Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengantisipasi Banjir Sengketa Pemilu Lewat Penelitian Rekam Jejak Bacaleg

Kompas.com - 06/05/2023, 11:07 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak dibuka pada 1 Mei lalu, hingga kini belum ada satu pun partai politik yang telah mendaftarkan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) mereka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Padahal, pendaftaran bacaleg itu akan berakhir pada 14 Mei 2023, dan kemudian dokumen pendaftaran mereka akan diverifikasi KPU hingga 28 Agustus mendatang, sebelum diumumkan sebagai Daftar Calon Sementara (DCS).

Ada 84 daerah pemilihan Pileg DPR RI yang akan menjadi medan laga bagi setidaknya 580 kader sebuah parpol. Padahal, ada 18 parpol yang sebelumnya telah dinyatakan lolos tahap verifikasi KPU dan memiliki kesempatan untuk memperebutkan kursi Senayan.

Selain pileg DPR, pada saat yang sama KPU juga menggelar pemilihan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Baca juga: Ada Temuan Bacaleg DPD Eks Koruptor dan Masih Kader Parpol, KPU Bakal Periksa Dokumen

 

Setidaknya, ada 700 bacaleg DPD yang sudah memiliki tiket untuk mendaftarkan diri ke KPU, setelah mereka dinyatakan terverifikasi memenuhi syarat minimum dukungan di daerah pemilihan masing-masing.

Baik di dalam pileg DPR maupun DPD, sebenarnya ada tantangan yang saling berhimpitan yang harus dihadapi KPU, yakni lembaga pemilihan ini dilarang menoleransi segala bentuk pelanggaran.

Selain itu, KPU harus dapat menyeleksi bacaleg secara profesional dan transparan, memastikan para bacaleg yang lolos memiliki rekam jejak yang jelas dan tak melanggar ketentuan.

Hal ini harus dilakukan KPU secara teliti dan tegas guna mengantisipasi potensi terjadinya banjir sengketa di Bawaslu kelak.

Baca juga: KPU Diminta Jeli Periksa Pendaftaran Bacalon DPD Terkait Eks Koruptor dan Kader Partai

Namun di dalam perjalanannya, rekam jejak para bacaleg ini sudah mulai terlihat. Beberapa bahkan ditemukan adanya potensi persoalan atas rekam jejak itu yang mungkin saja rawan digugat.

Koruptor, kader parpol hingga pejabat daerah

Berdasarkan penelusuran Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), salah satu lembaga pemantau Pemilu 2024 yang telah terverifikasi KPU, setidaknya ada 34 dari 700 bacaleg DPD yang saat ini masih berstatus pengurus partai politik.

Selain itu, 4 bacaleg DPD RI disebut masih berstatus pejabat/karyawan BUMN.

Padahal, Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 dan Nomor 10 Tahun 2022 mengatur bahwa calon anggota DPD harus mundur jika berstatus pejabat pemerintahan, pegawai BUMN, juga pengurus partai politik.

Baca juga: UPDATE Hari Keempat, Baru 59 Bacalon DPD Daftar ke KPU

"KPU harus cermat melihat berkas pendaftaran calon anggota DPD pada tahapan verifikasi administrasi mendatang dan Bawaslu harus jeli dalam proses pengawasannya," ungkap Manajer Pemantauan JPPR, Aji Pangestu, dalam keterangan yang diterima Kompas.com pada Jumat (5/5/2023).

Aji dkk tak menutup kemungkinan bila jumlah ini bisa berkembang karena angka ini diperoleh dari tim pemantauan yang tidak menyeluruh di setiap pelosok.

Dari pemantauan terbatas ini pula, JPPR mengaku menemukan 8 eks terpidana korupsi yang menjadi bacaleg DPD RI di 6 provinsi, yaitu Bengkulu, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, Yogyakarta, Aceh, dan NTB.

Ini bisa menjadi batu sandungan karena eks terpidana yang diancam 5 tahun penjara atau lebih harus sudah bebas murni 5 tahun sebelum dapat mencalonkan diri, berdasarkan putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023 yang dimasukkan KPU ke dalam peraturan pencalegan.

Baca juga: KPU Prediksi Pendaftaran Bacaleg DPR Baru Ramai Pekan Depan

Meskipun terpidana kasus korupsi belum tentu diancam bui lebih dari 5 tahun, namun KPU harus teliti memperhatikan pendaftaran setiap bacaleg agar tidak ada caleg yang di kemudian hari terbukti pernah diancam bui lebih dari 5 tahun dan belum bebas murni 5 tahun.

Rawan sengketa

Fenomena-fenomena di atas ini dianggap rawan memicu sengketa. Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI, Totok Hariyono, beranggapan bahwa kerawanan hal itu menjadi sengketa sudah terbukti pada pemilu edisi-edisi sebelumnya.

"Surat pemberhentiannya biasanya terlambat. Ini permohonan-permohonan sengketa biasanya itu. Syaratnya kurang karena surat pemberhentian belum dipenuhi, khususnya ASN, TNI/Polri, atau perangkat desa yang mencalonkan diri jadi legislatif," jelas mantan anggota Bawaslu Jawa Timur itu kepada wartawan, Jumat.

Totok menambahkan, para bacaleg kerapkali terlambat menyerahkan berkas pendaftaran karena baru menyerahkan berkas pada detik-detik terakhir. Situasi yang sama diprediksi terjadi pada Pemilu 2024 yang masih sepi pendaftar sampai hari kelima.

Baca juga: KPU Janji Tindak Lanjuti Keluhan Bawaslu soal Akses Terbatas Sistem Informasi Pencalonan

Dikhawatirkan pula, Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU yang digunakan sebagai alat bantu menghimpun berkas pencalonan, mengalami kendala akibat banyaknya lalu lintas data di detik-detik terakhir, sehingga berkas para bacaleg tidak ter-submit.

Di luar kendala teknis, munculnya sengketa pun bisa ditimbulkan oleh kendala pengawasan. Bawaslu mengaku kesulitan mendeteksi masalah karena akses Silon hanya diberikan KPU secara terbatas.

Totok khawatir, jika Bawaslu tidak dapat mengawasi Silon dan memberi saran perbaikan sejak awal, maka akan timbul banjir sengketa dari para bacaleg yang merasa tidak puas dengan keputusan KPU nanti.

"Jika ada yang kotor kita bersihkan bersama sehingga semua terpenuhi dan tidak ada lagi penyelesaian sengketa di Bawaslu karena sejak awal sudah ditangani," desaknya.

Baca juga: Pendaftaran Bacaleg, Bawaslu Klaim Baru Bisa Akses Silon KPU di 21 Provinsi secara Terbatas

Ini semua menjadi hal krusial karena pada Pemilu 2019 saja, menurut komisioner KPU RI Idham Holik, KPU 10 kali mengubah Surat Keputusan terkait DCT, baik Pileg DPR RI maupun DPD RI, akibat para bacaleg itu menang sengketa di Bawaslu maupun PTUN.

KPU janji kerja keras

Merespons ini, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menegaskan bahwa pihaknya akan meneruskan keluhan Bawaslu soal akses terbatas terhadap Silon yang dikhawatirkan mengganggu kinerja pengawasan.

Ia memastikan, Bawaslu berhak memperoleh akses pembacaan data.

Selain itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memastikan pihaknya akan meneliti seluruh dokumen bacaleg, termasuk bacaleg yang merupakan eks terpidana.

"Nanti tentang status seseorang yang pernah menjadi mantan terpidana, harus ada surat keterangannya dari pengadilan," kata Hasyim.

Baca juga: Bawaslu Kembali Tagih Akses Silon ke KPU untuk Tekan Potensi Sengketa Pencalegan

"KPU akan memeriksa dan memastikan dokumen-dokumen tersebut pada masa penelitian, masa verifikasi dokumen persyaratan bacalon," tegasnya.

Setelah DCS dipublikasikan, KPU akan membuka kanal masukan dari publik seandainya ada bacaleg yang rekam jejaknya bermasalah dan tak sesuai dengan aturan pencalegan.

"Jadi dengan begitu diharapkan ada transparansi terhadap informasi siapa-siapa nama bacalon dan kemudian masyarakat dapat atau diberikan kesempatan memberikan catatan, masukan," kata Hasyim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK,

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK,

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com