JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah 10 aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) pegawai.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah meminta pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi, Kementerian Hukum, dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk menerbitkan cegah tersebut.
“KPK saat ini melakukan cegah agar tidak bepergian ke luar negeri dengan mengajukan permintaan cegah pada pihak Dirjen Imigrasi terhadap 10 orang yang diduga memiliki keterkaitan erat dengan perkara ini,” kata Ali saat ditemui awak media di gedung KPK, Senin (3/4/2023).
Baca juga: Menteri ESDM Sebut 10 Pegawai yang Jadi Tersangka Korupsi Tukin Sudah Dinonaktifkan
Ali mengatakan, pencegahan dilakukan dengan alasan kebutuhan penyidikan. Tujuannya, 10 ASN tersebut tidak meninggalkan wilayah Indonesia.
Selain itu, mereka diharapkan bisa bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik sesuai jadwal pemeriksaan.
Namun demikian, Ali tidak membeberkan identitas 10 ASN yang dicegah ke luar negeri.
“Cegah ini adalah yang pertama untuk 6 bulan ke depan dan dapat kembali diperpanjang sesuai kebutuhan proses penyidikan perkara dimaksud,” tutur Ali.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya telah menetapkan 10 orang tersangka dugaan korupsi Tukin pegawai di Kementerian ESDM.
Sementara itu, Ali mengatakan, nama para pelaku baru akan diumumkan berikut detail perbuatan dan pasal yang disangkakan saat penyidikan dirasa cukup.
Ali hanya menyebut, para pelaku diduga melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Baca juga: KPK Duga Bagian Keuangan di Kementerian ESDM Sekongkol Korupsi Tukin
Mereka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan memperkaya diri sendiri.
“Kami pastikan sudah ada beberapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka,” kata Ali.
Dalam perkara ini, para pelaku diduga menikmati uang puluhan miliar rupiah.
Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi, membeli aset, operasional, dan diduga untuk menyuap oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun demikian, KPK masih akan terus mendalami informasi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.