NARASI sepak bola tidak bisa dilepaskan dari politik menjadi pemenang dalam palagan keriuhan pro kontra terhadap keikutsertaan Israel di Piala Dunia U20 Indonesia.
Upaya beberapa pihak untuk meyakinkan bahwa sepak bola semestinya harus dilepaskan dari politik berakhir antiklimaks dengan keluarnya keputusan FIFA yang membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah ajang sepak bola ini.
Bukan hanya gagal menjadi host, Indonesia hampir pasti gagal berpartisipasi karena status kepesertaannya memang diberikan dalam kapasitasnya sebagai tuan rumah.
Para politisi dan partai politik yang menyuarakan narasi pertama sebagai alasan menolak Israel sebetulnya perlu waspada. Narasi ini berpotensi menjadi bumerang bagi mereka.
Justru karena sepak bola tidak bisa dilepaskan dari politik, maka gerakan perlawanan politik pendukung bola dalam negeri menjadi mungkin mengarah kepada penyusutan suara elektoral mereka.
Saat ini sekitar 3 miliar penduduk dunia menyukai sepak bola. Mereka mengidentifikasi diri sebagai bagian dari kesebelasan sepak bola tertentu.
Tidak penting seberapa dekat secara fisik dengan tim yang didukung, mereka memegang loyalitas tinggi untuk tetap mendukungnya.
Pendukung sepak bola bukan sebatas faktor komplementer dari sepak bola. Mereka adalah bagian inti dari sepak bola itu sendiri.
Tanpa dukungan pendukung, sepak bola berpotensi mengalami kelesuan. Saat pertandingan tidak bisa disaksikan oleh mereka, pengaruhnya cukup melambatkan denyut nadi sepak bola.
Sepak bola memiliki dunia sendiri dengan otoritas dan teritorialnya yang bahkan bisa memaksa negara-negara di dunia tunduk mematuhi aturan mainnya (rule of the games).
Intervensi negara terhadap ekosistem sepak bola merupakan tindakan yang paling dihindari otoritas sepak bola dunia.
Indonesia pernah mengalami langsung dampak intervensi pemerintah pada dalam kisruh sepak bola nasional 2015 menyebabkan FIFA mengeluarkan sanksi pembekuan kepada otoritas sepak bola nasional PSSI.
Maski sepak bola memiliki mekanismenya sendiri, namun kapitalisasi bola dan fans sepak bola dalam gerakan politik kenyataannya pernah terjadi.
Sepak bola terkadang juga menjadi simbol perlawanan politik, tribalisme, dan propaganda militer. Hal demikian menunjukkan dinamika politik dalam sepak bola (the politics of football) tidak bisa diabaikan (Power, 2020).
Hal ini terjadi karena sepak bola memiliki kekuatan dalam menggerakkan khalayak. Terutama mereka yang mengidentifiksi diri sebagai pendukung sepak bola.