Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengantisipasi Banjir Sengketa Pemilu Lewat Penelitian Rekam Jejak Bacaleg

Kompas.com - 06/05/2023, 11:07 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

Ini bisa menjadi batu sandungan karena eks terpidana yang diancam 5 tahun penjara atau lebih harus sudah bebas murni 5 tahun sebelum dapat mencalonkan diri, berdasarkan putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023 yang dimasukkan KPU ke dalam peraturan pencalegan.

Baca juga: KPU Prediksi Pendaftaran Bacaleg DPR Baru Ramai Pekan Depan

Meskipun terpidana kasus korupsi belum tentu diancam bui lebih dari 5 tahun, namun KPU harus teliti memperhatikan pendaftaran setiap bacaleg agar tidak ada caleg yang di kemudian hari terbukti pernah diancam bui lebih dari 5 tahun dan belum bebas murni 5 tahun.

Rawan sengketa

Fenomena-fenomena di atas ini dianggap rawan memicu sengketa. Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI, Totok Hariyono, beranggapan bahwa kerawanan hal itu menjadi sengketa sudah terbukti pada pemilu edisi-edisi sebelumnya.

"Surat pemberhentiannya biasanya terlambat. Ini permohonan-permohonan sengketa biasanya itu. Syaratnya kurang karena surat pemberhentian belum dipenuhi, khususnya ASN, TNI/Polri, atau perangkat desa yang mencalonkan diri jadi legislatif," jelas mantan anggota Bawaslu Jawa Timur itu kepada wartawan, Jumat.

Totok menambahkan, para bacaleg kerapkali terlambat menyerahkan berkas pendaftaran karena baru menyerahkan berkas pada detik-detik terakhir. Situasi yang sama diprediksi terjadi pada Pemilu 2024 yang masih sepi pendaftar sampai hari kelima.

Baca juga: KPU Janji Tindak Lanjuti Keluhan Bawaslu soal Akses Terbatas Sistem Informasi Pencalonan

Dikhawatirkan pula, Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU yang digunakan sebagai alat bantu menghimpun berkas pencalonan, mengalami kendala akibat banyaknya lalu lintas data di detik-detik terakhir, sehingga berkas para bacaleg tidak ter-submit.

Di luar kendala teknis, munculnya sengketa pun bisa ditimbulkan oleh kendala pengawasan. Bawaslu mengaku kesulitan mendeteksi masalah karena akses Silon hanya diberikan KPU secara terbatas.

Totok khawatir, jika Bawaslu tidak dapat mengawasi Silon dan memberi saran perbaikan sejak awal, maka akan timbul banjir sengketa dari para bacaleg yang merasa tidak puas dengan keputusan KPU nanti.

"Jika ada yang kotor kita bersihkan bersama sehingga semua terpenuhi dan tidak ada lagi penyelesaian sengketa di Bawaslu karena sejak awal sudah ditangani," desaknya.

Baca juga: Pendaftaran Bacaleg, Bawaslu Klaim Baru Bisa Akses Silon KPU di 21 Provinsi secara Terbatas

Ini semua menjadi hal krusial karena pada Pemilu 2019 saja, menurut komisioner KPU RI Idham Holik, KPU 10 kali mengubah Surat Keputusan terkait DCT, baik Pileg DPR RI maupun DPD RI, akibat para bacaleg itu menang sengketa di Bawaslu maupun PTUN.

KPU janji kerja keras

Merespons ini, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menegaskan bahwa pihaknya akan meneruskan keluhan Bawaslu soal akses terbatas terhadap Silon yang dikhawatirkan mengganggu kinerja pengawasan.

Ia memastikan, Bawaslu berhak memperoleh akses pembacaan data.

Selain itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari memastikan pihaknya akan meneliti seluruh dokumen bacaleg, termasuk bacaleg yang merupakan eks terpidana.

"Nanti tentang status seseorang yang pernah menjadi mantan terpidana, harus ada surat keterangannya dari pengadilan," kata Hasyim.

Baca juga: Bawaslu Kembali Tagih Akses Silon ke KPU untuk Tekan Potensi Sengketa Pencalegan

"KPU akan memeriksa dan memastikan dokumen-dokumen tersebut pada masa penelitian, masa verifikasi dokumen persyaratan bacalon," tegasnya.

Setelah DCS dipublikasikan, KPU akan membuka kanal masukan dari publik seandainya ada bacaleg yang rekam jejaknya bermasalah dan tak sesuai dengan aturan pencalegan.

"Jadi dengan begitu diharapkan ada transparansi terhadap informasi siapa-siapa nama bacalon dan kemudian masyarakat dapat atau diberikan kesempatan memberikan catatan, masukan," kata Hasyim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com