RUU tersebut masuk sebagai usulan dari pemerintah.
Sebelumnya pada 2021, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah meminta agar RUU tersebut bisa segera disahkan.
Kepala PPATK saat itu, Dian Ediana Rae juga mengingatkan soal janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacita terkait RUU itu.
Baca juga: Jokowi Diminta Tak Tunduk Melobi Ketum Parpol demi RUU Perampasan Aset
"Dapat kami sampaikan kembali. Kedua RUU ini telah menjadi janji Bapak Presiden pada Nawacita 2014-2019 dan kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024," ujar Dian dalam rapat dengan DPR pada 24 Maret 2021.
Adapun poin mengenai penegakan hukum tindak pidana korupsi masuk di dalam poin keempat Nawacita Jokowi.
Poin tersebut berbunyi, "Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi dan sistem penegakan hukum yang bebas korupsi, tepercaya, dan bermartabat".
Sementara itu, peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter menilai ada gelagat tidak suka dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) dari beberapa pihak yang menyebabkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset tidak kunjung disahkan.
Hal itu disampaikan Lalola menanggapi pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul yang mengaku tidak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
"Sebetulnya dari lama gitu kita bisa menangkap bahwa ada gelagat semacam enggak suka dengan proses-proses penegakan hukum yang seperti OTT atau misalnya pemenjaraan/pemidanaan badan," kata Lalola dikutip dari tayangan YouTube ICW pada 3 April 2023.
Lalola menilai, pengesahan RUU Perampasan Aset menjadi langkah penting untuk menanggulangi tindak pidana kejahatan ekonomi, termasuk soal korupsi yang menjamur di Indonesia.
Baca juga: Diminta Mahfud Golkan UU Perampasan Aset, Bambang Pacul: Mana Berani, Telepon Ibu Dulu
Apalagi saat ini, belum ada regulasi yang mampu mengakomodasi lebih efektif untuk menanggulangi tindak pidana korupsi.
"Kalau misal memang bicara soal penegakan hukum tidak terlalu heavy di pemidanaan badan, ya tentu harus dimaksimalisasi pemanfaatan regulasi yang terkait dengan perampasan aset, baik yang sudah ada terutama juga untuk mendorong agar RUU Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan," tutur dia.
Lebih lanjut, Lola menilai, Indonesia masih gagap menangani tindak pidana kejahatan ekonomi. Hal ini terlihat dari tren vonis yang dipantau ICW sepanjang tahun 2021.
Tercatat pada tahun 2021, tercatat 1.403 terdakwa di bidang kejahatan ekonomi. Namun, pada akhirnya, hanya 12 orang yang diputus menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Ia pun meminta fenomena ini tidak biarkan berlarut karena pembahasan RUU Perampasan Aset kembali diundur.