Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi II Pertanyakan Aturan Eks Terpidana Harus Tunggu 5 Tahun Sebelum Daftar Caleg

Kompas.com - 12/04/2023, 16:31 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II DPR RI mempertanyakan aturan mengenai eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun lebih yang harus menunggu 5 tahun bebas untuk bisa mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) ke KPU.

Pertanyaan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat dengan lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah, Selasa (12/4/2023), dengan agenda membahas rancangan Peraturan KPU soal pencalonan anggota legislatif.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, menilai bahwa kebijakan yang berasal dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu seharusnya tidak dapat diterapkan kepada bakal caleg yang sudah bebas sebelum putusan MK terbit.

Baca juga: Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu Dibatalkan PT DKI, Mahfud MD: Kita Harap KPU Semakin Bersemangat

"Tentu kita tidak lupa dengan asas retroaktif, yang tidak boleh berlaku surut, dengan asas legalitas. Karena ini menyangkut hak dan jelas ini sudah diatur Pasal 1 ayat 1 KUHP menyangkut asas legalitas, bahwa apapun itu tidak boleh berlaku surut," kata Junimart yang bertindak sebagai pimpinan rapat hari ini.

Ia menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak politik untuk memilih dan dipilih, selama hak politik itu tidak dicabut oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Kalau kita mengacu keputusan MK, itu misalnya putusan tahun 2020. Sementara, bakal calon ini sudah selesai hukumannya pada 2017, misalnya. Apakah ini berlaku? Ini kita mesti waspadai," lanjut politikus PDI-P tersebut.

Baca juga: Putusan Tunda Pemilu Batal, KPU: Peradilan Pemilu Kembali ke Jalur yang Benar

Senada, anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PAN Guspardi Gaus meminta agar KPU menyikapi putusan MK dengan memperhatikan kondisi lapangan.

Ia mengaku telah menerima aspirasi dari sejumlah bakal calon anggota DPD RI eks terpidana, yang disebut telah banyak mengucurkan uang dan tenaga untuk menghimpun syarat dukungan minimum berupa KTP warga di daerah pemilihannya masing-masing.

Proses ini telah berlangsung pada 16-29 Desember 2022, lalu MK menerbitkan putusan bahwa eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun lebih harus menunggu 5 tahun bebas murni untuk bisa nyaleg.

Seandainya putusan itu berlaku untuk eks terpidana yang sudah bebas murni sebelum putusan tersebut terbit, maka perjuangan menghimpun KTP oleh bakal calon anggota DPD yang berstatus eks terpidana dianggap sia-sia.

Baca juga: Putusan Tunda Pemilu Batal, KPU Tetap Verifikasi Ulang Prima untuk Pemilu 2024

"Mereka ini sudah mengumpulkan KTP dan tidak gampang melakukan pengumpulan KTP dengan biaya besar. Saya sangat melihat, menangkap, bagaimana prosesi yang dilakukan anggota DPD itu, dari Aceh sampai ke Papua," kata Gaus.

Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari bersikeras bahwa kebijakan ini akan diterapkan bagi bakal caleg eks terpidana yang sudah bebas murni sebelum putusan MK terbit.

Hasyim beralasan, dari kacamata hukum tata negara, putusan MK berlaku sejak konstitusi ditulis, karena batu uji normanya menggunakan UUD 1945.

"Maka dengan demikian, hal ini juga berlaku bagi calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, maupun DPD," kata Hasyim di dalam rapat.

"Betul bahwa pencalonan anggota DPD sudah dilakukan sejak 16-29 Desember 2022. Sehingga, ada situasi bakal calon tertentu memenuhi syarat untuk dukungan. Namun, syarat pencalonannya jadi tidak memenuhi karena ada putusan MK itu," jelasnya.

Baca juga: PT DKI Batalkan Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu, Ketua KPU: Alhamdulillah Pemilu 2024 Jalan Terus

Rapat akhirnya menyetujui draf rancangan peraturan KPU dan Komisi II DPR RI meminta KPU memperhatikan aspirasi yang dikemukakan selama rapat berlangsung soal rancangan peraturan itu.

Sebagai informasi, larangan eks terpidana dengan ancaman hukuman 5 tahun lebih menjadi caleg sebelum bebas 5 tahun merupakan amanat dari putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023.

Putusan MK nomor 87 spesifik melarang eks terpidana dengan kriteria di atas menjadi caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, sedangkan putusan MK nomor 12 untuk DPD.

Ketentuan ini dimasukkan KPU dalam rancangan peraturan soal pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, serta rancangan perubahan peraturan soal pencalonan anggota DPD.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com