JAKARTA, KOMPAS.com - Manuver Partai Golkar yang terus mendekati sejumlah partai politik dan berharap tetap bisa berada di dalam pemerintahan usai Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 kelak mempertegas sikap mereka tidak pernah berminat menjadi kelompok oposisi.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menginginkan supaya pihak-pihak yang menjadi pemenang dalam Pemilu 2024 tidak bersikap sapu bersih atau "the winner takes it all."
Airlangga berharap para pemenang Pemilu dan Pilpres 2024 tidak meniru prinsip demokrasi seperti di Amerika Serikat, ketika partai yang unggul dalam Pemilu dan Pilpres menguasai semuanya dan tidak memberikan ruang bagi partai politik pesaingnya.
"Partai Golkar dan Partai Demokrat sepakat bahwa pemilu itu bukan 'the winner takes it all'. Artinya, kita ini kan Indonesia raya, kita bukan seperti Amerika, demokrasi yang kebarat-baratan itu demokrasi yang 'the winner takes it all," kata Airlangga.
Baca juga: Golkar: Kalah Ogah Menanggung, Menang Ingin Ikut
Menurut beberapa pengamat politik, Golkar memang tidak pernah mempunyai kebiasaan atau tradisi menjadi oposisi lantaran sejak didirikan pada 20 Oktober 1964 selalu berada di dalam lingkaran kekuasaan.
"Karena memang Golkar tidak punya tradisi oposisi. Selalu mencari cara atau jalan menjadi bagian dari pemerintahan," kata Direktur Eksekutif Indo Barometer (IB) Muhammad Qodari saat dihubungi Kompas.com, Senin (1/5/2023).
Menurut Qodari, meski perolehan kursi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak terlampau besar, tetapi sumber daya dan struktur organisasinya diandalkan untuk menjaga stabilitas pemerintahan.
"Selama ini Golkar selalu menjadi bagian dari pemerintahan selain karena memang tidak mau di luar karena juga kursinya konsisten ya, tidak besarlah dalam pemilu, sehingga siapapun yang menjalankan pemerintahan memerlukan Golkar sebagai salah satu pilar stabilitas politik," ucap Qodari.
Baca juga: Bertemu di Rumah SBY, Demokrat-Golkar Bahas Kemunduran Demokrasi
Secara terpisah, peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro juga mengutarakan pendapat yang sama dengan Qodari.
Menurut Bawono, Golkar bukanlah partai politik yang berpengalaman menjadi oposisi.
"Bukan karakter partai ini berada di luar kekuasaan sehingga muncul rasa kecemasan tidak lagi berada dalam lingkaran pemegang kekuasaan pasca Pemilu 2024 mendatang," ujar Bawono.
Bawono menilai saat ini Golkar tengah berupaya keras mencari mitra politik supaya kepentingan mereka bisa ditampung oleh pihak-pihak yang menjadi pemenang Pemilu 2024 kelak.
Baca juga: Airlangga: Golkar dan Demokrat Sepakat, Pemilu Itu Bukan Winner Takes It All
Penyebabnya, kata Bawono, Golkar saat ini belum mempunyai figur yang bisa diandalkan untuk bersaing dalam bursa bakal calon presiden serta bakal calon wakil presiden.
"Inilah problem pelik dihadapi oleh Partai Golkar saat ini. Partai besar, tetapi tidak memiliki figur dengan elektabilitas baik," ujar Bawono.
Sementara itu, Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama Ari Junaedi menilai pernyataan Airlangga memperlihatkan Golkar sebagai partai politik besar ternyata tidak siap menjadi pihak yang kalah dalam Pemilu.