Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang "Kompas": RUU Perampasan Aset Mendesak untuk Dibahas dan Diundangkan

Kompas.com - 10/04/2023, 09:23 WIB
Ardito Ramadhan,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Litbang Kompas pada 4-6 April 2023 menunjukkan, mayoritas publik ingin Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset segera dituntaskan.

Berdasarkan survei ini, sebanyak 82,2 persen responden menilai RUU Perampasan Aset mendesak untuk dibahas dan diundangkan, bahkan 35,5 persen responden menganggapnya sangat mendesak.

"Opini tersebut muncul sama kuatnya dari tiap lapisan masyarakat. Bahkan, publik yang memiliki preferensi politik yang berbeda juga menyampaikan desakan yang sama," tulis Litbang Kompas, dikutip dari Kompas.id, Senin (10/4/2023).

"Artinya, persoalan perampasan aset pada pelaku perampok uang negara ini menjadi kegelisahan di berbagai lapisan masyarakat," tulis Litbang Kompas lagi.

Baca juga: Draf RUU Perampasan Aset Belum Jelas, Keluhan Mahfud MD Dianggap Gimik

Dalam survei tersebut, hanya ada 12,1 persen dan 1,5 persen responden yang menilai RUU Perampasan aset tidak mendesak dan sangat tidak mendesak untuk disahkan.

Survei yang sama juga menangkap aspirasi mayoritas publik (78,5 persen) yang setuju bahwa negara berhak merampas aset penyelenggara negara yang tidak wajar dan berasal dari sumber yang tidak sah.

Hal ini sejalan dengan substansi utama RUU Perampasan Aset yakni, aset yang diperoleh pejabat negara dari pendapatan yang tidak wajar, serta tidak dapat dibuktikan diperoleh secara sah dan diduga terkait aset tindak pidana, dapat dirampas untuk negara.

Mayoritas publik (87,9 persen) pun memandang bahwa salah satu alasan maraknya korupsi di Indonesia disebabkan oleh masih lemahnya untuk memiskinkan pelaku korupsi.

Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Anggota DPR: Bolanya Masih di Pemerintah

Selaras dengan itu, sebanyak 8,6 persen dan 52,7 persen publik sangat yakin dan yakin bahwa RUU Perampasan Aset akan menjadi hukum yang kuat untuk memberi efek jera pelaku korupsi.

"Jadi, mempercepat proses pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi undang-undang adalah sebuah jawaban dari harapan publik," tulis Litbang Kompas.

Survei ini diselenggarakan pada 4-6 April dengan melakukan wawancara terhadap 506 responden dari 34 provinsi yang sampelnya ditentukan secara acak sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian ini -/+ 4,36 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Baca juga: Jokowi: RUU Perampasan Aset Terus Kita Dorong agar Segera Diselesaikan DPR

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo sudah bolak-balik menyatakan bahwa RUU Perampasan Aset perlu segera dituntaskan dalam rangka mempermudah pemberantasan korupsi.

Akan tetapi, saat ini Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana masih dalam tahap penyelesaian draf dan naskah akademik. Hingga akhir pekan lalu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum menerima surat presiden terkait RUU ini.

Surat presiden tersebut belum bisa dikirim karena Menteri Keuangan, Jaksa Agung, dan Kepala Polri belum memberikan persetujuan terhadap draf regulasi yang dirancang untuk memperkuat pemberantasan korupsi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

Nasional
Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

Nasional
Menko Polhukam Harap Perpres 'Publisher Rights' Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Menko Polhukam Harap Perpres "Publisher Rights" Bisa Wujudkan Jurnalisme Berkualitas

Nasional
Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Saksi Sebut Kementan Beri Rp 5 Miliar ke Auditor BPK untuk Status WTP

Nasional
Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com