JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konsitutsi (Pusako) Feri Amsari menyebut, Undang-Undang (UU) Perampasan Aset bisa menjadi salah satu produk hukum yang menakutkan bagi partai politik menjelang Pemilu.
Menurut Feri, UU Perampasan Aset itu bukan berpotensi merampas uang hasil kejahatan yang digunakan dalam Pemilu.
“Salah satu yang menakutkan tentu saja menjelang tahun Pemilu bagi partai politik adalah adanya undang-undang ini,” kata Feri saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (17/4/2023).
Feri menilai, sikap anggota DPR maupun partai politik yang ogah-ogahan hingga menolak membahas Rancangan Undang Undang (RUU) Perampasan Aset, membuat tuduhan bahwa mereka menggunakan uang ‘panas’ hasil korupsi atau kejahatan lain beralasan.
Baca juga: Uang-uang Haram Jelang Pemilu 2024, Memupuk Dana Kampanye dari Hasil Korupsi
Karena itu, akta Feri, harusnya partai menghindari tuduhan tersebut jika memang ingin dianggap bersih oleh masyarakat.
Konsekuensinya adalah mereka harus bermain politik bersih dan berupaya menjalankan roda pemerintahan yang bersih setelah kelak terpilih.
“Jika kemudian partai-partai menolak, tentu tuduhan itu jadi beralasan untuk melihat bahwa ada permainan kejahatan dalam politik kita yang mendanai partai-partai,” tuturnya.
Feri mengatakan, kehadiran UU Perampasan Aset akan ditentang banyak pihak yang anti terhadap pemiskinan para koruptor.
Sejauh ini, pemiskinan dipandang sebagai hukuman paling efektif dalam memberantas korupsi, perdagangan orang, maupun tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bersumber dari kejahatan lainnya.
Baca juga: Ketika Jokowi Gregetan RUU Perampasan Aset Tak Juga Selesai dan Partai Tak Acuh....
UU Perampasan Aset, kata Feri, merupakan rangkaian produk hukum yang diperlukan agar pemberantasan korupsi bisa efektif.
Sebagai negara yang telah meratifikasi United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) melalui UU Nomor 7 tahun 2006 wajib memastikan adanya UU Perampasan Aset.
“Karena itu ya sebagai negara pihak yang punya kewajiban, ya harus ini partai-partai tidak boleh lagi mengelak untuk menghindar dari upaya perampasan aset itu,” ujar Feri.
Sebelumnya, pemerintah telah berulang kali mendorong pembahasan UU Perampasan Aset di DPR RI.
Terbaru, dorongan tersebut bahkan disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
"Kita terus mendorong agar RUU Perampasan Aset segera diselesaikan, penting sekali UU ini," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Depok, Jawa Barat.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Sekjen PDI-P: Korupsi Tak Selesai dengan Buat Undang-Undang
Sementara itu, DPR RI justru tampak ogah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan pencegahan korupsi tidak bisa diselesaikan dengan membuat undang-undang.
Ia juga mengatakan, PDI Perjuangan (PDI-P) perlu melihat apakah secara substansi RUU Perampasan Aset layak diperjuangkan.
"Secara substantif kan kita harus melihat dulu, karena mencegah korupsi itu tidak selesai dengan pembuatan Undang-Undang," ujar Hasto saat ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (15/4/2023).
Beberapa waktu sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana mengungkapkan terdapat daana Rp 45 triliun yang terindikasi TPPU.
Sebagian uang itu diduga mengalir ke beberapa politikus dan digunakan untuk membiaya pemenangan pada Pemilu 2019 dan 2024.
“Dari total indikasi tindak pidana pencucian uang di kejahatan green financial itu ada Rp 45 triliun. Di mana di antaranya mengalir kepada politikus,” kata Natsir dalam acara Satu Meja The Forum Kompas TV dikutip Jumat (17/3/2023).
“(Digunakan) pada periode sebelumnya, Pemilu 2019. Itu diduga juga untuk persiapan pemilu selanjutnya,” tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.