JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dinilai bisa menjadi panduan bagi masyarakat buat menentukan pilihan politik mereka pada pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Menurut Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani, saat ini pemerintah harus segera mengirimkan draf RUU Perampasan Aset kepada DPR. Baru setelah itu masyarakat bisa melihat sikap fraksi-fraksi terhadap RUU itu.
"Begitu barangnya (RUU Perampasan Aset) sudah selesai, barangnya sudah jadi, dilempar ke Senayan (DPR), rakyat bisa lihat mana nih pemain-pemainnya yang enggak setuju dengan regulasi yang antikorupsi seperti ini," kata Julius dalam keterangannya saat dihubungi Kompas.com, Senin (10/4/2023).
Sikap masing-masing fraksi terhadap RUU Perampasan Aset, kata Julius, bisa digunakan masyarakat sebagai tolok ukur tentang pandangan para partai politik peserta Pemilu terkait isu seputar pemberantasan korupsi.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: RUU Perampasan Aset Diyakini Beri Efek Jera Koruptor
"Jadi kan masyarakat juga punya panduan untuk memilih siapa dan tidak memilih siapa pada saat Pemilu nanti, bukan hanya dalam konteks penindakan oleh aparat penegak hukum kaitannya dengan korupsi politik pada saat pemilu nanti," ucap Julius.
Julius, jika RUU Perampasan Aset berhasil disahkan sebelum pemilu maka diharapkan ke depan bakal membuat proses politik itu menjadi lebih tertib.
"Karena otomatis ketika ada 1-2 yang melanggar pada saat Pemilu nama mereka akan hancur. Nama mereka tidak akan mendapatkan dukungan dari rakyat. Ini yang harus disegerakan oleh presiden Joko Widodo," ucap Julius.
Usul supaya pemerintah melobi ketua umum parpol terkait pembahasan RUU Perampasan Aset disampaikan Ketua Komisi III Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul dalam rapat dengar pendapat dengan Mahfud MD pada 29 Maret 2023 lalu.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Anggota DPR: Bolanya Masih di Pemerintah
"Saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," kata Bambang
Bambang mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
Politikus PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dia maksud. Hanya saja, dia menegaskan, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang.
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Baca juga: Jokowi Harap RUU Perampasan Aset Akan Memudahkan Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, pihaknya belum menerima naskah akademik dan draf (RUU) Perampasan Aset.
Ia menyampaikan, DPR masih menunggu draf RUU yang merupakan inisiatif pemerintah tersebut dikirim ke Senayan.