Di Indonesia pun, memori traumatis raungan sirene mobil jenazah yang melintas tak kenal waktu juga adalah potret yang tak layak begitu saja dilupakan tanpa dimaknai dengan lebih baik.
Meski mungkin tak sedramatis di Brasil atau India, tak sedikit dari kita yang mengalami ketegangan perburuan oksigen untuk orang-orang terkasih, mencari rumah sakit yang masih sanggup menerima lonjakan pasien Covid-19, bahkan kehilangan orang terdekat di tengah karut-marut ledakan kasus Covid-19, terutama pada 2020 dan 2021.
Covid-19 tidak hanya persoalan kesehatan. Pandemi ini telah mengacak-acak kehidupan kita dalam tiga tahun terakhir, termasuk dalam relasi sosial dan laju roda ekonomi.
Baca juga: Pandemi dan Cerita Mereka yang Tak Terdaftar Jaminan Ketenagakerjaan
Bahkan di lini kesehatan, pekerjaan rumah pun menumpuk sebagai dampak pandemi ini. Imunisasi rutin, misalnya, menjadi salah satu yang turut terdampak pelaksanaannya tersebab pandemi.
Laju ekonomi pun masih tersendat. Persoalannya tak hanya karena imbas pandemi Covid-19 tetapi juga dinamika global seperti invasi Rusia ke Ukraina, inflasi tinggi di negara maju, dan gonjang-ganjing perbankan raksasa global.
Baca juga: Dua Tahun Pandemi dan Gelombang Kesehatan Mental
Kasus kesehatan mental diakui pula melejit selama pandemi Covid-19. Yang itu mencakup mulai dari kecemasan (anxiety) hingga depresi. Sektor pendidikan juga terdampak keras, melahirkan generasi anak didik pandemi, yang menghabiskan masa pendidikannya lewat layar gadget, bukan tatap muka di kelas dan berinteraksi dengan teman sebaya.
Satu lagi, terkait Covid-19 itu sendiri, long Covid-19 menjadi keprihatinan tersendiri yang tak dapat diabaikan.
Terlebih lagi, di Indonesia, saat kedaruratan global dicabut justru bersamaan dengan angka kasus Covid-19 yang memperlihatkan lagi tren naik.
Baca juga: WHO Umumkan Darurat Covid-19 Berakhir Saat Kasus di Indonesia Justru Meroket
Untuk long Covid-19 saja, Tedros menyebutkan diduga kasusnya terjadi pada satu dari 10 pasien Covid-19. Dengan kemungkinan dan tingkat keparahan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun, ratusan juta orang diperkirakan butuh perawatan bertahun-tahun untuk ini.
Karenanya, dunia saat ini tengah mengupayakan penerapan langkah-langkah untuk tidak lagi terulang tragedi seperti ketika Covid-19 sedang parah-parahnya menerjang. Namun, lagi-lagi misteri awal mula Covid-19 dan mekanisme penyebarannya masih saja jadi ganjalan dan perdebatan, termasuk membelah komunitas ilmuwan.
WHO dan negara-negara anggotanya disebut telah berdikusi untuk membuat perjanjian internasional atau sesuatu yang serupa untuk menarik pelajaran dari perjalanan Covid-19, mencegah kesalahan yang sama, sekaligus memastikan reaksi yang lebih efektif dan adil ketika pandemi merebak lagi.
Dari Indonesia, Kementeiran Kesehatan mengklaim telah menyiapkan masa transisi dari pandemi ke endemi, bahkan sebelum WHO mencabut status kedaruratan global Covid-19. Sebaliknya, Satgas Covid-19 menekankan pula bahwa dalam pernyataan Jumat, WHO belum menyatakan pandemi Covid-19 berakhir.
Baca juga: Soal Pencabutan Status Darurat Covid-19, Satgas: WHO Tidak Menyampaikan tentang Pandemi Berakhir
Dari ini semua, kewaspadaan harus tetap dijaga. Sekalipun pembatasan dan sejumlah protokol kesehatan telah dilonggarkan, kewaspadaan diri bukan hal yang rugi untuk terus diterapkan, termasuk melanjutkan protokol kesehatan yang sudah dijalani sehari-hari selama puncak pandemi. Bila bukan dimulai dari diri sendiri, mau dari siapa lagi?
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.