JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan kecurangan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 kembali mencuat, setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang perdana perkara nomor 53-PKE-DKPP/III/2023, Senin (10/4/2023).
Total, dalam perkara ini DKPP memeriksa 19 anggota KPU, terdiri dari 7 anggota KPU RI, 7 anggota KPU Sumatera Utara, dan 5 anggota KPU Nias Selatan.
Pengadu yang merupakan warga Nias Selatan yakni Rumusan Laia dan Mavoarota Abraham Hoegelstravores Zamili meminta seluruh anggota KPU Nias Selatan diberhentikan, sedangkan anggota KPU RI dan KPU Sumatera Utara diberi peringatan keras.
Mereka menduga, terjadi upaya secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk merekayasa hasil verifikasi faktual perbaikan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dan Partai Garuda yang seharusnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat keanggotaan untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Baca juga: KPU Bingung Dituduh Lakukan Kecurangan untuk Loloskan PKN dan Garuda di Nias Selatan
Para pengadu menyebut, 5 anggota KPU Nias Selatan sengaja mengubah dan merekayasa data hasil verifikasi faktual keanggotaan PKN dan Partai Garuda pada 8 Desember 2022.
Menurut mereka, mayoritas orang yang terverifikasi di sistem KPU memenuhi syarat sebagai anggota PKN dan Partai Garuda, rupanya tidak mengakui statusnya sebagai anggota kedua partai politik itu ketika ditemui di lapangan.
Orang-orang itu juga disebut telah bersedia mengisi formulir pernyataan bukan anggota partai politik tertentu.
Hitungan para pengadu, hanya ada 6 orang yang memenuhi syarat dari 164 orang yang diverifikasi sebagai anggota PKN di Nias Selatan.
Baca juga: Ketua KPU Nias Selatan Bantah soal Rekayasa Data untuk Loloskan PKN dan Partai Garuda
Pada kasus Partai Garuda, menurut mereka, jumlah anggota yang memenuhi syarat cuma 9 dari total 128 orang yang diverifikasi keanggotaannya.
"Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya PKN dan Partai Garuda tidak dapat dinyatakan lolos oleh Teradu I-V. Namun, Teradu I-V dengan berani melakukan pelanggaran berat dengan merekayasa hasil verifikasi faktual partai politik," kata Zamili di hadapan sidang.
Sementara itu, dalam sidang yang sama, Ketua KPU Nias Selatan Repa Duha menegaskan bahwa PKN dan Partai Garuda sudah memenuhi syarat berdasarkan hasil verifikasi faktual perbaikan.
Menurutnya, ada 137 anggota PKN yang memenuhi syarat, dengan rincian 33 orang diverifikasi langsung dan 104 lainnya diverifikasi melalui rekaman video.
Sementara itu, ada 120 anggota Partai Garuda yang dinyatakan memenuhi syarat, dengan rincian 50 orang ditemui langsung, 2 melalui video call, dan 68 melalui rekaman video.
"Berkaitan dengan dalil pengadu yang menyatakan teradu berani melakukan pelanggaran berat dengan merekayasa hasil verifikasi faktual perbaikan adalah tidak benar dan tidak berdasar," kata Repa.
Baca juga: DKPP Diminta Pecat Semua Anggota KPU Nias Selatan soal Dugaan Loloskan PKN dan Garuda
"Sebaliknya pihak pengadu melakukan suatu kesalahan, memberikan informasi yang salah, terkait data sampel verifikasi faktual perbaikan keanggotaan PKN dan Garuda yang tidak sesuai dengan data yang ada dalam Sipol KPU Kabupaten Nias Selatan, sehingga pengaruh mendalilkan bahwa teradu merekayasa hasil verifikasi faktual perbaikan," jelasnya.
Senada, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menilai bahwa pengadu bahkan tidak menjelaskan bagaimana bentuk keterlibatan KPU RI dalam tuduhan rekayasa yang diklaim terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Ia mengutip Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 yang pada intinya menyebutkan bahwa uraian pengaduan harus memuat uraian dugaan pelanggaran kode etik, termasuk di dalamnya penjelasan mengenai waktu, tempat, cara, dan bentuk tindakan tersebut.
Hasyim juga merasa heran karena untuk menguatkan tuduhannya, pengadu hanya bersandar pada berita-berita media online yang memberitakan dugaan kecurangan KPU dalam tahapan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Baca juga: Dugaan Kecurangan Pemilu, DKPP Periksa Semua Komisioner KPU Pusat, Sumut, dan Nias Selatan
Padahal, menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pelanggaran secara terstruktur sistematis, dan masif merupakan suatu bentuk tindakan yang tidak sederhana.
"Yang dimaksud dengan pelanggaran terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif. Lalu, yang dimaksud pelanggaran sistematis adalah pelanggaran direncanakan matang, tersusun, bahkan sangat rapi," ungkap Hasyim.
"Yang dimaksud dengan pelanggaran masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan, bukan hanya sebagian," ia menambahkan.
Baik KPU RI, KPU Sumut, maupun KPU Nias selatan, seluruhnya meminta DKPP menolak dalil-dalil para pengadu.
Mereka juga meminta para teradu dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dan telah menjalankan tahapan penyelenggaraan pemilu secara profesional sesuai asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu.
Mereka juga meminta DKPP merehabilitasi nama baik mereka.
Para teradu dalam kasus ini adalah komisioner KPU RI yaitu Hasyim Asy’ari, Idham Holik, Mohammad Afifudin, Parsadaan Harahap, Betty Epsilon Idroos, Yulianto Sudrajat, dan August Mellaz. Mereka berstatus sebagai Teradu VI sampai Teradu XII.
Baca juga: Sidang Kecurangan Pemilu, KPU Anggap Anggotanya Langgar Aturan karena Datang Bersaksi di DKPP
Lalu, para komisioner KPU Sumatera Utara yaitu Herdensi, Mulia Banurea, Benget M. Silitonga, Safrizal Syah, Ira Wartati, Yulhasni, dan Batara Manurung. Ketujuh nama ini secara berurutan sebagai Teradu XIII sampai Teradu XIX.
Kemudian, dari KPU Nias Selatan adalah Repa Duha, Meidanariang Hulu, Eksodi M. Dakhi, Yulianus Gulo M. Dakhi, dan Edward Duha yang secara berurutan berstatus sebagai Teradu I sampai Teradu V.
Sebelumnya, kasus kecurangan dalam proses verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 juga sudah pernah disidang DKPP.
Enam jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Sulawesi Utara terbukti melanggar etik dalam kasus kecurangan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang terjadi pada kurun November-Desember 2022 di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dalam perkara 10-PKE-DKPP/I/2023, Senin (3/4/2023).
"Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu IV Lucky Firnando Majanto selaku Sekretaris KPU Provinsi Sulawesi Utara, terhitung sejak putusan ini dibacakan," ungkap Ketua DKPP Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan.
"Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu V Carles Y. Worotitjan selaku Kepala Bagian Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Partisipasi, Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Sumber Daya Manusia KPU Provinsi Sulawesi Utara, terhitung sejak putusan ini dibacakan," lanjut dia.
DKPP menilai, keduanya tidak profesional karena telah mencampuri urusan verifikasi faktual yang ketika itu dikerjakan KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Namun demikian, para teradu yang merupakan jajaran KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe mendapatkan sanksi berat.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu VI Elysee Philby Sinadia selaku Ketua KPU merangkap anggota KPU Kabupaten Sangihe, teradu VII Tomy Mamuaya, dan teradu VIII Iklam Patonaung masing2 selaku anggota KPU Kabupaten Sangihe, terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Heddy.
DKPP menyebut bahwa mereka disanksi keras karena mengakomodir masuknya 33 anggota Partai Gelora tidak sesuai ketentuan dan prosedur.
Baca juga: Tiga Saksi Kecurangan Pemilu Urung Bicara di Sidang DKPP, Ditunda Pekan Depan
DKPP menyebut, tidak terdapat dokumen administrasi berupa lembar kerja verifikasi faktual melalui video call ataupun dokumentasi kegiatan verifikasi faktual itu sendiri, baik dari mereka maupun dari KPU Kabupaten Kepulauan Sangihe secara kelembagaan.
Hal yang sama terjadi pada keanggotaan PKN yang jumlahnya mencapai 76 orang yang diakomodir.
Teradu IX Jelly Kantu dianggap menjadi pihak paling bersalah karena sebagai admin Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), ia lah yang mengutak-atik data keanggotaan ini.
"Memberikan sanksi pemberhentian tetap dari jabatan kepada teradu IX Jelly Kantu selaku Kepala Subbagian Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Sangihe, terhitung sejak putusan ini dibacakan," kata Heddy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.