JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menolak dalil-dalil aduan dalam perkara nomor 53-PKE-DKPP/III/2023.
Dalam perkara itu, tujuh komisioner KPU RI disebut terlibat melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam meloloskan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) dan Partai Garuda dalam proses verifikasi faktual perbaikan di Nias Selatan.
Dalam sidang perdana di Jakarta, Senin (10/4/2023), Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menilai bahwa pengadu bahkan tidak menjelaskan bagaimana bentuk keterlibatan KPU pusat dalam tuduhan rekayasa itu.
"Pengadu dalam dalil laporan pengadu a quo tidak menjelaskan dan tidak menerangkan waktu, tempat, perbuatan, dan cara bagaimana dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu dilakukan, serta perbuatan terstruktur sistematis dan masif yang bagaimana yang telah dilakukan oleh para teradu," kata Hasyim Asy'ari dalam sidang.
Baca juga: Ketua KPU Nias Selatan Bantah soal Rekayasa Data untuk Loloskan PKN dan Partai Garuda
Ia kemudian mengutip Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021 yang pada intinya menyebutkan bahwa uraian pengaduan harus memuat uraian dugaan pelanggaran kode etik, termasuk di dalamnya penjelasan mengenai waktu, tempat, cara, dan bentuk tindakan tersebut.
Hasyim juga merasa heran karena untuk menguatkan tuduhannya, pengadu hanya bersandar pada berita-berita media online yang memberitakan dugaan kecurangan KPU dalam tahapan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Padahal, menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pelanggaran secara terstruktur sistematis, dan masif merupakan suatu bentuk tindakan yang tidak sederhana.
"Yang dimaksud dengan pelanggaran terstruktur adalah kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural baik aparat pemerintah maupun penyelenggara pemilihan secara kolektif. Lalu, yang dimaksud pelanggaran sistematis adalah pelanggaran direncanakan matang, tersusun, bahkan sangat rapi," ujar Hasyim.
"Yang dimaksud dengan pelanggaran masif adalah dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan, bukan hanya sebagian," katanya menambahkan.
Baca juga: Ketua KPU Terbukti Langgar Etik, Sanksi DKPP Dinilai Kurang Tegas
Sementara itu, dalam aduannya, para pengadu hanya menyebut bahwa Ketua dan Anggota KPU RI yang berperan sebagai pengendali Sipol diduga kuat turut secara sistematis, terstruktur, dan masif mengatur rekayasa status keanggotan partai politik di Kabupatean Nias Selatan sebagaimana diberitakan dalam beberapa berita online.
Selain meminta DKPP menolak dalil-dalil para pengadu, Hasyim Asy'ari juga meminta para teradu dinyatakan tidak terbukti melanggar kode etik dan telah menjalankan tahapan penyelenggaraan pemilu secara profesional sesuai asas dan prinsip penyelenggaraan pemilu.
Hasyim Asy'ari dkk juga meminta DKPP merehabilitasi nama baik mereka.
Total, dalam perkara ini DKPP memeriksa 19 anggota KPU, terdiri dari 7 anggota KPU RI; 7 anggota KPU Sumatera Utara; dan 5 anggota KPU Nias Selatan.
Pengadu yang merupakan warga Nias Selatan, yakni Rumusan Laia dan Mavoarota Abraham Hoegelstravores Zamili meminta seluruh anggota KPU Nias Selatan diberhentikan. Sedangkan anggota KPU RI dan KPU Sumatera Utara diberi peringatan keras.
Mereka menduga, terjadi upaya secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk merekayasa hasil verifikasi faktual perbaikan PKN dan Garuda yang seharusnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat keanggotaan untuk lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Baca juga: DKPP Diminta Pecat Semua Anggota KPU Nias Selatan soal Dugaan Loloskan PKN dan Garuda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.