SADARKAH kita kalau pelukan yang paling tulus justru terlihat di bandara, terminal atau pelabuhan dibandingkan di acara pernikahan?
Masih yakinkah kita kalau doa yang paling berarti justru diberikan di rumah sakit ketimbang di perhelatan kesuksesan?
Kita paham memang kita jarang menerima bunga di saat masih hidup, tetapi lebih banyak mendapat bunga di saat kematian.
Kehadiran kita memang akan berarti di saat tiada daripada saat kita masih bersama.
Berlarik-larik kalimat “galau” di atas sepertinya bukan hanya milik anak muda yang putus cinta karena kalah saing dalam hal harta di mata calon mertua.
Kalimat penuh kegalauan seperti di atas juga pantas disematkan ke Partai Golkar dan Demokrat, usai menggelar pertemuan di kediaman Presiden RI ke-VI Soesilo Bambang Yudhoyono di Cikeas, Jawa Barat, Sabtu, 29 April 2023.
Artinya, Airlangga berpandangan partai-partai politik di Indonesia harus bisa bekerja sama dalam membangun Indonesia, siapa pun partai politik pemenang pemilunya.
Usai perhelatan antara elite-elite Golkar dan Demokrat, keduanya sepakat bahwa pemilu bukan the winner takes it all.
Bahkan seperti ingin membenarkan pendapatnya, Airlangga bersikukuh kita semua adalah bagian dari Indonesia raya. Bukan seperti Amerika Serikat di mana demokrasi yang kebarat-baratan itu demokrasi yang the winner takes it all.
Airlangga mengibaratkan membangun Indonesia seperti tim nasional sebuah cabang olahraga yang membela nama Indonesia.
Ia mengatakan, pemain-pemain yang masuk tim nasional biasanya tidak hanya berasal dari tim yang menjuarai kejuaraan di dalam negeri.
Dalam konteks politik, Airlangga menilai sistem tersebut bakal menciptakan pelaksanaan pemilu yang membahagiakan, bukan yang memecah belah bangsa.
Sekali lagi dengan jargon yang “merdu” Airlangga berharap perbedaan pandangan masyarakat hanya pada 14 Februari 2024, pada saat masyarakat memilih dan mencoblos, sesudah itu kita diharapkan kembali bersama-sama (Kompas.com, 29/04/2023).
Menjelang pelaksanaan Pilpres 2024, jika dicermati dengan saksama maka boleh jadi Partai Golkar adalah satu-satunya partai yang paling gencar dan masif melakukan manuver “zig-zag” ke kanan, ke kiri, bahkan menyundul ke atas dan ke bawah.
Usai memotori pendirian Koalisi Indonesia Bersatu dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar juga “genit” bermain mata dengan kubu yang selama ini “berseberangan” dengan koalisi pemerintahan Jokowi, yakni Demokrat dan PKS.
Bahkan seperti ingin “memanjangkan” napas politiknya, Golkar juga terlibat aktif dalam gagasan membangun koalisi besar bersama Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sebelumnya telah terlebih dahulu mendeklarasikan Koalisi Indonesia Raya.
Upaya Golkar bergerak ke sana kemari tidak terlepas dengan target yang dipasang tinggi partai berlambang beringin itu untuk menyodorkan nama Airlangga Hartarto sebagai calon presiden (Capres).
Di KIB, hingga pascadukungan pencapresan Ganjar Pranowo oleh PPP, Golkar masih “keukeuh” memasang tinggi nama Airlangga Hartarto sebagai Capres, sementara PAN dan PPP tidak menanggapi permintaan tersebut.
Di koalisi besar pun, Prabowo masih ragu menempatkan Airlangga sebagai Cawapres mengingat Gerindra terlanjur berkomitmen dengan PKB dalam menempatkan nama Muhaimin Iskandar sebagai Cawapresnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.