JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada awal April 2023 menunjukkan, mayoritas publik yakin bahwa Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset akan menjadi hukum yang kuat untuk memberi efek jera pelaku korupsi.
Berdasarkan survei ini, 52,7 persen dan 8,6 persen responden menjawab yakin dan sangat yakin bahwa RUU tersebut akan memberi efek jera bagi para koruptor.
"Ada 61,3 persen responden dengan 8,6 persen di antaranya menyebut sangat yakin RUU ini tak hanya akan mengakselerasi pemberantasan korupsi, tetapi sekaligus mengerdilkan bibit korupsi di negeri ini," tulis Litbang Kompas, dikutip dari Kompas.id, Senin (10/4/2023).
Baca juga: Survei Litbang Kompas: RUU Perampasan Aset Mendesak untuk Dibahas dan Diundangkan
Berdasarkan survei ini, mayoritas publik (87,9 persen) pun memandang bahwa salah satu alasan maraknya korupsi di Indonesia disebabkan oleh masih lemahnya upaya untuk memiskinkan pelaku korupsi.
Tak heran apabila mayoritas mayoritas responden (78,5 persen) dalam survei ini juga setuju bahwa negara berhak merampas aset penyelenggara negara yang tidak wajar dan berasal dari sumber yang tidak sah.
Hal ini sejalan dengan substansi utama RUU Perampasan Aset yakni, aset yang diperoleh pejabat negara dari pendapatan yang tidak wajar, serta tidak dapat dibuktikan diperoleh secara sah dan diduga terkait aset tindak pidana, dapat dirampas untuk negara.
Baca juga: Masyarakat Diajak Duduki DPR jika RUU Perampasan Aset Mandek
"Jadi, mempercepat proses pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi undang-undang adalah sebuah jawaban dari harapan publik," tulis Litbang Kompas.
Selain itu, survei ini juga menangkap bahwa 82,2 persen responden menilai RUU Perampasan Aset mendesak untuk dibahas dan diundangkan, bahkan 35,5 persen responden menganggapnya sangat mendesak.
Hanya ada 12,1 persen dan 1,5 persen responden yang menilai RUU Perampasan aset tidak mendesak dan sangat tidak mendesak untuk disahkan.
Litbang Kompas menyebutkan, opini itu muncul sama kuatnya dari tiap lapisan masyarakat, bahkan publik yang punya preferensi politik berbeda juga menyampaikan desakan yang sama.
Baca juga: Jokowi Diyakini Didukung Rakyat buat Dorong RUU Perampasan Aset ke DPR
"Artinya, persoalan perampasan aset pada pelaku perampok uang negara ini menjadi kegelisahan di berbagai lapisan masyarakat," tulis Litbang Kompas.
Survei ini diselenggarakan pada 4-6 April dengan melakukan wawancara terhadap 506 responden dari 34 provinsi yang sampelnya ditentukan secara acak sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian ini -/+ 4,36 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo sudah bolak-balik menyatakan bahwa RUU Perampasan Aset perlu segera dituntaskan dalam rangka mempermudah pemberantasan korupsi.
Baca juga: Draf RUU Perampasan Aset Belum Jelas, Keluhan Mahfud MD Dianggap Gimik
Akan tetapi, saat ini RUU Perampasan Aset Tindak Pidana masih dalam tahap penyelesaian draf dan naskah akademik. Hingga akhir pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum menerima surat presiden terkait RUU ini.
Surat presiden tersebut belum bisa dikirim karena Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kepala Polri belum memberikan persetujuan terhadap draf regulasi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.