Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ardi Wirdamulia
Kepala BadiklatDa Partai Demokrat DKI Jakarta

Bekerja sebagai peneliti di lembaga penelitian pemasaran

"Cultural War" dan Kontestasi Politik: Dari Mana Polarisasi Terjadi?

Kompas.com - 06/05/2023, 08:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENJELANG Pemilu 2024, banyak pihak merasa resah atas polarisasi yang semakin tajam di masyarakat. Ini tentu berkaca pada Pemilu 2019, di mana masyarakat mengalami kerasnya pembicaraan di media sosial tentang para kontestan yang berlaga.

Hoax dan fitnah terus disebarkan untuk menciptakan kebencian dan ketakutan. Berbagai isu dimunculkan seperti antek PKI, antek China, pengkafiran, tuduhan radikal, antek khalifah, dan lainnya.

Keributan tentang isu-isu ini bahkan mengalahkan esensi dalam memilih Presiden atau anggota legislatif. Tidak terjadi penajaman perbedaan antara kontestan dalam hal gagasan, rekam jejak, kapasitas ataupun karakter.

Jikapun ada, hanyalah insinuasi tentang kebenaran ijazah Jokowi atau keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM.

Menjelang tahun 2024, dengan kandidat-kandidat capres yang berbeda, isu-isu yang sama masih memenuhi ruang publik. Malah bertambah dengan rasisme terhadap Arab/Yaman karena Anies Baswedan memiliki garis keturunan Arab.

Apa yang membuat kualitas percakapan publik saat kontestasi sedemikian rendahnya? Mengapa siapapun kandidatnya, bahan bakar kebencian dan ketakutannya tetap sama?

Dalam observasi saya, ini adalah fenomena yang dikenal sebagai cultural war. Suatu konflik antarkelompok masyarakat untuk beroleh dominasi akan nilai-nilai, sikap, beliefs, dan perilaku dalam bermasyarakat.

Suatu keniscayaan ketika masyarakatnya berasal dari kelompok-kelompok yang heterogen seperti Indonesia.

Konflik ini bisa membesar atau mereda bergantung pada cara pengelolaannya. Dalam pemerintahan totalitarian orde baru, konflik ini diredam secara paksa sehingga lebih mirip bara dalam sekam yang sesekali diletupkan.

Dalam masa reformasi, utamanya setelah keberadaan media sosial, konflik ini muncul ke permukaan dengan lebih terbuka.

Sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia, tidak heran jika konflik ini berpusat pada "culture".

Ada bagian masyarakat yang takut jika nilai-nilai Islam digunakan untuk mengatur hubungan dalam masyarakat. Mereka ini yang gemar meneriakkan radikal atau antek khalifah.

Sementara ada bagian lain yang khawatir jika nilai-nilai Islam diabaikan dalam pengaturan hubungan itu. Ini yang membuat ketakutan akan PKI (yang dalam hal ini dianggap anti-theist), sekularisme dan liberalisme terus menerus digelorakan.

Dikotomi ini memang simplifikasi dari berbagai konflik budaya. Karena secara faktual juga ada konflik yang berpusat pada ketidaknyamanan dengan dominasi kultur Jawa ataupun dominasi ekonomi China.

Sebagai fenomena, cultural war tidak harus dinilai negatif. Karena melalui cultural war  masyarakat berkesempatan untuk menguji relevansi nilai-nilai yang dianutnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Pengertian Lembaga Sosial Desa dan Jenisnya

Nasional
Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Prediksi soal Kabinet Prabowo-Gibran: Menteri Triumvirat Tak Diberi ke Parpol

Nasional
Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Jokowi Dianggap Jadi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P ke Prabowo, Gerindra Bantah

Nasional
Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Soal Kemungkinan Ajak Megawati Susun Kabinet, TKN: Pak Prabowo dan Mas Gibran Tahu yang Terbaik

Nasional
PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com