak membentuk negara komunis, malah menjadi negara demokrasi yang liberal berbasiskan pasar bebas.

Dari perjuangan buruh yang panjang dan memakan nyawa dan mengalami penderitaan mendalam, akhirnya berhasil mendapat keadilan, kesetaraan dan kesejahteraan secara merata.

Antara pengusaha dengan pekerja semakin tercipta keharmonisan dan menjunjung kesetaraan, berorientasi kesejahteraan, pertumbuhan dan membangun keselamatan kerja yang baik, serta membentuk jaminan sosial yang komprehensif.

Pemerintah pun hadir memberikan kepastian pelindungan hukum, sosial, dan ekonomi yang kuat dan mengedepankan dialog sosial tripartit.

Pembusukan dan pemutarbalikan esensi perjuangan buruh ini sampai sekarang masih berdampak buruk pada nasib mereka.

Buruh dikonotasikan sebagai rakyat jelata yang harus pasrah dan berterimakasih kepada perusahaan mau memperkerjakan mereka. Kebijakan pemerintah dalam mengatur iklim investasi dan ekonomi merupakan kebaikan dilakukan oleh pemerintah kepada buruh/pekerja.

Akhirnya, kebebasan berserikat dibelenggu. Pemerintah Orde Baru kemudian membentuk Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) sebagai wadah tunggal serikat buruh pada 1973 untuk meredam gejolak buruh. Serikat-serikat pekerja di luar FBSI dianggap OTP (Organisasi Tanpa Bentuk) atau underbow PKI.

Tak pelak, kebijakan Orba tersebut membuat masyarakat pekerja mengalami nasib dengan gaji rendah serta kondisi kerja yang kurang memadai serta jaminan sosial yang tidak memadai dan merata. Berbagai perlakuan semena-mena dari kaum kapitalis (pemilik modal) sering menimpa pekeja/buruh.

Peristiwa Marsinah pada 1993 menjadi bukti sejarah kelam atas penindasan buruh semasa rezim Orde Baru. Tragedi Marsinah menggambarkan kondisi saat itu, betapa mengerikan nasib seorang buruh dalam memperjuangkan hak-haknya yang bisa berujung kematian.

Reformasi melahirkan rezim outsourcing

Setelah 25 dilakukan reformasi di segala bidang dengan tumbangnya rezim Soeharto pada 21 Mei 1998, oleh gerakan mahasiswa, ternyata nasib buruh belum berubah.

Meski hak berserikat sudah bebas dijamin oleh negara. Meski aksi unjuk rasa buruh sudah bebas dilakukan. Meski May Day setiap tanggal 1 Mai sudah dijadikan hari libur nasional. Semua itu tidak mengubah nasib buruh.

Tujuan perjuangan buruh masih jauh api dari panggangnya. Pendapatan buruh masih "senin - kamis". Pegawai pemerintah kalau tidak korupsi, kolusi dan pungli, mereka tidak akan hidup makmur.

Malah di luar ekspektasi ketenagakerjaan Indonesia, lahirnya sistem ketenagakerjaaan outsourcing pada 2003.

Presiden Megawati mengeluarkan kebijakan outsourcing yang dimuat dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dengan terbitnya UU Ketenagakerjaan ini, pemerintah melakukan pelegalan terhadap sistem baru bernama outsourcing yang semakin membawa ketidakpastian pada nasib buruh. Ini merupakan pelencengan terhadap cita-cita reformasi dan hakikat kemerdekaan Indonesia.

Sistem kerja outsourcing melahirkan penindas baru yang dibenarkan oleh pemerintah kepada masyarakat pekerja dan terbukanya celah besar praktik eksploitasi kepada manusia di era modern.

Outsourcing adalah proses di mana suatu perusahaan atau organisasi mengontrak pekerja untuk melaksanakan pekerjaan sebagian atau seluruh kegiatan yang bisa dilimpahkan kepada pihak eksternal atau perusahaan lain.

Jadi, pekerja bukan lagi menjadi karyawan resmi di tempat kerjanya. Mereka adalah pekerja kontrak berasal dari luar yang bekerja di perusahaan atau organisasi yang disalurkan oleh jasa tenaga kerja.

Kebijakan outsourcing lahir karena alasan keterbatasan lapangan pekerjaan dan tingginya laju pertumbuhan angkatan kerja terbuka, maka pemerintah memperbolehkan perusahaan untuk menggunakan pihak ketiga untuk tenaga kerja outsourcing.

Dengan outsourcing, perusahaan dapat menciptakan lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan meningkatkan daya saing.

Pemerintah berpendapat dengan melegalkan outsourcing dapat meningkatkan daya tarik bagi investor asing maupun domestik.

Pekerja outsourcing dapat membantu mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi bisnis yang dapat menarik minat perusahaan untuk berinvestasi di Indonesia. Dengan demikian, akan tercipta lapangan kerja baru dan terjadinya pertumbuhan ekonomi.

Saya menilai alasan tersebut keliru besar dalam membangun peradaban ketenagakerjaan yang berkemajuan dan kesetaraan serta semangat konsep negara kesejahteraan (welfare state), yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu negara.

Sistem kerja outsourcing merupakan pembenaran terhadap praktik perusahaan untuk mendapatkan tenaga kerja yang lebih rendah dan pengalihan tanggung jawab perusahaan kepada pihak ketiga. Hak-hak buruh atas jaminan sosial semakin kabur, bahkan bisa hilang.

Studi Hojnik di Slovenia, McCann di Irlandia dan Studi Spencer di China dan India membuktikan bahwa motivasi pengunaan outsourcing adalah untuk menekan biaya dan meningkatkan keuntungan perusahaan.

Pekerja outsourcing bukan saja digunakan perusahaan untuk mendukung proses kegiatan pendukung, tetapi sudah pada kegiatan produksi inti secara ekstensif.

Belajar dari Ford Motor Company, perusahaan produsen mobil asal Amerika Serikat membayar para buruh pabrik dengan upah minimum 5 dollar AS per delapan jam sehari dari sebelumnya yang hanya digaji 2,34 dollar AS per hari dengan waktu sembilan jam kerja.

Kebijakan ini memperkuat rasa loyalitas serta kebanggaan dan terjadinya peningkatan produktivitas.

Artinya, gaji murah bukan merupakan cara terbaik untuk memajukan perusahaan. Malah menimbulkan jarak antara pekerja dengan perusahaan. Sense of belonging tidak terbangun dari pekerja outsourcing.

Bahwa klaim outsourcing sebagai sistem yang bisa menjadi daya tarik investor berinvestasi di Indonesia adalah pembenaran sepihak dan diragukan kebenarannya.

Sesungguhnya, kebutuhan investor adalah bagaimana perusahaan mendapat ketersediaan tenaga kerja melimpah yang kompeten. Investor bukan mencari tenaga kerja murah.

Tenaga kerja murah di era globalisasi sekarang akan berdampak buruk pada kinerja perusahaan dan bisa digugat di pengadilan nasional dan internasional.

Perusahaan Google pernah digugat karena diduga membayar upah lebih rendah pada pekerja perempuannya. Perusahaan garmen multinasional, PT Pan Brothers Tbk digugat oleh sejumlah serikat pekerja terkait pembayaran gaji murah pada 2015.

Sementara alasan outsourcing akan terjadinya pertumbuhan ekonomi di tengah masyarakat hanyalah propaganda yang bisa menyesatkan publik.

Sistem outsourcing faktanya memunculkan "penindas baru" yang memeras hasil keringat pekerja. Pertumbuhan ekonomi hanya akan terjadi pada perusahaan-perusahaan penyalur tenaga kerja. Sementara, pekerja outsourcing masih hidup dalam kemiskinan.

Selain itu, fakta di lapangan ada kecemburuan antara pekerja tetap dengan pekerja eksternal di lingkungan kerja. Praktik diskriminasi dan perbedaan perlakuan tidak adil dalam pengembangan karier dan prestasi. Pekerja outsourcing dianggap berstatus rendah.

Pengunaan kerja outsourcing juga menimbulkan terbatasnya kesempatan masyarakat lokal mencari pekerjaan.

Ironisnya, di saat perjuangan buruh menolak outsourcing, Presiden Jokowi malah melestarikan sistem outsourcing. Pada 2020, Presiden bersama DPR mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja.

Meskipun penetapan perusahaan yang menggunakan pekerja outsourcing harus mendaftarkan pekerja tersebut ke BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan perlindungan sosial, bukanlah solusi untuk menghantarkan buruh menjadi maju.

Pekerja outsourcing umumnya tidak memiliki status kerja yang jelas dan tetap, sehingga mereka sering kali tidak mendapatkan manfaat yang sama dengan pekerja tetap.

Sementara peradaban ketenagakerjaan di era sekarang yang sedang dibangun dunia adalah jaminan sosial komprehensif untuk memastikan hak-hak mereka diakui dan dipenuhi, termasuk upah yang adil, kepastian kerja, hak untuk berorganisasi dan mengadakan negosiasi bersama, serta kesempatan untuk pengembangan karir dan pelatihan.

UU Ciptaker mengatur hak pekerja outsourcing atas upah yang setara dan tanpa diskriminasi dengan pekerja tetap hanyalah kata-kata indah di atas kertas dan mustahil diwujudkan.

Karena tidak ada perangkat penegak hukum untuk menindak praktik tersebut serta lemahnya penegakan hukum di Indonesia. Perusahaan penyalur tenaga kerja memiliki orientasi berbeda dengan pekerja outsourcing semakin memperlemah posisi tawar mereka.

UU Ciptaker juga memiliki ketentuan yang mengubah beberapa aspek perundingan kolektif, termasuk pemangkasan peran serikat pekerja dan pembatasan demonstrasi.

Perubahan ini dapat membatasi pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka secara kolektif. UU Ciptaker malah mengizinkan perusahaan pihak ketiga untuk langsung menjalin perjanjian kerja dengan pekerja tanpa melibatkan serikat pekerja.

Refleksi setiap tahun lahirnya Reformasi Indonesia 1998 adalah sebagai evaluasi dalam upaya berkelanjutan untuk membangun tatanan Indonesia yang memiliki peradaban maju dalam meningkatkan kualitas hidup rakyat Indonesia.

Dengan Refleksi Reformasi tahunan dilakukan agar terjadi pencerahan di tengah masyarakat lalu memunculkan kesadaran bersama untuk memperjuangkan Indonesia lebih baik.

Usia 25 tahun reformasi bukan usia yang belia lagi. Seharusnya sudah memberikan sistem perubahan yang mapan atas cita-cita reformasi yang diperjuangkan dengan nyawa, darah dan air mata itu.

Perjuangan reformasi 1998 tidak boleh berhenti. Kebutuhan perubahan adalah sebuah keniscayaan. Munculnya sistem-sistem penindas baru kepada rakyat harus tetap dilawan.

Menyusun sebuah model pendekatan, strategi, taktik dan metode perjuangan yang bisa diimplementasikan harus tetap dilakukan.

Refleksi 25 tahun reformasi pada sistem ketenagakerjaan Indonesia ternyata belum terjadi perubahan signifikan pada nasib buruh. Reformasi gagal memberikan kesejahteraan dan pelindungan terhadap hak-hak pekerja yang menyejahterakan dan menjamin hak-hak pekerja.

Hasil perjuangan buruh tidak sesukses perjuangan buruh di negara-negara Eropa Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan berbagai negara lainnya.

Nasib pekerja Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan pekerja di negara-negara memiliki peradaban maju. Apalagi peradaban kedepan semakin canggih, seharusnya Indonesia melangkah membangun Sistem Ketenagakerjaaan Generasi Z.

Malah, 25 tahun reformasi hanya melahirkan "Rezim Pekerja Outsourcing" yang di luar ekspektasi bangsa Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com