JAKARTA, KOMPAS.com - Satu tahun menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, beragam upaya terus dilakukan para politisi demi memenuhi ambisi politiknya.
Praktik korupsi tak ragu dilakukan oleh para politisi untuk memodali rencananya berlaga di kontestasi pesta demokrasi lima tahunan.
Hal ini setidaknya terlihat sejumlah kasus korupsi yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di mana para kepala daerah mencari uang haram untuk memodali rencananya berlaga di Pemilu mendatang.
Baca juga: KPK OTT Wali Kota Bandung Yana Mulyana
Bupati Kepulauan Meranti Muhammad Adil, misalnya, diduga menggunakan uang setoran dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk biaya safari politik menjadi calon gubernur Riau tahun 2024.
Adil dicokok KPK dalam operasi tangkap tangan pada Jumat (7/4/2023) pekan lalu dan kini berstatus sebagai tersangka.
"Muhammad Adil dalam memangku jabatannya diduga memerintahkan para Kepala SKPD untuk melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang persediaan (GU) masing-masing SKPD," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat pekan lalu.
Baca juga: Terungkap, Bupati Nonaktif Meranti Gadaikan Kantornya Rp 100 Miliar, Uangnya Digunakan untuk Hal Ini
Alex menjelaskan, uang setoran itu dikondisikan seolah-olah utang kepada Adil. Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan oleh Adil dengan kisaran 5-10 persen untuk setiap SKPD.
Selanjutnya, setoran UP dan GU dilakukan dalam bentuk uang tunai dan di setorkan pada Fitria Nengsih (FN) yang menjabat Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkab Kepulauan Meranti yang sekaligus adalah orang kepercayaan Adil.
Uang tersebut kemudian diberikan kepada Adil sebagai setoran yang diberikan lewat ajudan bupati.
"Setelah terkumpul, uang-uang setoran tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan Adil. Di antaranya, sebagai dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonan Adil ntuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau ditahun 2024," kata Alex.
Baca juga: KPK Sita Hotel dan Tanah 1.525 Meter Persegi dalam Kasus Korupsi Lukas Enembe
Praktik serupa juga dilakukan oleh Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat dan istrinya yang juga anggota DPR, Ary Egahni, yang berstatus tersangka kasus dugaan korupsi anggaran SKPD Kabupaten Kapuas.
Ben dan Ary diduga menggunakan uang hasil korupsi itu untuk membayar dua lembaga survei nasional, Poltracking dan Indikator Politik Indonesia, ketika Ben hendak maju sebagai calon gubernur Kalimantan Tengah pada 2020.
“Mengenai besaran jumlah uang yang diterima Ben Brahim dan Ary sejauh ini sejumlah sekitar Rp 8,7 miliar yang antara lain juga digunakan untuk membayar 2 lembaga survei nasional,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, 29 Maret 2023.
Selain membayar lembaga survei, uang haram yang diterima Ben Brahim juga digunakan untuk biaya operasional saat mengikuti pemilihan bupati Kapuas.
“Termasuk untuk keikutsertaan Ary Egahni yang merupakan istri Ben Brahim dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019,” tutur Tanak.
Baca juga: KPK Cegah Istri, 2 Anak, dan Adik Rafael Alun ke Luar Negeri
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.